Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pemberontakan Pki Madiun Pada Kala Usaha Rakyat Dan Kedaulatan Ri

Pemberontakan PKI Madiun



Akibat Persetujuan Renville, Kabinet Ainir Syarifuddin jatuh sebab dianggap terlalu menguntungkan Belanda. Persetujuan Renville tidak menjamin secara tegas kedudukan dan kelangsungan hidup Republik Indonesia. Posisi Republik Indonesia bertambah susah, wilayah Republik Indonesia juga dikurangi lagi semakin sempit. Di tambah lagi dengan adanya blokade-blokade ekonomi yang dilancarkan secara ketat oleh Belanda. Maka pada tanggal 23 Januari 1948 ia menyerahkan mandatnya kepada presiden. Hatta sebagai pengganti Amir Syarifuddin sudah berhasil menyusun kabinetnya tanpa campur tangan golongan akup kin atau sosialis. Program Kabinet Hatta untuk melaksanakan Persetujuan Renville, melaksanakan rekonstruksi-rasionalisasi angkatan perang, dan pembangunan.

Masalah yang berafiliasi dengan Persetujuan Renville ditekankan kepada problem plebisit dan terkena kedudukan Republik Indonesia di dalam pemerintahan peralihan. Republik Indonesia beropini bahwa plebisit harus dilaksanakan pada daerah-daerah yang dipersengketakan. Untuk melaksanakan plebisit itulah maka pasukan TNT yang berada di kawasan pendudukan Belanda harus dihijrahkan ke kawasan Republik Indonesia dalam jangka waktu 21 han. Hijrahnya pasukan TNT ke kawasan Republik Indonesia sanggup menjadikan masalah-masalah sosial-ekonomis yang kompleks, yakni penumpukan tenaga insan di daerah-daerah yang relatif sempit dan minus.



Daerah Republik Tndonesia yang tersisa mencakup beberapa keresidenan di Jawa dan Sumatera. Pembiayaan terhadap sejumlah pasukan ialah beban berat yang harus dipikul oleh Pernenintah. Pemerintah tidak memiliki sumber penghasilan ekspor jawaban blokade yang ketat. Semeritara itu, Ainir Syarifuddin berbalik menjadi pemimpin oposisi terhadap Kabinet Hatta. Ta menyusun kekuatan di dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang mempersatukan tiruana golongan sosialis kini dari komunis. FDR berusaha memancing bentrokan fisik terhadap lawan-lawan politiknya, sehingga terjadi kerusuhan-kerusuhan, terutama di kawasan Surakarta. Mereka mengadakan pengancaman ekonomi dengan menghasut kaum buruh untuk melancarkan pemogokan di pabrik karung Delangu pada tanggal 5 Juli 1948. Pada ketika Front Demokrasi Rakyat melaksanakan ofensif, tampillah seorang peinimpin yang berpengalaman, yaitu Musso, seorang tokoh PKI dan zaman sebelum Perang Dunia II.

Musso sudah bermukim selama beberapa puluh tahun di Uni Soviet (sekarang Federasi Rusia) dan oleh pimpinan gerakan komunis internasional dikirim ke Indonesia untuk merebut pimpinan dan tangan kaum nasionalis. Sesuai dengan kiprah yang didiberikan kepadanya, Muso segera mengambil langkah-langkah untuk memperkuat organisasi dan membangkitkan kemampuan kaum komunis Indonesia. Ta membuatkan politik yang didiberi nama “Jalan Baru”. Sesuai dengan iman itu ia melaksanakan fusi antara Partai Sosialis, Partai Buruh, dan lain-lain menjadi PKT dan mengambil alih pimpinan PIT gres itu, dengan Ainir Syarifuddin sebagai pimpinan. PM menyerang Kabinet Hatta dan menuduh pimpinan nasional pada waktu itu seperti bersikap kompromistis terhadap musuh. Ta juga mengecam Persetujuan Renville, padahal arsiteknya yaitu Ainir Syarifuddin sendiri. Kesimpulan serangan itu yaitu PKI ingin menggantikan pimpinan nasional dengan orang-orangnya.

