Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Standar Hidup Yang Rendah Di Negara Berkembang

Standar Hidup Yang Rendah Di Negara Berkembang


Pada hampir tiruana negara berkembang, standar hidup (levels of living) dan sebagian besan penduduknya sangat rendah. Sebutan rendah itu bukan spesialuntuk dalam pengertian global, yakni apabila dibandingkan dengan standar hidup orang-orang di negara kaya, namun juga di dalam pengertian domestik, yakni bila dibandingkan dengan gaya hidup golongan elit di negara mereka sendiri. Standar hidup yang rendah tersebut diwujudkan dalam bentuk jumlah pendapatan yang sedikit, perumahan yang kurang Iayak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim, atau bahkan tidak ada sama sekali, angka selesai hidup bayi yang tinggi, impian hidup yang sangat singkat, dan peluang mendapat pekerjaan yang sangat rendah.

GNP itu sendiri ialah indikator atas besar-kecilnya acara perekonomian secara keseluruhan. GNP ialah nilai moneter (dalam satuan uang) atas segenap kegiatan ekonomi yang dimiliki oleh penduduk suatu negara. Seperti yang sanggup kalian lihat dalam grafik diberikut mi, Indonesia menempati posisi terendah.


Tingkat Pertumbuhan Relatif Pendapatan Nasional dan Pendapatan per-Kapita

Di samping tingkat pertumbuhan pendapatan per kapitanya yang begitu rendah, pertumbuhan pendapatan nasional (GNP) di banyak negara-negara berkembang (atau yang lebih dikenal dengan istilah Negara-negara Dunia Ketiga) lebih rendah daripada yang dicapai oleh negara-negara maju. Negara-negara Dunia Ketiga mi pada umumnya mengalami kemerosotan pertumbuhan ekonomi yang cukup tajam selama periode 1980-an. Selama decade 1980-an dan awal dekade 1990-an, kesentidakboleh pendapatan (income gap) antara negara kaya dan Negara miskin semakin melebar dalam kecepatan yang sangat tinggi.

Distribusi Pendapatan Nasional

Terus melebarnya kesentidakboleh tingkat pendapatan per kapita antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin bukanlah ialah satu-satunya wujud melebarnya perbedaan ekonomi antara kelompok Negara-negara kaya dan miskin. Hal penting yang harus diketahui ialah bahwa tingkat pendapatan dan tiruana negara memang tidak sama. Sampai batas tertentu, selalu terdapat kesentidakboleh pendapatan (income inequality). Antara orang kaya dan miskin di tiruana negara, Indonesia, negara berkem- baik negara-negara maju maupun negara-negara bern tungkan din pada sektor kembang niscaya terdapat perbedaan atau kesentidakboleh mengapa kita masih juga pendapatan. Hanya saja, ketimpangan di negara-negara berkembang ternyata jauh lebih parah atau lebih besar daripada yang ada di negara-negara maju.

Tingkat Kemiskinan

Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung pada dua faktor utama, yakni tingkat (1) endapatan nasional rata-rata, dan (2) lebar sempitnya kesentidakboleh dalam sumbangan pendapatan. Jelas, bahwa setinggi apa pun tingkat pendapatan nasional per kapita yang dicapai oleh suatu negara, selama sumbangan pendapatan tidak merata, maka tingkat kemiskinan di Negara tersebut niscaya akan tetap parah. Demikian pula sebaliknya, semerata apa pun distribusi pendapatan di suatu negara, jikalau tingkat pendapatan nasional ratar atanya tidak mengalami perbaikan, maka kemelaratan juga akan semakin luas.

Kesehatan

Selain harus membanting tulang untuk mendapat penghasilan yang tidak seberapa, banyak penduduk di negara-negara Dunia Ketiga yang masih harus berjuang melawan belum sempurnanya gizi dan hama penyakit. Tidak sedikit yang kemudian terpaksa menyerah, mati lantaran penyakit atau malnutrisi (belum sempurnanya gizi). Meskipun kondisi kesehatan di banyak negara berkembang sudah mengalami perbaikan berarti semenjak tahun 1960, namun pada kenyataannya, pada tahun 1998 rata-rata usia impian hidup di Negara-negara yang paling kurang pandai di dunia spesialuntuk mencapai 48 tahun; bandingkan dengan usia 63 tahun di negara-negara Dunia Ketiga lainnya, dan usia 75 tahun di negara-negara Gambar 2.7 Kemiskinan di negara-negara maju.

