Kembali Ke Undang-Undang Dasar 1945 Pada Dekrit Presiden Dan Supersemar
Kembali Ke Undang-Undang Dasar 1945
Berikut ini yaitu Dekrit Presiden dan Pemerintahan Orde Lama serta Supersemar dan Pemerintahan Orde Baru yang perlu kita ketahui.
Dekrit Presiden dan Pemerintahan Orde Lama
- Dekrit Presiden 5Juli 1959
Melihat semakin goyahnya kondisi politik yang sanggup membahayakan keselamatan bangsa dan negara, serta terancamnya persatuan dan kesatuan bangsa, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 di Istana negara mengeluarkan sebuah dekrit yang kemudian dikenal dengan Dekrit Presiden. Dekrit yang dikeluarkan pada hari ahad pukul 17.00 WIB itu menurut Keppres No. 150/1959 meliputi sebagai diberikut.
- Pembubaran Konstituante.
- Berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945.
- Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
- Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
Dekrit Presiden itu bersama-sama tidak sanggup dibenarkan apabila negara dalam keadaan biasa. Namun sebab dikala itu situasi dan kondisi dalam negara yang dianggap sudah sangat berbahaya, maka dekrit presiden itu sanggup dibenarkan oleh Hukum Tata Negara. Tindakan Presiden mengeluarkan dekrit itu dinilai sama benamya dengan pembentukan Undang-Undang Dasar 1945 oleh BPUPKI dan pengesahannya oleh PPKI.
Dekrit presiden itu akhimya disetujui oleh seluruh rakyat Indonesia melalui persetujuan dewan perwakilan rakyat hasil Pemilu dalam sidangnya pada tanggal 22 Juli 1959.
- Pemerintahan Orde Lama
melaluiataubersamaini keluarnya. Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka perperihalan antara dua kubu dalam tubuh Konstituante pun berakhir. Begitu pula sistem pemerintahan parlementer ditinggalkan dan bangsa Indonesia kembali menganut kabinet Presidentiil. Kekuasaan direktur yang tadinya dipegang oleh Perdana Menteri, beralih kepada Presiden.
Sejak berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 (5 Juli 1959) hingga dengan 12 Maret 1966, yaitu masa pemerintahan Orde Lama. Dalam periode mi, sistem demokrasi yang diterapkan yaitu Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin yaitu demokrasi yang dipimpin oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu,segala kebijakan dan segala peraturan maupun perundang-undangan yang dikeluarkan hams sesuai atau sejalan, atau secara terpimpin oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tetapi ternyata dalam pelaksanaannya, demokrasi itu tidak secara terpimpin oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, melainkan secara terpimpin oleh Presiden sendiri.
Demokrasi yang dijalankan tidak lagi di dasarkan pada keinginan-keinginan luhur bangsa Indonesia sebagai mana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, melainkan didasarkan pada ambisi-ambisi politik sang pemimpin (Presiden) Berbagai kebijakan politik yang ditempuh oleh pemerintahan semenjak keluamya Dekrit 5 Juli 1959 hingga tahiin 1966 antara lain sebagai diberikut.
- Mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959 terkena penyederhanaan partai politik. Akibatnya banyak partai politik yang terpaksa bubar sebab tidak berhasil memenuhi persyaratan yang di menetapkan oleh pemerintahan.
- Pada tahun 1960, Presiden membubarkan dewan perwakilan rakyat hasil pemilu 1955, sebab dewan perwakilan rakyat menolak RAPBN yang diajukanoleh Presiden. Kemudian dengan penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960, Presiden membentuk Dewan Perwakilan Gotong Royong (DPRGR) yang anggotanya diangkat dan sanggup diberhentikan oleh Presiden.
- Presiden membentuk MPRS menurut Penetapan Presiden Nomor 2/1959 yang anggotanya terdiri dan seluruh anggota DPRGR, Utusan-utusan tempat dan Utusan-utusan golongan. Seluruhnya sanggup diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
- Dalam pidato kenegaraan pada tanggal 17 Agustus 1960, Presiden memutuskan Manipol Usdek (Manifesto Politik, Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional) sebagai GBHN. Padahal GBHN itu seharusnya disusun oleh MPR.
- Pengangkatan Soekamo sebagai Presiden seumur hidup menurut Tap MPRS Nomor III/MPRS/ 1963.
- Mengangkat Ketua MPRS sebagai Menko (Menteri Koordinator) dalam kabinet, yang berarti Ketua MPRS yaitu juga sebagai pemmenolong Presiden.
- Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif diselewengkan menjadi Politik Luar Negeri yang berporoskan Jakarta-Peking Phnompen-Pyong-Yang, dan cenderung menganut politik ekpansionis.
Walaupun banyak penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah namun tidak adanya kontrol dan forum negara lainnya. Hal mi menjadikan kekuasaan presiden semakin besar, bahkan cenderung bersikap diktator. melaluiataubersamaini demikian lembaga-lembaga negara yang ada sama sekali menjadi tidak berfungsi atau lumpuh. Dalam kondisi yang demikian PKI berpeluang untuk menanainkan pengaruhnya semakin dalam terhadap pemerintahan Soekarno.
Pada 30 September 1965, PKI di bawah pimpinan Untung dan Ai1it mengadakan pemberontakan dalam upayanya mengambil alih pemerintahan di Indonesia yang kemudian di kenal dengan insiden G 30 S/PKI. Karena insiden 30 September 1965 itu, maka mereka yang kemudian menamakan dirinya angkatar 66, yang dipelopori oleh mahasiswa, nmenyampaikan tiga tuntutan rakyat (tritura) yang mencakup, yaitu
- bubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI),
- membersihkankan kabinet dan unsur-unsur PKI, dan
- turunkan harga barang/perbaikan ekonomi.
Atas derma dan banyak sekali pihak ABRI bersama-sama rakyat yang masih menyayangi Pancasila berhasil menumpas PKI. Akibat dan pemberontakan PKI itu, sudah mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat, dan membuat semakin tidak stabil politik pemerintahan. Untuk mengatasi hal itu pada 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah kepadaLetjen. Soeharto untuk mengambil alih segala tindakan yang dianggap perlu guna menjamin dan mengembalikan jalannya pernerintahan.
Supersemar dan Pemerintahan Orde Baru
- Supersemar
Pada 11 Maret 1966, Presiden Soekarno di Istana Bogor, mengeluarkan sebuah surat perintah kepada Letjen Soeharto. Surat perintah itu kemudian dikenal dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 disingkat Supersemar. Lalirnya surat periiitah itu dianggap sebagai tonggak berdirinya Orde baru. Adapun isi surat perintah itu yaitu Presiden Soekamo mempersembahkan perintah kepada Letjen Soeharto, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu guna menjamin kestabilan politik dan mengembalikan jalannya roda pemerintahan.
Atas dasar surat pcrintah itulah, pada 12 Maret 1966, Letjen Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 1/31966. Surat keputusan itu meliputi tentang pembubaran PKI beserta tiruana organisasi yang seasas dan bernaung dibawahnya serta ditetapkan sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Selanjutnya di dalam tubuh MPRS dan DPRGR, serta lembaga-lembaga negara lainnya, dimembersihkankan dan imbas dan unsur-unsur Partai Komunis Indonesia. Anggota-anggota forum negara yang eksklusif maupun tidak eksklusif terlibat dalam insiden G 30 S/PKI diberhentikan dan tugasnya, ditangkap dan diamankan.
- Pemerintahan Orde Baru
Orde Baru’aaalah tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali pada pelaksanaan kemurnian Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Orde barn disebut juga orde konstitusional. Istilah Orde Barn dipakai sebagai garis pemisah antara Kepemimpinan sebelum tahun 1966 dengan kepemimpinan setelah 11 Maret 1966.
Untuk sanggup menyelamatkan bangsa dan negara dan krisis politik yang berlarut-larut, maka MPRS baik melalui sidang istimewa maupun sidang umum yang di gelarnya, sudah berhasil mengambil banyak sekali kebijakan penting dalam bidang politik dan pemerintahan yang dituangkan dalam bentuk Ketetapan MPRS.
- TAP MPRS Nomor IX/MPRS/1966 tentang pengukuhan Surat Perintah 11 Maret 1966 dan legalisasi kekuasaan Jenderal Soeharto sebagaimana yang terkandung dalam SUPERSEMAR tersebut hingga terbentuknya MPR dan dewan perwakilan rakyat hasil Pemilihan Umum.
- TAP MPRS Nomor X/MPRS/ 1966 tentang Kedudukan tiruana lembaga-lembaga Negara Tingakt Pusat dan Daerah pada posisi dan fungsi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- TAP MPRS Nomor XI/MPRS/1966 tentang Pemilihan Umum.
- TAP MPRS Nomor XIII/MPRS/ 1966 tentang penegasan kembali pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif.
- TAP MPRS Nomor XIII/MPRS/ 1966 tentang pembentukan Kabinet Ampera sebagai pengganti Kabinet Dwikora. Kabinet Ampera di bentuk tanggal 25 Juli 1966, diketuai oleh Jenderal Soeharto.
- TAP MPRS Nomor XV/MPRS/1966 tentang pemdiberian kekuasaan kepada Jenderal Soeharto untuk memegang jabatan Presiden apabila sewaktu-waktu Presiden Soekarno berhalangan.
- TAP MPRS Nomor XVIII/MPRS/ 1966 tentang pencabutan TAP MPRS Nomor III/MPRS/ 1963 tentang pengangkatan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
- TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang sumber tenTh aturan RI dan tata urutan peraturan perundang-undangan.
- TAP MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang pembaharuan akal landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
- TAP MPRS Nomor XXI V/MPRS/ 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia
Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan sistem demokrasi Pancasila, MPRS meminta pertanggung jawabanan Presiden Soekamo. dalam sidang istimewa. Dalam sidang ini Presiden Soekamo diberhentikan dan Jenderal Soeharto diangkat menjadi Pejabat Presiden Republik Indonesia. Tindakan itu diambil menurut ketetapan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dan Presiden Soekamo dan Pengangkatan Pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966 sebagai pejabat Presiden RI. Melalui TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1967 tentang Pengangkatan Pejabat Presiden sebagai Presiden, Jenderal Soeharto diangkat sebagai Presiden.
Jenderal Soeharto yang terpilih sebagai presiden oleh MPRS dalam sidang yang kelinia, bertugas hingga terbentuknya MPR hasil Pemilu 1971. Selanjutnya MPR hasil Pemilu 1971 mempersembahkan mandat kepada Jenderal Soeharto Sebagai Presiden Republik Indonesia.
Semenjak dikala itu Jenderal Soeharto terpilih menjadi Presiden tujuh kali. berturut-turut. Terakhir ia dikukuhkan menjadi Presiden oleh MPR melalui TAP MPR No. IV/MPR/ 1998. Namun masa jabatan lima tahun yang ketujuh, tidak sanggup ia selesaikan sebab pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto dipaksa “berhenti” oleh aksi-aksi demonstrasi mahasiswa bersama rakyat. Sesudah terlebih lampau terjadi penembakan yang pienewaskan 4 (empat) mahasiswa Universitas Trisakti oleh pegawanegeri keamanan. Soeharto mengalihkan kekuasaan/jabatan Presiden kepada Wapres B.J. Habibie menurut kepada Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945. melaluiataubersamaini berhentinya Soeharto maka masa pemerintahan Orde Baru berakhir.
Sumber Pustaka: Yudhistira
Post a Comment for "Kembali Ke Undang-Undang Dasar 1945 Pada Dekrit Presiden Dan Supersemar"