Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Landasan Aturan Pada Pemilihan Umum Di Indonesia

Landasan Hukum Pada Pemilihan Umum Di Indonesia


Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan: “Bahwa kedaulatan ialah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.” Kemudian dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa MPR terdiri dan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dan daerah-daerah dan golongan-golongan berdasarkan hukum yang diputuskan dengan undang-undang. Selain dan ke dua Pasal itu, di dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa; Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu tubuh bemama Majelis Pennusyawaratan Rakyat sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan pasal-pasal dan klarifikasi Undang-Undang Dasar 1945 itu, sanggup dipahami dengan terang bahwa pengisian wakil-wakil rakyat baik di MPR, DPR, maupun DPRD, hams berdasarkan hukum yang diputuskan Undang-Undang yaitu undang-undang wacana pemilihan umum.



Undang-Undang pemilihan umum pertama yang dikeluarkan oleh pemerintah ialah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953. melaluiataubersamaini demikian pemilihan umum dilaksanakan untuk menentukan anggota-anggota dewan perwakilan rakyat dan Senat dalam Pemilu tahun 1955, berdasarkan undang-undang Pemilu tersebut, beserta peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1954, yang didasarkan kepada UUDS 1950. Adapun pasal dalam UUDS 1950 yang ialah dasar bagi pembentukan Undang-Undang Pemilu ialah Pasal 57 UUDS 1950 yang berbunyi: “Anggota-anggota dewan perwakilan rakyat dipilih dalam suatu pemilihan umum oleh masyarakat Negara Indonesia yang memenuhi persyaratan dan berdasarkan aturan-aturan yang diputuskan dengan undang-undang “.

Pemilihan Umum Tahun 1953, diselenggarakan dalam dua tahap, yaitu
  1. tanggal 29 September 1955, menentukan anggota-anggota DPR;
  2. tanggal 15 Desember 1955 menentukan anggota-anggota Badan Konstituante.
Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 1953, tidak sanggup dipertahankan untuk pemilu-pemilu selanjutnya. Hal ini disebabkan undang-undang itu disusun berdasarkan UUDS 1950, yang menganut paharn demokrasi parlementer (Liberal). Sedangkan pemilu-pemilu selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, dan paham demokrasinya ialah Demokrasi Pancasila. Untuk melakukan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka pada tanggal 20 Juni 1966, MPRS mengadakan Sidang Umum IV. Dalam sidang umum itu MPRS berhasil merumuskan 24 buah ketetapan. Salah satu diantaranya yaitu Ketetapan Nomor XI/MPRS/ 1966 terkena Pemilihan Umum sebagai diberikut.
  1. Negara Indonesia ialah negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat (demokrasi) ibarat yang tercantum dalam asas pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Untuk melakukan kedaulatan rakyat itu diharapkan lembaga-lembaga permusyawaratan! perwakilan rakyat yang dibuat dengan pemilihan umum.
  3. Akibat belum dibentuknya lembaga-lembaga tersehut, melalui pemilihan umum, maka kehidupan demokrasi Indonesia belum berjalan secara wajar.
  4. Dalam rangka kembali pada pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Perlu segera dibuat lembaga-lembaga tersebut dengan cara pemilihan umum.
  5. Pemilihan umum bersifat langsung, umum, bebas dan diam-diam diselenggarakan dengan pemungutan bunyi selambat-lambatnya pada tanggal 5 Juli 1968.
  6. Undang-undang pemilihan umurn dan undang-undang wacana susunan dan kedudukan MPR,
dewan perwakilan rakyat dan DPRD sudah harus selesai selambat-lambatnya dalam jangka waktu enarn bulan semenjak tanggal penetapanketetapan ini. Menyikapi Ketetapan MPRS itu, ternyata Presiden dan DPRGR tidak berhasil menuntaskan undang-undang pemilu sempurna pada waktunya. OIeh lantaran itu, MPRS mengadakan Sidang Umum V, dan berhasil tetapkan 8 huah ketetapan. Salah satunya terkena pemilihan umum yaitu TAP MPRS No. XLII/MPRS/1966, wacana perubahan TAP MPRS No. XI/MPRS/1966 yang pada dasarnya sebagai diberikut:
  1. Pemilihan umum yang bersifat langsung, umum, bebas dan diam-diam diselenggarakan dengan pemungutan bunyi selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1971
  2. MPR hasil pemilihan umum pada bulan Maret 1973 bersidang untuk:
    (1) mernilih Presiden dan Wakil Presiden.
    (2) tetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
    (3) tetapkan Rencana Pola Pembangunan Lima Tahun.
  3. menugaskan kepada Presiden/Mändataris MPR untuk melakukan Ketetapan No. XLII! MPRS/1968.
Presiden dan DPRGR alhasil berhasil membuat undang-undang pemilihan umum yaitu Undang-Undang No.5 Tahun 1969 yang ditanhadirani oleh Presiden pada tanggal 17 Desember 1969. Bersamaan dengan itu, disahkan pula Undang-Undang No. 16 Tahun 1969 wacana susunan dan kedudukan MPR, dewan perwakilan rakyat dan DPRD.