Tingkat selesai hidup bayi (infant yang tampak di Bangladesh mi adaLah gejat mortality rates), yakni jumlah anak yang mati sebelum berusia 1 tahun untuk setiap 1000 kelahiran, di negara-negara yang paling kurang pandai rata-rata mencapai 96; sedangkan di banyak negara berkembang lainnya mencapai 64, dan 8 di negara-negara maju. Pada pertengahan tahun 1970-an, lebih dan satu milyar penduduk atau hampir 50 persen penduduk negara-negara Dunia Ketiga (tidak termasuk Gina) menderita belum sempurnanya gizi.

Sepertiga dan jumlah tersebut terdiri dan belum dewasa berusia di bawah dua tahun. Mereka ialah penduduk dan negara-negara termiskin dengan tingkat pendapatan yang paling rendah. Pada masa 1990-an keadaan mi bahkan terus memburuk, terutama sekali di tempat Afrika sub Sahara. Para penduduk di tempat mi bahkan sering tidak mempunyai sesuatu sekedar untuk mengganjal perut.

Wabah kelaparan sudah melanda Afrika sampai berlarut-larut. Di Asia dan Afrika, lebih dan 60 persen penduduknya tidak bisa memenuhi kebutuhan kalori minimum yang diharapkan untuk hidup sehat. Diperkirakan bahwa belum sempurnanya kalori tersebut bergotong-royong bisa ditutup spesialuntuk dengan 2 persen total produksi padi-padian dunia. Hal mi berperihalan dengan pendapat umum yang menyatakan bahwa belum sempurnanya gizi diakibarkan oleh terbatasnya produksi materi pangan dunia. Jadi, bergotong-royong yang menjadi penyebab timbulnya kelaparan dan belum sempurnanya gizi bukanlah keterbatasan, roduksi materi pangan, melainkan ketimpangan penyaluran materi pangan sedunia. Secara umum sanggup dikatakan bahwa dilema belum sempurnanya gizi dan uruknya kondisi kesehatan di negara-negara berkembang lebih disebabkan oleh kemiskinan, dan bukannya oleh kelangkaan produksi makanan, walaupun kedua raktor tersebut secara tidak eksklusif berkaitan.

Pendidikan

Di sebagian besar negara-negara Dunia Ketiga, penyediaan kemudahan pendidikan dasar menjadi prioritas utama. Namun demikian, anggaran pengeluaran pemerintah masih belum sepenuhnya diprioritaskan pada sektor mi. Walaupun umlah penduduk usia sekolah yang sudah menikmati pendidikan sudah banyak meningkat, namun tingkat buta abjad masih sangat tinggi, apalagi jikalau dibandingkan dengan yang ada di negara-negara maju. Sebagai contoh, di antara negara-negara yang paling terbelakang, tingkat melek abjad (kebalikan dan tingkat buta huruf) rata-rata spesialuntuk mencapai 45 persen dan jumlah penduduk (itu artinya tingkat buta hurufnya masih berkisar 55 persen).

Untuk Negara-negara Dunia Ketiga lainnya yang relatif sudah berkembang, tingkat melek hurufnya 64 persen. Sedangkan angka untuk negara-negara maju sudah mencapai 99 persen. Dewasa mi, di aneka macam penjuru negara-negara Dunia Ketiga, diperkirakan lebih dan 300 juta belum dewasa terpaksa keluar (dropped out) dan dingklik sekolah: dasar dan menengah, lantaran aneka macam alasan. Selain itu, sekitar 842 juta penduduk negara-negara Dunia Ketiga berusia cukup umur masih buta huruf, dan 60 persen di antaranya ialah wanita. Hal lain yang patut dicatat ialah mateni-materi pendidikan yang didiberikan kepada belum dewasa itu pun acapkali kurang berafiliasi dengan kebutuhan pembangunan nasional.

Sumber Pustaka: Erlangga

Post a Comment for "Standar Hidup Yang Rendah Di Negara Berkembang"