Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengaruh Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang Terhadap Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia

Selama pendudukan di Indonesia, Jepang sudah melaksanakan pengekangan politik. Sejak kehadirannya di Indonesia, Jepang sudah mengeluarkan undang-undang yang meliputi larangan untuk berkumpul dan berserikat. melaluiataubersamaini adanya undang-undang tersebut, Jepang membubarkan organisasi-organisasi Pergerakan Nasional yang didirikan oleh rakyat pribumi. Jepang melaksanakan pengekangan kegiatan tiruana kaum nasional, kecuali golongan nasionalis Islam. Golongan ini memperoleh kelonggaran lantaran dinilai paling anti terhadap Barat. Jepang menduga golongan ini akan simpel dirangkul. 

Sampai bulan November 1943, Jepang masih memperkenankan berdirinya Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) yang dibuat pada zaman Hindia Belanda. Sesudah MIAI mengalami perkembangan yang pesat maka para tokoh MIAI mulai diawasi secara ketat. Akhirnya, MIAI dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Walaupun organisasi-organisasi Pergerakan Nasional pada masa pendudukan Jepang sudah dibubarkan dan adanya larangan untuk berserikat atau berkumpul, para tokohnya tetap berusaha membela dan memperbaiki nasib rakyat Indonesia. Mereka tetap memperjuangkan harapan bangsanya, yakni Indonesia merdeka. Hanya saja caranya lain dan harus berhati-hati lantaran tentara Jepang sangat besar lengan berkuasa dan kejam. Mereka tidak segan-segan membunuh siapa saja yang menentangnya. 

Melihat situasi menyerupai itu, tokoh-tokoh pergerakan tidak mengambil perilaku radikal atau nonkooperatif, tetapi lebih bersikap kooperatif. Sikap kooperatif memungkinkan mereka bekerja sama dengan Jepang dan duduk dalam badan-badan yang dibuat oleh Jepang. Tokoh-tokoh pergerakan sanggup memanfaatkan kecerdikan pemerintah Jepang untuk kepentingan usaha nasional. Beberapa kecerdikan pemerintah Jepang yang sanggup dimanfaatkan untuk melanjutkan usaha nasional, antara lain pembentukan Gerakan Tiga A, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), dan Badan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In). Selain itu, para tokoh pergerakan juga memanfaatkan kesatuan-kesatuan pertahanan yang sudah dibuat oleh Jepang, antara lain Seinendan, Jawa Hokokai, dan Pembela Tanah Air (PETA). 

Gerakan Tiga A dibuat oleh Jepang pada bulan April 1942 dengan semboyan propaganda Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia, dan Nippon Pelindung Asia.Gerakan Tiga A diperlukan sanggup menggerakkan bangsa Indonesia untuk mendukung Jepang melawan Sekutu. 

Jepang menunjuk Mr. Syamsudin sebagai pemimpin Gerakan Tiga A. Namun, Gerakan Tiga A tidak menerima sambutan kasatmata dari rakyat Indonesia sehingga dibubarkan. Selanjutnya, Jepang berusaha merebut hati bangsa Indonesia dengan merangkul tokoh Pergerakan Nasional yang terkenal di ka1angan rakyat. Tokoh pergerakan Nasional tersebut, menyerupai Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur. Mereka ditunjuk untuk membentuk organisasi gres yang disebut PusatTenaga Rakyat (Putera). Pada bulan Maret 1943, Putera diresmikan dan sebagai dewan pimpinan diserahkan kepada keempat tokoh tersebut yang kemudian terkenal dengan sebutan Empat Serangkai. Jepang berharap tokoh-tokoh yang didudukkan dalam organisasi Putera bisa menggerakkan rakyat untuk mendukung tentara Jepang dalam menghadapi Sekutu. Namun, usaha Jepang melalui Putera itupun juga mengalami kegagalan. 


Pemerintahan militer Jepang sudah dua kali gagal menggerakkan rakyat Indonesia untuk mendukung perangnya. Bahkan, organisasi yang dibentuknya justru menjadi bumerang. Bersamaan dengan itu, Perang Asia Pasifik masih terus berkecamuk. Tentara Jepang mulai terdesak oleh tentara Sekutu. Dalam situasi demikian, Jepang sangat membutuhkan menolongan dan proteksi yang besar dari bangsa Indonesia. Oleh lantaran itu, Jepang mengubah siasat untuk menghipnotis bangsa Indonesia. Perdana Menteri Jepang, Jenderal Tojo menganjurkan semoga rakyat Indo-nesia diikutsertakan dalam pemerintahan negara. Oleh lantaran itu, pada tanggal 5 September 1943, pemerintahan militer Jepang membentuk Badan Pertimbangan Pusat atau Cuo Sangi In. 

Badan Pertimbangan Pusat itu bertugas, antara lain sebagai diberikut:

1. mengajukan seruan kepada pemerintah pendudukan militer Jepang tentang politik, 

2. memilih tindakan yang akan dilakukan olehpemerintahan militer Jepang.

Badan Pertimbangan Pusat beranggotakan empat puluh tiga orang. Dua puluh tiga orang diangkat oleh Jepang, delapan belas orang utusan karesidenan dan Kotapraja Jakarta Raya, dan dua orang utusan Daerah spesial Yogyakarta dan Surakarta. Tokoh yang ditunjuk menjadi ketua Badan Pertimbangan Pusat yaitu Ir. Sukarno.

Daftar Pustaka : Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

Post a Comment for "Pengaruh Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang Terhadap Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia"