Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cara Masyarakat Yang Belum Mengenal Goresan Pena Merekam Dan Mewariskan Kala Lalunya

Teknik Masyarakat Yang Belum Mengenal Tulisan Merekam Dan Mewariskan Masa Lalunya



Kreativitas insan sepanjang sejarahnya mencakup banyak sekali acara termasuk membuat banyak sekali peralatan. Peralatan-peralatan itu dibentuk untuk megampangkan insan itu sendiri dalam menjalani kehidupannya. Selain benda-benda peralatan, mereka juga mendirikan monument-monumen yang berafiliasi dengan pemujaan arwah leluhur.

Benda-benda peralatan dan monumenm-¬onumen itu sebagai bukti atau sebagai rekaman sekaligus sebagai warisan masa lalunya. melaluiataubersamaini adanya benda-benda dan monumen-monumen itu kita sanggup mengetahui tahapan-tahapan kehidupan yang dilalui oleh masyarakat prasejarah, sampai mereka mengenal tulisan. Benda-benda peralatan masyarakat prasejarah pada umun-inya terbuat dan batu, tulang, tanduk, dan logam.



Teknik lain masyarakat yang belum mengenal goresan pena mewariskan masa lalunya melalui tutur verbal dan generasi ke generasi atau secara turun temurun. Pewarisan itu berlaku sebagai proses sosial, jauh sebelum orang mengenal budaya tulis. Keberadaan tradisi verbal dianggap sangat penting lantaran meneruskan nilai-nilai yang dianut sebuah komunitas.

Ada yang menyampaikan bahwa tradisi verbal ialah narasi, guakdot, pantun, dan syair. Namun, pengertian tradisi verbal bekerjsama jauh lebih luas jangkauannya, antara lain pembacaan sastra, visualisasi sastra dengan gerak dan tan, sampai penyajian dongeng melalui adegan-adegan oleh pemeran. Tradisi verbal juga berkaitan dengan hal- hal yang menyangkut adat-istiadat, etika, sistem geneologi, dan istem pengetahuan. Kebanyakan dan kelompok masyarakat juga mempunyai garis keturunan yang sama. Hal itu dengan sendirinya sanggup mempererat anggota kelompok masyarakat tersebut secara turun temurun. OIeh lantaran itu, pewarisan nilai-nilai, norma, adat-istiadat, dan lain-lain, dianggap sangat penting untuk menjaga tetap eksisnya suatu kelompok masyarakat (komunitas).

Kini banyak tradisi verbal dan banyak sekali kelompok masyarakat atau suku bangsa yang sudah dibukukan, tetapi mekanisme penulisannya tidak memakai kaidah penulisan iliniah. Pada umumnya karya-karya itu dianggap sebagai kagian dan folkior yang memuat sesuatu yang sering tidak masuk akal. Dalam karya-karya itu, antara fakta, imajinasi, dan fantasi bercampur baur. Walaupun deinikian, harus diakui bahwa tradisi lisan, tidak spesialuntuk sekadar penuturan, tetapi Iebih dan itu ialah konsep warisan sebuah budaya dan potongan dan kita sebagai makhluk sosial dan makhluk berbudaya. Tradisi verbal lebih jauh mempunyai arti penting dalam pelestarian budaya. Oleh lantaran itu kita harus mengupayakan revitalisasi atau penguatan budaya di banyak sekali daerah, terutama yang menyangkut tradisi lisan. Revitalisasi atau penguatan bertujuan sebagai masukana komunikasi interaktif lokal, nasional, dan global, sekaligus membunyikan kembali suaras uara tradisi yang sering terabaikan di tengah-tengah gemuruh teknologi mutakhir.

Tenggelamnya sebuah tradisi atau kebudayaan lebih disebabkan oleh adanya anggapan bahwa tradisi ialah sesuatu yang kuno atau potongan dan masa lalu. Penyebab lainnya ialah kesentidakboleh apresiasi antara masyarakat dan cipta seni itu, atau pihak-pihak yang ingin mematikan budaya tersebut. Oleh lantaran itu, sekali lagi perlu adanya revitalisasi atau penguatan budaya oleh banyak sekali pihak, kalau kita tidak ingin tenggelamnya suatu tradisi atau budaya. Sebagai contoh, di Pulau Nias, ada bahasa yang dipakai spesialuntuk oleh 50 orang yang terancam akan hilang. Padahal, hilangnya sebuah tradisi, berarti raibnya identitas komunitas.

Syaukaluddin lnayah (61 tahun), bukanlah seorang sejarawan. Namun, ía sanggup melaksanakan salah satu pekerjaan sejarawan. Ia merekonstruksi riwayat hidup Hadratus Syaikh Asnawi bin Syaikh Abdurrahman yang dikenal sebagai Kiai Ageng - Caringin (1 850—1 937)

Caringin ialah nama sebuah desa yang pernah menjadi ibu kota Kabupaten Banten Besar. Namun, pada tahun 1 883 tempat itu luluh Iantah jawaban letusan Gunung Krakatau. OIeh lantaran itu, ibu kota Kabupaten Banten Besar dipindahkan dan Caringin ke Pandegelang. Sejak ketika itu Caringin menjadi sebuah desa, tetapi tetap dianggap sebagal tempat penting. Menurut penelitian Sartono Kartodirdjo, Caringin ialah salah satu jalur yang dilalui oleh pasukan Haji Wasid ketika menghindari kejaran tentara Belanda seusai pemberontakan petani di Banten tahun 1 888. Hingga kini Caringin tetap dianggap penting, khususnya bagi peziarah ke makam Syekh Asnawi.

Untuk menulis riwayat hidup Syekh Asnawi, Syaukaluddin mengumpulkan sumber sejarah dan para sesepuh Caringin selama satu setengah tahun. Beberapa tokoh yang dijadikan narasumberantara lain K.H. Tubagus Emud Ahmad Hadi, Kiai Tubagus M. Muslich, K.H. Tubagus A. Maemun, K.H. Syakirin, K.H. Tubagus A. Mursyid Asnawi, dan Hj. Ratu Fatimah Chatib. Mereka ialah para sosok yang terlibat Iangsung dalam sejarah perkembangan Caringin.

Alasan Syaukaluddin menyalin tradisi verbal yang sebelumnya berkembang di antara para sesepuh desa Caringin untuk memenuhi masukan dan para sesepuh desa itu yang merasa khawatir generasi menhadir akan kehilangan “obor”. melaluiataubersamaini alasan itulah, Syaukaluddin sudah merekam dinamika lokal menurut penuturan verbal para pelaku sejarah yang tiruanla spesialuntuk sebagai tradisi verbal di desa Caringin.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Post a Comment for "Cara Masyarakat Yang Belum Mengenal Goresan Pena Merekam Dan Mewariskan Kala Lalunya"