Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sistem Besaran Satuan Dan Pengukuran

Fisika yakni ilmu pengetahuan yang didasarkan atas percobaan. Percobaan memerlukan pengukuran, dan untuk menandakan hasil pengukuran biasanya dipakai angka atau bilangan. Misalnya, dalam suatu percobaan di laboratorium diperoleh hasil pengukuran panjang tali 5 meter, suhu air 10°C, dan volum alkohol 3 cm3. 

Dalam fisika, panjang, suhu, dan volum ini dikenal dengan istilah bemasukan. Jadi, bemasukan yakni sesuatu yang sanggup diukur dan alhasil selalu sanggup ditetapkan dengan angka. Perhatikan bahwa keimanan, sopan santun, dan kejujuran tidak termasuk bemasukan alasannya yakni tidak sanggup diukur serta tidak sanggup ditetapkan dengan angka. Pada ketika mengukur bemasukan, kita sesungguhnya membandingkan antara bemasukan yang diukur dengan bemasukan homogen yang dipakai sebagai patokan. 

Panjang tali 5 meter, artinya tali tersebut panjangnya 5 kali panjang mistar yang panjangnya 1 meter. Dalam hal ini, angka 5 menyatakan nilai dari bemasukan panjang, sedangkan meter menyatakan satuan dari bemasukan panjang. Perlu diketahui bahwa tidak tiruana besarod fisika selalu mempunyai satuan. bemasukan fisika yang tidak mempunyai satuan antara lain, indeks bias, koefisien gesekan, dan massa jenis relative.

Sekarang kita akan mempelajari beberapa alat yang dipakai untuk mengukur bemasukan panjang,massa,waktu dan berpengaruh arus.

1. Mengukur Panjang  
a. Mistar
Untuk mengukur panjang benda biasanya dipakai mistar atau penggaris. Terdapat beberapa jenis mistar sesuai dengan skalanya. Mistar yang skala terkecilnya 1 mm disebut mistar berskala mm, sedangkan mistar yang skala terkecilnya 1 cm disebut mistar berskala cm. Mistar yang biasa dipakai yakni mistar berskala mm (Gambar 2.2). Satu skala terkecil mistar ini yakni 1 mm atau 0,1 cm. Oleh alasannya yakni itu, ketelitian mistar berskala mm yakni 1 mm atau 0,1 cm. 

Ketika mengukur panjang dengan memakai mistar, posisi mata hendaknya berada pada daerah yang tepat, yaitu terletak pada garis yang tegak lurus mistar. Garis ini ditarik dari titik yang diukur (Gambar 2.3). Jika posisi mata berada di luar garis tersebut, panjang benda yang diukur akan terbaca lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sebenarnya. 

Akibatnya, pengukuran menjadi kurang teliti dan terjadilah kesalahan pengukuran. Kesalahan semacam ini dikenal dengan istilah kesalahan paralaks. Pada Gambar 2.3, jikalau posisi mata di (a) panjang benda akan terbaca 8,2 cm, sedangkan jikalau posisi mata di (c) panjang benda akan terbaca 8,4 cm. 

b. Jangka Sorong Untuk mengukur panjang dengan ketelitian 0,1 mm dipakai jangka sorong (Gambar 2.4). Jangka sorong terdiri dari dua pasang rahang. Pasangan rahang pertama dipakai untuk mengukur diameter dalam, sedangkan pasangan rahang yang kedua dipakai untuk mengukur diameter luar. Dari pasangan rahang ini terdapat rahang yang tidak sanggup bergerak (disebut rahang tetap), dan ada rahang yang sanggup digeser (disebut rahang geser). 

Pada rahang tetap terdapat skala utama dalam satuan cm dan mm. Pada rahang geser terdapat skala pendek yang terbagi menjadi 10 bab yang sama. Skala: ini disebut nonius atau vernier. Panjang 10 skala nonius yakni 9 mm, sehingga panjang 1 skala nonius yakni 0,9 mm.Jadi, selisih antara skala nonius dan skala utama yakni 0,1 mm. Ketika rahang ditutup, panjang benda yang diukur yakni nol. Dalam hal ini angka nol pada skala utama diberimpit dengan angka nol pada skala nonius (Gambar 2.4b). 

Ditinjau dari cara membaca skala, ada 2 tipe jangka sorong, analog dan digital. Penggunaan jangka sorong analog memerlukan ketelitian pengamatan skala untuk memilih panjang benda yang diukur. Sebaliknya, pada jangka sorong digital ukuran benda yang diamati akan pribadi terlihat di layar LCD. Dalam hal carapengukuran, penerapan jangka sorong arfalog dan jangka sorong digital tidak tidak sama. Dalam Gambar 2.5 diperlihatkan penerapan jangka sorong untuk mengukur aneka macam bentuk benda. Arnatilah dengan cermat! 