Berdasarkan kedua undang-undang tersebut di atas, pemilihan umum dilaksanakan secara kondusif dan tertib pada tanggal 3. Juli 1971 yang diikuti oleh 9 partai politik dan Golongan Karya. Undang-Undang pemilihan umum (Undang-Undang No. 15 Tahun 1969) hingga kini sudah mengalami perubahan beberapa kali, yaitu:
  • Pada tanggal 24 November 1975 Undang-Undang No. 4 Tahun 1975 disahkan untuk mengganti undang-undang No.15 Tahun 1969. Bersamaan dengan itu disahkan pula Undang-Undang No.5 Tahun 1975 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969 wacana susunan dan kedudukan MPR, dewan perwakilan rakyat dan DPRD. Kemudian pada tanggal 27 Agustus 1975, disahkan pula Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 wacana Partai Politik dan Golongan Karya, yang sangat bersahabat hubungannya dengan pemilihan umum. Berdasarkan pada ketiga undang-undang tersebut, maka pada tanggal 2 Mei 1977 Pemilihan umum ketiga dilaksanakan, yang diikuti oleh dua Partai Politik dan Golongan Karya. Kedua partai politik itu ialah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil peleburan dari NU, PARMUSI, PSII, dan PERTI dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) hasil peleburan dan PNI, MURBA, PARKINDO, Partai Katholik, dan IPKI.
  • Pada tanggal 20 maret 1980 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980 disahkan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1975 wacana Pemilihan Umum. Kemudian pada tanggal 2 Mei 1982 sudah dilaksanakan Pemilihan Umum keempat di Indonesia. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1980 itu dikeluarkan berdasarkan TAP MPR No. IV/MPR/ 1978 wacana GBHN, TAP MPR No. VI/MPR/1978 wacana ratifikasi Penyatuan Timor Timur ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan TAP MPR No. VIII MPR!1978 wacana Pemilihan Umum.
  • Pada tanggal 7 Januari 1985 sudah disahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1985 sebagai pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 1980 wacana Pemilihan Umum. Bersamaan dengan itu sudah disahkanpula Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 wacana Susunan dan Kedudukan MPR, dewan perwakilan rakyat dan DPRD. Pada tanggal 23 April 1987, dilaksanakan Pemilihan Umum kelima di Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1985, dikeluarkan berdasarkan TAP MPR No. II!MPR/ 1983, wacana GBHN, dan TAP MPR No. III/MPR/1983 wacana Pemilihan Umum. Pada tanggal 9 Juni 1992, Pemilihan Umum keenam dilaksanakan, dengan tetap memakai Undang-Undang Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 1985.
  • Pada bulan Mei 1997, PemilihanUmum ketujuh dilaksanakan berdasarkan kepada Undang-Undang No. 1 Tahun 1985.
  • Pada bulan Juni tepatnya tanggal 7 Juni 1999, Pemilthan Umum kembali dilaksanakan. Tidak hingga satu tahun Presiden Soeharto memimpin, ia hams berhenti menjadi presiden. Atas desakan kekuatan politik yang ada ketika itu, maka MPR segera tetapkan agenda pemilihan umum secepatnya. Padahal secara konstitusional, jabatan presiden akan berakhir lima tahun yaitu tahun 2003. Maka untuk pertama kalinya Pemilihan Umum pasca orde gres dilaksanakan secara demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil pada tanggal 7 Juni 1999 dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1999.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Post a Comment for "Landasan Aturan Pada Pemilihan Umum Di Indonesia"