Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Lembaga Tertinggi Negara Republik Indonesia

Lembaga Tertinggi Negara Republik Indonesia


Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ialah forum negara tertinggi di Indonesia yang melaksanakan kedaulatan rakyat. melaluiataubersamaini kata lain kekuasaan tertinggi di Indonesia berada di tangan MPR. Sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, maka susunan keanggotaan MPR harus mencerminkan seluruh golongan dan lapisan masyarakat Indonesia. Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, anggota MPR terdiri dan anggota-anggota dewan perwakilan rakyat ditambah dengan utusan tempat dan utusan golongan. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dan daerah—daerah dan golongan-golongan, berdasarkan aturan yang diputuskan dengan undang-undang.”

Undang-undang yang mengatur pembentukan MPR ialah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969. Undang-undang mi kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975, dan kemudian diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985 dan terakhir diubah melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999.



Dalam Bab II Pasal 2, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999, ditegaskan bahwa:
  • MPR terdiri atas Anggota dewan perwakilan rakyat ditambah dengan:
  1. Utusan Daerah
  2. Utusan golongan
  • Jumlah anggota MPR ialah 700 orang dengan rincian:
  1. Anggota dewan perwakilan rakyat sebanyak 500 orang,
  2. Utusan tempat sebanyak 135 orang, yaitu 5 (lima) orang dan setiap Daerah Tingkat I,
  3. Utusan Golongan sebanyak 65 orang.
Sebagai penjelmaan dan seluruh rakyat Indonesia, tugas-tugas MPR yang secara tegas dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah
  1. menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan dan pada Haluan Negara (Pasal 3 Undang-Undang Dasar 1945),
  2. memilih Presiden dan Wapres (Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945), dan
  3. mengubah Undang-Undang Dasar (Pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945).
Selain dan keempat kiprah MPR yang dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu, Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1988 ihwal Peraturan Tata Tertib MPR yang terakhir kali diubah dengan Tap MPR No. I/MPR/ 1999, menyatakan bahwa kiprah MPR ialah sebagai diberikut.
  1. Membuat putusan-putusan yang tidak sanggup dibatalkan oleh Lembaga Negara yang lain, termasuk penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugãskan kepada Presiden/Mandatanis.
  2. Memdiberikan klarifikasi yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis
  3. Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
  4. Meminta pertanggungjawabanan Presiden/Mandataris terkena pelaksanaan GBHN dan menilai pertanggungjawabanan tersebut.
  5. Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/ Mandataris sungguh-sungguh sudah melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
  6. Mengubah Undang-Undang Dasar.
  7. Menetapkan Tata Tertib Majelis.
  8. Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dan dan oleh anggota.
  9. Mengambil/memdiberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.
Sesuai dengan hasil penelitian umum, maka berdasarkan Pasal I Tap MPR No. I/MPR/ 1999 ihwal perubahan kelima peraturan Tata Tertib MPR, susunan keanggotaan MPR dikelompokkan menjadi hal diberikut.
  1. Fraksi Majelis yang ialah pengelompokkan angota yang mencerminkan konfigurasi partai politik hasil pemilihan umum, TNI/Polri, dan utusan golongan.
  2. Fraksi Gabungan yang dibuat oleh dua atau lebih partai politik dengan jumlah minimal sepuluh orang anggota.
melaluiataubersamaini kata lain, setiap partai politik yang ikut dalam pemilu, apabila sudah memenuhi jumlah bunyi yang ditentukan, berhak membentuk fraksi di MPR. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, MPR memiliki alat-alat perlengkapan sebagai diberikut.

Pimpinan Majelis

Pimpinan majelis terdiri atas seorang.ketua dan beberapa wakil ketua yang mencerminkan fraksi-fraksi dalam MPR. Tugas pimpinan Majelis antara lain memimpin sidang-sidang, menyimpulkan hasil-hasil pembahasan sidang kepada PresidenjMandataris untuk dilaksanakan.

Badan Pekerfa Majelis

Badan Pekerja Majelis terdiri atas 5 orang anggota tetap dan 45 orang anggota pengganti, yang susunannya mencerminkan perimbangan jumlah anggota fraksi dalam majelis. Tugas Badan Pekerja Majelis antara lain mempersiapkan rancangan program dan rancangan putusan sidang umum atau sidang istimewa, memdiberi masukan dan rancangan putusan sidang umum atau sidang istimewa, memdiberi masukan dan pertimbangan kepada Pimpinan Majelis, menjelang pelaksanaan sidang, dan memmenolong Pimpinan Majelis dalam menjalankan tugas-tugas Majelis.

Komisi Majelis

Komisi Majelis ialah pengelompokan anggota Majelis, dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan program rapat sidang umum atau sidang istimewa. Tugas pokok Komisi Majelis ialah mengulas dan mengambil keputusan terkena hal-hal yang berkaitan dengan materi sidang.

Panitia Ad-Hoc Majelis

Panitia Ad-Hoc ialah suatu panitia dibuat oleh Majelis untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu apabila dibutuhkan dalam masa persidangan. Pimpinan Panitia Ad-Hoc maupun anggotanya diputuskan oleh Pimpinan Majelis, setelah mendapatkan masukan dan fraksi-fraksi Majelis.

Majelis Pennusyawaratan Rakyat (MPR) mengenal 7 jenis rapat.
  1. Rapat Paripuma Majelis.
  2. Rapat Pimpinan Majelis.
  3. Rapat Badan Pekerja Majelis
  4. Rapat Komisi Majelis.
  5. Rapat campuran pimpinan majelis, dengan pimpinan-pimpinan komisi/Panitia Ad-Hoc Majelis.
  6. Rapat Panitia Ad-Hoc Majelis.
  7. Rapat Fraksi Majelis.
Rentetan rapat-rapat paripuma majelis pada suatu masa tertentu disebut masa sidang. Sedangkan berdasarkan Pasal 2 (ayat 2) Undang-Undang Dasar 1945, MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Sidang Umum Majelis ialah sidang yang diadakan pada permulaan masa jabatan keanggotaan majelis.

Sidang Umum Majelis terdiri dan Sidang Umum Majelis Tahap I dan Sidang Umum Tahap II. Sidang Umum Majelis Tahap I ialah sidang yang diadakan pada permulaan masa jabatan keanggotaan Majelis. Sedangkan Sidang Umum Tahap II ialah sidang yang diadakan setelah Sidang Umum Tahap I. Di samping Sidang Umum, ada Sidang spesial yang diselenggarakan di luar penyelenggaraan Sidang Umum.

Dalam pengambilan putusan pada asasnya melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila cara musyawarah tidak berhasil, pengambilan putusan dilakukan berdasarkan bunyi terbanyak, melalui pemungutan bunyi Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :“Segala putusan Majelis Pennusyawaratan Rakyat diputuskan dengan bunyi terbanyak.” Walaupun Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tidak menguraikan secara rinci terkena apa yang dimaksud dengan “putusan MPR” tersebut, namun dalam Ketetapan MPR Nomor. I/MPR/1983 Pasal 98 ayat (1) disebutkan bahwa bentuk-bentuk putusan Majelis adalah
  1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan
  2. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Berdasarkan Pasal 98 ayat (2) Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983, yang dimaksud dengan Ketetapan MPR ialah putusan MPR yang memiliki kekuatan aturan mengikat keluar dan kedalam. Sedangkan Keputusan MPR ialah putusan MPR yang memiliki kekuatan aturan mengikat ke dalam MPR.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Post a Comment for "Lembaga Tertinggi Negara Republik Indonesia"