Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kebijakan Ekonomi Pemerintah Kolonial Lengkap

Kebijakan Ekonomi Pemerintah Kolonial



Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial di Nusantara memang berlainan. Namun, tiruana kebijakan itu bahwasanya didasarkan atas monopoli dan penguasaan Ekonomi secara luas. Semua kebijakan perekonomian yang muncul selalu lahir dan pemerintah pusat.

Penjualan Tanah Partikelir


Tanah partikelir (particuliere landerijen) timbul semenjak munculnya VOC sampai seperempat pertama masa ke- 19. Kelahiran kebijakan tanah partikelir berkaitan dengan praktik penjualan tanah yang dilakukan oleh orang-orang Belanda dan peinilik tanah jabatan (apanage) kepada masyarakat swasta (partikeljr). Tanah yang dijual tersebut tersebar di tempat pedalaman, yaitu antara Batavia dan Bogor, tempat Banten, Karawang, Cirebon, Semarang, dan Surabaya.



Para peinilik tanah partikelir disebut tuan tanah. Mereka terdiri dan orang-orang Cina atau orang abnormal non-Eropa. Para tuan tanah segera mencari dan menguasai orang-orang yang sanggup dijadikan sebagai penggarap. Sesudah didapat, mereka memilih banyak sekali aturan, seperti:
  1. menarikdanunik hasil pguan secara eksklusif (biasanya 10% dan hasil pguan).
  2. menarikdanunik uang sewa rumah, bengkel, warung, dan
  3. mengerahkan penduduk untuk bekerja rodi.

Selain itu, para tuan tanah juga mengangkat pegawai adininistrasi, pengawas, dan pemungut pajak. Tujuan pengangkatan itu ialah untuk mengeksplorasi kekayaan yang terdapat pada tanah partikelir tersebut. Mereka mengusahakan banyak sekali tumbuhan yang berkarakter ekspor, menyerupai kopi, teh, dan cokiat. melaluiataubersamaini kondisi menyerupai ini. Kehidupan di tanah partikelir tidak tidak sama dengan penerapan perbudakan terhadap rakyat desa. Kepala desa dan bupati bukan menjadi pelindung dan pengayom rakyat, melainkan mereka sudah menjadi pegawai tuan tanah yang memeras penduduk secara habis-habisan. Mereka tidak sadar sudah menjadi alat bagi bangsa asing. Ketika pemerintah kolonial Belanda berada di bawah kepeinimpinan Van der Cappellen, sistem penjualan tanah partikelir dihentikan dan mulai berlaku semenjak tahun 1817.

Sistem pemungutan Pajak Tanah


Sistem pemungutan pajak tanah (landrent) dibentuk oleh Sir Thomas Stamford Raffles setelah kedaulatan pemerintah Inggris diakui oleh raja-raja di Nusantara. Sistem tersebut dibentuk dengan tujuan membuat suatu sistem Ekonomi yang bebas dan segala unsur paksaan. Sistem pajak tanah ini spesialuntuk diberlakukan di Pulau Jawa. Raffles menerapkan sistem pajak tanah dengan mencontoh kebijakan yang dijalankan oleh Lord Ininto di India. Alasannya, latar belakang sosial Ekonomi masyarakat Hindia Belanda hampir sama dengan di India. Ta mencontohkan corak kehidupan masyarakat yang agraris. Raffles menerka masyarakat akan praktis menjalankan politik yang dicanangkannya.
Pokok-pokok kebijakan sistem pajak tanah yakni sebagai diberikut.
  1. Segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa dihapuskan. Rakyat didiberi kebebasan memilih jenis tumbuhan yang akan ditanamnya.
  2. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai gantinya mereka dijadikan abdnegara negara yang bertanggung tanggapan kepada pemerintah.
  3. Pemerintah Inggris yakni peinilik tanah. Setiap petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa tanah inilik pemerintah. Setiap penyewa tanah diwajibkan untuk membayar pajak sebagai uang sewa.
Pokok-pokok kebijakan pemerintahan Raffles bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Adanya kebebasan Ekonomi pada pola tanam diperlukan membawa kegairahan bagi para petani. Hal ini disebabkan para petani bebas memilih jenis tanaman, waktu penanaman, dan kepada siapa ia akan menjual hasil pguanannya. Para petani tidak terbebani akan baik buruknya bakteri pguan. Mereka spesialuntuk meinikirkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pajak tanah. Semakin baik hasil pguan, semakin ulet para petani membayar sewa tanahnya. Kondisi ini sangat menguntungkan pemerintahan Inggris lantaran uang sewa tanah terus mengalir ke kasnya.

Pada kenyataannya, tujuan baik itu ternyata spesialuntuk harapan belaka. Sistem pajak tanah menemui kegagalan disebabkan oleh hal diberikut:
  1. tidak adanya santunan dan para bupati yang sudah dihapuskan hak-haknya sebagai pemungut pajak;
  2. sebagian besar masyarakat pedesaan belum mengenal sistem Ekonomi uang; dan
  3. adanya kesusahan dalam penentuan jumlah pajak bagi penyewa tanah.

Kegagalan ini menimbulkan Raffles berupaya mengevaluasi kebijakannya. Namun, pada dikala ia berusaha memperbaikinya, di Eropa sudah terjadi perubahan geopolitik yang menciptakannya meninggalkan wilayah Hindia Belanda.

Sesudah mendapatkan kembali kekuasaan atas wilayah Hindia Belanda dan Inggris, Belanda kembali dililit problem keuangan. Kesusahan keuangan yang dialaini tersebut disebabkan adanya pengeluaran biaya perang dalam menghadapi perlawanan rakyat di banyak sekali daerah, menyerupai Perang Diponegoro (1825—1830) dan Perang Paderi. Selain itu, pemerintah Belanda juga banyak mengeluarkan biaya untuk menghadapi pemberontakan Belgia yang ingin meinisahkan diri.

Pada tahun 1830 Pemerintah Belanda mengangkat Johguas van den Bosch sebagai Gubemur Jenderal Hindia Belanda yang baru. Ia diserahi kiprah menyelamatkan keuangan Belanda dengan cara menarikdanunik pemasukan sebanyak mungkin dan rakyatnya. Van den Bosch kemudian mengeluarkan gagasan yang populer dengan nama sistem tanam paksa (cultuurstelsel). Sistem tanam paksa ini diperlukan akan menggairahkan kembali situasi keuangan Belanda yang morat marit. melaluiataubersamaini sistem ini, pemerintah Belanda berharap sanggup mengumpulkan sejumlah tumbuhan yang akan ddistribusikan ke pamasukan Eropa atau Amenika. Dalam acara ini pihak pengusaha swasta akan dilibatkan dalam acara perdagangan dan pelayaran.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Post a Comment for "Kebijakan Ekonomi Pemerintah Kolonial Lengkap"