Sejarah Singkat Dukungan Aturan Di Indonesia
Sejarah Singkat proteksi Hukum Di Indonesia
proteksi aturan sebetulnya sudah dilaksanakan pada masyarakat Barat semenjak zaman Romawi. Path waktu itu, menolongan aturan berada dalam bidang moral dan lebih dianggap sebagai suatu pekerjaan yang mulia, khususnya untuk menolong orang-orang tanpa mengharapkan dan/atau mendapatkan imbalan atau honorarium. Sesudah meletusnya Revolusi Prancis pada tahun 1789 yang mempunyai semboyan liberte, egalite, dan fraternite, salah satu semboyan tersebut melahirkan suatu piagam pemyataan hak asasi insan tanggal 27 Agustus 1789. Piagam tersebut meliputi bahwa insan dilahirkan sama dalam keadaan merdeka dan mempunyai hak-hak yang sama maka menolongan aturan mulai menjadi kepingan dan kegiatan hukum. proteksi aturan dimulai dengan lebih menekankan pada hak yang sama bagi masyarakat masyarakat untuk mempertahankan kepentingan-kepentingannya di muka pengadilan. Sampai dengan awal kala ke-20, menolongan aturan mi lebih banyak dianggap sebagai pekerjaan memdiberi jasa di bidang aturan tanpa suatu imbalan.
pertolongan hukum khuusnya bagi rakyat kecil yang tidak bisa dan buta aturan sepertinya ialah hal yang sanggup dikatakan relatif gres di negara-negara berkembang, ibarat negara Indonesia. proteksi aturan sebagai suatu forum aturan tiruanla tidak dikenal dalam sistem aturan tradisional. Lembaga menolongan aturan dikenal di Indonesia semenjak masuknya atau diberlakukannya sistem aturan Barat di Indonesia. Namun demikian, menolongan aturan sebagai kegiatan pelayanan aturan secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin dan buta aturan pada masa kini ini mengalami perkembangan cukup pesat di Indonesia. Apalagi semenjak Pelita III, pemerintah mencanangkan jadwal menolongan aturan sebagai jalur untuk meratakan jalan menuju pemerataan keadilan di bidang hukum.
Dalam tulisannya, Adnan Buyung Nasiition, seorang praktisi aturan menyatakan bahwa menolongan aturan secara formal di Indonesia sudah ada semenjak masa penjajahan Belanda. Hal itu bermula pada tahun 1848 ketika terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya. Berdasarkan asas konkordansi dalam Firnian Raja tan ggal 16 Mei 1848 Nomor 1, perundang-undangan barn di negeri Belanda tersebut diberlakukan di Indonesia dengan nama Hindia Belanda. Perundang-undangan gres itu, antara lain peraturan wacana susunan kehakiman dan budi pengadilan. Dalam peraturan aturan itulah diatur untuk pertama kalinya forum advokat sehingga dapatlah diperkirakan bahwa menolongan aturan dalam arti formal gres mulai di Indonesia pada tahun-tahun Itu juga. Hal itu pun barn berlaku terbatas bagi orang-orang Eropa saja di dalam peradilan. Sementara itu, advokat pertama bangsa Indonesia ialah Mi: Besar Mertokoesoemo yang gres membuka kantornya di Tegal dan Semarang sekitar tahun 1923.
Dalam aturan positif Indonesia, problem menolongan aturan diatur dalam Pasal 250 Ayat 5 dan 6 Het Herzeine Indonesische Reglernen (HIR/Hukum Acara Pidana Lama) dengan cakupan yang terbatas. Artinya. praktik dan pasal mi lebih mengutamakan bangsa Belanda daripada bangsa Indonesia yang waktu itu lebih terkenal dengan sebutan in landers. Di samping itu. berlakunya pasal mi spesialuntuk terbatas apabila para advokat tersedia dan bersedia membela mereka yang dituduh dan diancam eksekusi mati dan/atau eksekusi seumur hidup.
