Perintah Kewajiban Dalam Mengurus Jenazah
Menyelenggarakan janazah atau memelihara janazah atau ngrukteni janazah ialah termasuk suatu ibadah yang menjadi wajib kifayah, artinya wajib dilaksanakan terselenggaranya pemeliharaan tersebut berdasarkan ketentuan-ketentuag Agama, supaya berhasillah maksud ibadah.
Apabila sudah dilaksanakan penyelenggaraan itu, maka terlepaslah kewajiban seluruh individu dalam masyarakat dan apabila terbengkalai suatu janazah atau mayit sehingga tidak dirukti berdasarkan ketentuan Agama Islam maka berdosalah masing-masing individu dalam masyarakat tersebut yang mengetahuinya.
Makara andaikata dalam suatu kampung ada orang meninggal, maka orang kampung yang mengetahui adanya kematian itu (terutama yang berdekatan) berkewajiban memelihara janazah tersebut berdasarkan ketentuan Agama Islam, jikalau yang meninggal itu beragama Islam.
Apabila yang meninggal bukan beragama Islam boleh dipelihara secara Agamanya sendiri, berdasarkan keyakinan agamanya. Di Indonesia setiap kampung ada petugas Agama yang selain tugas-tugas Agama yang biasa dilakukan juga dalam hal ini memiliki beban untuk memimpin pelaksanaan penyelenggaraan janazah tersebut.
Petugas itu di masing-masing kawasan tidak sama-beda namanya, ada yang disebut Modin, Lebai, Kaum, Kayirn, Amil dan sebagainya, tetapi memiliki type yang sama yaitu dianggap oleh masyarakat kampung sebagai penanggungjawaban penyelenggaraan urusan-urusan Agama terma-suk urusan penyelenggaraan janazah.
Pandangan bahwa yang berkewajiban memelihara janazah spesialuntuklah modin saja perlu ditinjau kembali diadaptasi dengan tuntunan yang sebenarnya. Sebenarnya penyelenggaraan pemeli-haraan janazah bukan semata-mata kiprah modin tok, tetapi kewajiban umat Islam dimana modin dianggap sebagai pelopornya, bahkan semestinya modin tidak spesialuntuk memelopori dalam hal ini saja, tetapi juga dalam soal-soal keagamaan yang lainnya.
Sebaliknya dalam penyelenggaraan janazah ini oleh lantaran menjadi kewajiban masyarakat maka tidakboleh hingga suatu orang beragama Islam terbengkalai alasannya ialah modin sedang bepergian atau berhalangan hadir, melainkan sekalipun modin berhalangan hadir tetap sanggup diselenggarakan janazah itu secara sebaik-baiknya. Demikian pula hendaknya diselenggara-kannya tugas-tugas keagamaan yang lain.
Suatu hal yang baik sekali apabila setiap kampung di Indonesia ini ada suatu tubuh khusus yang mengurusi soal-soal semacam ini, sehingga di samping mempeenteng kiprah modin, juga terselenggara kewajiban-kewajiban Agama dengan sebaik-baiknya. Mutu modin perlu dipertingkatkan sehingga nama baik Agama Islam yang suci murni itu kembali pada proporsi yang sebenarnya. Agama bukanlah adat, tetapi Agama tidak menentang budbahasa selama budbahasa itu tidak berperihalan dengan prinsip-prinsip Agama.
Adat yang sesuai dengan Agama sanggup diperkuat dengan Agama, bahkan kita berharap supaya supaya budbahasa istiadat kita ialah budbahasa istiadat yang berdasar dan berjiwa Agama. Dalam hal ini apa yang kita lihat di Indonesia (tanah Jawa dan Jawa Tengah khususnya), pelaksanaan kiprah modin yang ada kini masih kurang mencerminkan modin sebagai petugas Agama, tetapi lebih cenderung kepada modin sebaikai pengurus kampung dan modin sebagai petugas adat.
Apa yang kami kemukakan di atas sekali-kali tidak kami maksudkan untuk merendahkan modin dan nama baiknya, justru saya maksudkan untuk meningkatkan dan mengangkat derajat dan nilai modin sendiri, alasannya ialah hal ini erat sekali hubungannya dengan nama baik Agama Islam dan mengubah pandangan masyarakat supaya menerapkan pandangannya terhadap Agama Islam berdasarkan pandangan yang benar.
Maka dari itu menjadi kewajiban umat beragama Islam setempat untuk tidakboleh membiarkan pandangannya terhadap kedudukan modin selaku petugas agama sedemikian terusmenerus, melainkan hendaknya diusahakan dinamika Agama Islam itu berjalan sedemikian rupa sehingga sanggup menyumbangkan dan membawa umat ber-Tuhan itu melaksanakan titah-titah Agama dengan sebaik-baiknya. Hal ini kami pandang sangat penting sekali untuk menghadapi masyarakat Indonesia yang kita cita-citakan, dimasa menhadir.
Apabila ada seorang Islam yang meninggal dunia (mati) maka wajib atas umat Islam setempat, contohnya meninggal dizah suatu kampung maka wajib atas umat Islam di kampung itu melaksanakan empat perkara terhadap janazah tersebut, ialah:
1. Memandikan janazah.
2. Membungkus janazah.
3. Menyalatkan janazah.
4. Menguburkan janazah.
Sebelum menguraikan empat pokok duduk perkara yang wajib kita laksanakan terhadap janazah orang Islam ini baik kiranya diperhatikan beberapa hal tersebut di bawah ini:
1. Sakit dan mati ialah taqdir Allah yang wajib diterima oleh insan dengan tabah dan tawakal.
2. Kita wajib menjaga supaya kesehatan selalu terjamin dan berobat di kala sakit berdasarkan cara-cara yang diperbolehan Agama.
3. Orang yang menderita sakit payah, hendaknya lebih bertambah-tambah persangkaan baik terhadap Allah, memohon ampun dan bertawakal kepadaNya.
4. Dianjurkan kita menjenguk orang sakit, baik saudara, famili, tetangga dan mitra serta handaistaulannya. Dalam menjenguk orang sakit, hendaknya lebih banyak menentramkan hati orang yang kita jenguk.
5. Orang sakit payah yang sudah mendekati naza` sakarotil maut dan sudah hampir ajalnya, hendaknya selalu ditunggu. Orang yang. menunggu dan sekitarnya tidakboleh membuat gaduh dan mengganggu orang yang menghadapi sakarotil maut tersebut.
6. Hendaknya yang menunggu selalu berusaha menuntuni orang yang menghadapi sakarotil maut untuk membaca dan mengucapkan kalimat thoyibah, yaitu: Laailaaha illallooh.
7. Segera setelah kita yakini bahwa orang yang kita tunggu itu sudah menghembuskan nafasnya yang penghabisan, kita mengucapkan : Innaalillaahi wainnaailaihi rooji'uun, yang artinya: Sesungguhnya kita kepunyaan Allah, dan sesungguhnya kita kembali kepadaNya. Bacaan ini baik juga diucapkan oleh seseorang yang terkena musibah. Bacaan ini hendaknya diucapkan juga oleh orang yarig mendengar kematian seseorang.
8. Mayat seseorang yang gres saja meninggal dunia, hendaknya dipejamkan kedua matanya, dikatupkan mulutnya kalau perlu dagunya kita ikat dengan kain yang agak kendor untuk menjaga supaya mulutnya tidakboleh ternganga, kedua tangannya kita sedakapkan.
9. Hendaklah seluruh badannya ditutup dengan kain panjang sebagai penghormatari kepadanya dan supaya tidak terbuka auratnya.
10. Tidak ada halangan untuk mencium mayat, bagi keluarganya atau sobat dekat-teman dekatnya yang sangat akung dan penuh sedih dengan meninggalnya orang yang diakungi itu.
11. Dalam menunggu dan menghadapi jenazah hendaknya selalu disebut kebaikan-kebaikannya, tidakboleh sekali-kali menyebut kesalahan-kesalahannya. Hendaknya mendo`akan yang baik-baik baginya, tidakboleh mendo`akan yang buruk baginya.
12. Keluarga yang ditinggalkan hendaknya menghadapi mushi-bah kematian ini dengan tabah dan iman yang penuh. Menangis biasa diperbolehkan, tetapi hingga memukul-mukul, merobek-robek pakaian, merusak, meratap-ratap yang tidak karuan, apalagi menampakkan penyesalan, dilarang.
13. Dianjurkan kita melawat atau ta`ziyah kepada keluarga mayit, dalam tiga hari setelah meninggal dunia. Yang lebih baik kalau dilakukan sebelum penguburan, syukur ikut memelihara janazah dan mengantarkannya hingga dimakamkan.
14. Dalam melawat atau ta`ziyah itu hendaknya ikut serta menganjurkan jago jenazah supaya sabar, tidakboleh tambah keluh-kesah, ikut mendo`akan supaya jenazah menerima ampunan, dan supaya malapetaka jago jenazah diganti dengan kebaikan.
15. Para kaum kerabat, tetangga, sobat dekat, handai taulan dan famili, hendaknya ikut meentengkan beban keluarga dengan semisal memdiberi menolongan apa yang dianggap perlu dan penting, menyelenggarakan makanan keluarga pada hari itu, alasannya ialah keluarga sedang dalam abadiutan belum sempat mengurus makanan mereka sendiri.
Sumber Pustaka: PT. AL Ma'arif
Post a Comment for "Perintah Kewajiban Dalam Mengurus Jenazah"