Kabinet Hatta selalipun menerima serangan dan kaum komunis tetap melaksanakan aktivitas rekonstruksi dan rasionalisasi. Tujuannya yaitu penghematan, perang inflasi, dan penyederhanaan dan penertiban organisasi angkatan perang. Diharapkan dengan adanya aktivitas rekonstruksi dan rasionalisasi, organisasi angkatan perang akan menjadi efektif dan efesien sesuai dengan tuntutan, dengan cara:
  1. Melepaskan para prajurit dengan sukarela untuk meninggalkan ketentaraan dan kembali kepada pekeijaan tiruanla.
  2. Mengembalikan 100 ribu orang laskar ke masyarakat dan menyerahkan penampungan kepada Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
Rasionalisasi ini menerima tantangan mahir dan kaum komunis, sebab menimpa sebagian besar pasukan bersenjatanya. Ternyata politik ofensif Muso tidak menggoyahkan Kabinet Hatta yang didukung oleh dua partai politik terbesar, yaitu PNT dan Masyuini serta beberapa organisasi perjaka yang tergabung dalam tubuh usaha seberang di bawah pimpinan Mr. Latuharhary.

Perperihalan politik semakin meningkat dengan adanya kejadian di Delangu Solo yang alhasil menjadi kejadian bersenjata di Surakarta antara pendukung FDR dan kelompok Tan Malaka yang tergabung dalam Gerakan Revolusi Rakyat (GRR), maupun dengan pasukan hijrah TNT. Insiden-insiden itu memang sudah direncanakan oleh PKI supaya kawasan Surakarta menjadi kacau. Sementara itu kawasan Madiun dijadikan basis gerilya.

Puncak gerakan PKT pada tanggal 18 September 1948 yaitu berdirinya Sovyet Republik Indonesia oleh tokoh-tokoh PKI. Tindakan ini secara faktual bertujuan meruntuhkan Republik Indonesia hasil Prokiamasi 17 Agustus 1945 yang menurut Pancasila untuk diganti dengan dasar negara komunis. Gerakan PKI ini terjadi pada ketika bangsa Indonesia sedang bergulat mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara dan tekanan kaum kolonialis Belanda yang masih tetap ingin menguasai Indonesia. Kaum pemberontak PKT melancarkan aksinya dan menguasai seluruh Keresidenan Madiun serta beberapa serpihan Keresidenan Pati. PM melaksanakan pembunuhan dan penculikan besar-bemasukan terhadap golongan-golongan yang dianggap musuh, menyerupai para pejabat pemerintah, perwira TNT, peinimpin-peinimpin partai, alim ulama, dan golongan-golongan lainnya. Kekejaman tindakan PKI ini mengundang amarah rakyat sehingga PKI tidak memperoleh derma rakyat.

Pemberontak PKT di Madiun mendorong Pemerintah Republik Indonesia bertindak tegas. Presiden Soekarno dalam suatu pidato mengajak rakyat untuk menentukan sikap, yaitu “memilih Soekarno-Hatta atau PKT-Musso”. Kemudian Presiden Soekarno memusatkan seluruh kekuasaan negara herada dalam tangannya, dan Panglima Besar Jenderal Sudirman memerintahkan

Kolonel Gatot Subroto, Panglima Divisi II Jawa Tengah serpihan Timur, dan Kolonel Sungkono (Panglima Divisi I Jawa Timur) untuk mengerahkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dan polisi dalam menghadapi gerakan pemberontakan PKL melaluiataubersamaini menolongan rakyat, pada tanggal 30 September 1948 Madiun berhasil direbut kembali oleh TNT. Pasukan pemberontak lan meninggalkan kota, demikian pula tokoh-tokohnya termasuk Muso. Dalam pelariannya Muso berhasil dicegat oleh Tentara Nasional Indonesia dan alhasil tewas tertembak. Selanjutnya, dilakukan operasi pemmembersihkanan di daerah-daerah lain, dan pada awal bulan Desember 1948 operasi itu ditetapkan selesai. Tetapi tokoh-tokoh komunis yang tertangkap belum sempat diadili, sebab pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melaksanakan agresi militernya yang kedua. Banyak tokoh PKI yang berhasil lolos dan tokoh-tokoh utamanya menyerupai Ainir Syarifuddin ditembak mati. melaluiataubersamaini ditumpasnya pemberontak PKI Madiun ini, Republik Indonesia berhasil disebamatkan dan bahaya kaum ekstrim yang berlandaskan ideologi komunis.
Sumber Pustaka: Erlangga

Post a Comment for "Pemberontakan Pki Madiun Pada Kala Usaha Rakyat Dan Kedaulatan Ri"