Gambaran keadaan di bantalan terjadi lantaran pada zaman kolonial Belanda dikenal dua sistem peradilan yang terpisah, yaitu peradilan untuk orang-orang Eropa dan yang dipersamakan. serta peradilan untuk orang-orang Indonesia dan yang dipersamakan. Bagi orang Eropa dike nal adanya menolongan aturan untuk masalah perdata ataupun masalah pidana. Hal itu lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka sudah mengenal forum hantuan aturan di dalam kultur aturan mereka di negeri Belanda. Akan tetapi. tidak demikian halnya bagi orang Indonesia. Bagi orang Indonesia tidak diatur ataupun dikenal adanya menolongan hukum, baik masalah perdata maupun masalah pidana. Jadi. di dalam masalah pidana ataupun perdata orang Indonesia tidak berhak dibela oleh seorang lawyer (penasihat hukum) sehingga ia harus membela dirinya sendiri atau menunjuk keluarganya atau siapa saja untuk memmenolongnya di muka pengadilan.
Dan uraian singkat di alas. kita sanggup rnengetahui bahwa bagi orang-orang Indonesia tidak ada (atau ditiadakan kebutuhan akan menolongan hukum. Oleh lantaran itu, tidak guah apabila pada waktu itu profesi lawyer tidak berkembang. Pada perkembangan diberikutnva. ahli-ahli aturan bangsa Indonesia yang berprofesi advokat turut meramaikan gerakan nasional Indonesia melalui pemdiberian menolongan hukum. melaluiataubersamaini motif turut memmenolong gerakan nasional, mereka turut memmenolong rakyat Indonesia yang tidak bisa menggunakan jasa advokat Belanda ketika sedang menghadapi problem aturan di muka pengadilan. Pada dasamya, gerakan menolongan aturan pada waktu itu sanggup kita baca sebagai salah satu rangkaian dan pergerakan nasional untuk melepaskan bangsa Indonesia dan cengkeraman penjajah Belanda. Oleh lantaran itu, perjuangan pemdiberian menolongan aturan mi sanggup dipandang sebagai kepingan yang tidak terpisahkan dan pergerakan nasional di negara kita.
Pada masapenjajahan bangsa Jepang tidak terlihat adanya kemajuan dan kondisi di atas. Peraturan aturan wacana menolongan aturan yang berlaku pada masa Belanda masih tetap diberlakukan sehingga situasi fan kondisi pada waktu itu sepertinya tidak memungkinkan untuk menyebarkan dan memajukan jadwal menolongan aturan di Indonesia. Keadaan yang sama juga terjadi pada tahun-tahun awal setelah Prokiamasi Kemerdekaan Indonesia. Hal itu disebabkan seluruh bangsa sedang berserius untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa. Demikian pula setelah legalisasi kedaulatan rakyat Indonesia pada thun 1950, keadaan juga relative tidak berubah.
Dalam periode diberikutnya, sekitar tahun 1950—1959 terjadi perubahan sistem peradilan di Indonesia dengan dihapuskannya secara pelan-pelan pluralisme di bidang peradilan sehingga Iianya ada satu sistem peradilan yang berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia, yaitu pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung. Dalam sistem politik demokrasi parlementer, posisi tubuh peradilan relative masih tinggi integritasnya. Di samping itu, sistem politik yang berlaku masih memungkinkan organ-organ yudikatif relatif lebih bebas dan tidak memihak lantaran kontrol dewan legislatif (wakil rakyat) begitil besar lengan berkuasa sehingga campur tangan direktur ataupun kekuatan-kekuatan lainnya dalam forum yudikatif sanggup dicegah.
Agak tidak sama dengan periode sesudahnya yang ditandai dengan besarnya kekuasaan dan imbas Sukamo sampai tahun 1965. Periode tersebut ialah saat-saat yang rawan bagi proses penegakan aturan di negara kita. Timbulnya sistem demokrasi terpimpin dalam pentas politik nasional tidak terlepas dan munculnya dominasi tugas yang dimainkan oleh Presiden Sukamo. proteksi aturan (dan juga profesi kepengacaraan) mengalami kemerosotan yang luar biasa bersamaan dengan melumpuhnya sendi-sendi negara hukum.
Pada masa demokrasi terpimpin, aturan tidak lebih ialah alat revolusi. Hal itu disebabkan peradilan tidak lagi bebas lantaran terlalu banyak dicampuri dan dipengaruhi oleh tangan eksekutif. Keadaan mi mencapai puncaknya dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 wacana Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Menurut ketentuan Pasal 19 UU tersebut, presiden didiberi wewenang dalam beberapa hal untuk turun atau campur tangan dalam problem peradilan. melaluiataubersamaini jatuhnya wibawa pengadilan maka tidak guah bila keinginan dan kepercayaan orang kepada menolongan aturan pun hilang.
Sejarah menolongan aturan yang terang dimulai pada ketika munculnya Orde Barn. Adnan Buyung Nasution menyampaikan bahwa periode mi dimulai ketika gagalnya perebutan kekuasaan PKI yang disusul dengan jatuhnya rezim Sukarno. Pada tahun-tahun pertama Orde Baru tampak ada drive yang besar lengan berkuasa sekali untuk membangun kembali kehidupan aturan dan ekonomi yang sudah hancur berantakan. Di samping jadwal rehabilitasi ekonomi, terasa sekali adanya usaha-usaha untuk menumbuhkan kebebasan berbicara, kebebasan pers, juga kebebasan mimbar pada universitas. Kemandirian pengadilan mulai dijalankan, dan respek terhadap aturan tumbuh kembali.
Puncak dan perjuangan mi ditandai dengan digantinya UU No. 19 Tahun 1964 wacana Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dengan UU No. 14 Tahun 1970 jo. UU No. 35 Tahun 1999 yang kembali menjamin peradilan terlepas dan segala campur tangan dan imbas atau kekuatan dan luar lainnya dalam segala urusan peradilan.
Apabila kita lihat dan aspek institusional (kelembagaan) wacana menolongan hukum, kita sanggup mengetahui bahwa forum atau distributor menolongan aturan dalam bentuk konsultasi aturan pernah didirikan di perguruan aturan (Rechts Hoge School) di Jakarta pada tahun 1940 oleh Prof Zeviernaker. Ia ialah seorang guru besar aturan dagang dan aturan jadwal perdata yang melaksanakan kegiatan berupa pemdiberian pesan yang tersirat aturan kepada rakyat yang tidak bisa dan tidak memajukan kegiatan klinik hukum. Pada tahun 1953. pandangan gres untuk mendirikan semacam distributor konsultasi aturan muncul kembali sehingga pada tahun 1954 didirikan distributor Thandra Naya dipimpin Prof Ting Swan Tiong dengan ruang gerak agak terbatas, yaitu lebih mengutamakan konsultasi aturan bagi orang-orang Cina. Atas usulan Prof. Ting Swan Tiong yang disetujui oleh Prof Sujono Hadibroto (Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia), pada tanggal 2 Mei 1963 didirikan distributor konsultasi aturan di Universitas Indonesia dengan Prof. Ting Swan Tiong sebagai ketuanya. Pada tahun 1968 distributor tersebut berganti nama menjadi forum konsultasi aturan dan pada tahun 1974 menjadi forum konsultasi dan menolongan aturan (LKBH).
Pada tahun 1967 Biro Konsultasi Hukum juga didirikan di Fakultas Hukum Universitas Pajajaran. Dewasa ini fakultas-fakultas aturan banyak didirikan di universitas negeri ataupun swasta. Selain itu, banyak didirikan distributor atau forum yang menangani menolongan aturan dengan cakupan pelayanan yang lebih luas, yaitu tidak sekadar memdiberi pesan yang tersirat aturan belaka, tetapi juga mewakili dan member menolongan aturan di muka pengadilan.
Di luar kelembagaan menolongan aturan di fakultas-fakultas hukum, forum menolongan aturan yang melaksanakan acara dengan lingkup yang Iebih luas didirikan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1970 di bawah pimpinan Adnan Buyung Nasution. Pada masa Orde Baru. Masalah menolongan aturan tumbuh dan berkembang dengan pesat. Salah satu tumpuan sanggup dikemukakan bahwa pada tahun 1979 ada sekitar 57 forum menolongan aturan yang terlibat dalam jadwal pelayanan aturan kepada masyarakat miskin dan buta hukum. Dewasa mi. jasa menolongan aturan banyak dilakukan oleh organisasi-organisasi menolongan aturan yang tumbuh dan banyak sekali organisasi profesi ataupun organisasi kemasyarakatan. melaluiataubersamaini demikian, para pengguna aturan sanggup lebih terang dan leluasa dalam upayanya mencari keadilan dengan memanfaatkan organisasi-organisasi menolongan aturan di atas.
Sumber Pustaka: Tiga Serangkai
Post a Comment for "Sejarah Singkat Dukungan Aturan Di Indonesia"