Pembemasukan skala nonius dan skala utama sebuah jangka sorong diperlihatkan dalam Gambar 2.6 Angka nol pada skala nonius terletak antara 4,2 cm dan 4,3 cm. Skala nonius yang keempat diberimpit dengan salah satu skala utama. Mulai dari skala keempat ini ke kiri, selisih antara skala utama dengan skala nonius bertambah 0,1 mm atau 0,01 cm setiap melewati satu skala. Karena terdapat empat skala, maka selisih antara skala utama dengan skala nonius yakni 0,4 mm atau 0,04 cm. melaluiataubersamaini demilcian, panjang benda yang diukur. yakni 4,2 cm + 0,04 cm = 4,24 cm.

c. Mikrometer Sekrup
Untuk mengukur benda-benda yang sangat kecil hingga ketelitian 0,01 mm atau 0,001 cm dipakai mikrometer sekrup (Gambar 2.7). Bagian utama mikrometer sekrup yakni sebuah poros berulir yang dipasang pada silinder pemutar yang disebut bidal. Pada ujung silinder pemutar ini terdapat garis-garis skala yang membagi 50 bab yang sama. 

Jika bidal digerakkan satu putaran penuh, maka poros akan maju (atau mundur) 0,5 mm. Karena silinder pemutar mempunyai 50 skala di sekelilingnya, maka kalau silinder pemutar bergerak satu skala, poros akan bergeser sebesar 0,5 mm/50 = 0,01 mm atau 0,001 cm. Mikrometer sekrup pada Gambar 2.7(a) menghasilkan pembacaan 13,43 mm.. Pembacaan ini berasal dari 13,00 mm pada skala utama ditambah 0,43 mm pada skala bidal. 

Pada ketika mengukur panjang benda dengan mikrometer sekrup, bidal diputar sehingga benda sanggup diletakkan di antara landasan dan poros. Ketika poros hampir menyentuh benda, pemutaran dilakukan dengan memakai roda bergigi biar poros tidak menekan benda. melaluiataubersamaini memutar roda bergigi ini putaran akan berhenti segera setelah poros menyentuh benda. Jika poros hingga menekan benda, pengukuran menjadi tidak teliti. 

Seperti halnya jangka sorong, mikrometer sekrup terbagi dalam 2 tipe, analog (Gambar 2.7b) dan digital (Gambar 2.7c). Selain tidak sama dalam hal kegampangan pembacaan skala, kedua tipe mikrometer tesebut sama dalam hal penerapannya. Dalam Gambar 2.8 diperlihatkan pengukuran diameter memakai mikrometer. 

2. Mengukur Massa
Massa benda diukur dengan memakai neraca. Terdapat beberapa jenis neraca. Jenis neraca yang sering dipakai yakni neraca yang mempunyai tiga lengan berskala yang dilengkapi dengan beban geser (Gambar 2.9). 

 Fisika yakni ilmu pengetahuan yang didasarkan atas percobaan Sistem Bemasukan Satuan dan Pengukuran

Lengan paling belakang mempunyai skala 0 g-200 g dengan skala terkecil 100 g. Lengan di depannya mempunyai skala 0 g-1 00 g dengan skala terkecil 10 g, dan lengan paling depan mempunyai skala 0 g-1 g, dengan skala terkecil 0,1. Benda yang akan diukur massanya diletakkan pada pienteng. Untuk mengetahui massa benda, beban pada ketiga lengan diatur sehingga terjadi kesetimbangan. Massa benda yang diukur sama dengan jumlah massa yang ditunjukkan pada beban geser. 

Di samping neraca sebagaimana diuraikan di atas, di laboratorium modern sudah dilengkapi dengan neraca digital. Dibandingkan dengan neraca tiga lengan, neraca digital mempunyai kepekaan (sensitivitas) yang lebih baik. Artinya, neraca digital sangat peka terhadap perubahan massa yang diukur. Oleh alasannya yakni itu, pengukuran massa benda dengan neraca digital sanggup dilakukan dengan gampang. 

3. Mengukur Waktu
Waktu sanggup diukur dengan jam atau arloji serta stopwatch. Terdapat beberapa jenis stopwatch. Ada stopwatch yang mempunyai satu tombol, yaitu untuk menjalankan, menghentikan, serta mengembalikan jarum ke titik nol (Gambar 2.10). Ada pula stopwatch yang mempunyai dua atau tiga tombol. Pada ketika juga terdapat stopwatch digital (Gambar 2.11) yang memungkinkan pengukuran waktu dilakukan dengan gampang.

4. Mengukur Kuat Arus

Untuk mengukur berpengaruh arus dipakai amperemeter atau multimeter. Pada amperemeter analog, nilai berpengaruh arus sanggup dibaca pada skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk (Gambar 2.12a). Dalam penerapannya, amperemeter dipasang secara seri dengan rangkaian. Ini berarti kita harus memotong kawat rangkaian untuk membuat kekerabatan ke ujung-ujung terminal amperemeter (Gambar 2.13). 




Daftar Pustaka: Yudhistira

Post a Comment for "Sistem Besaran Satuan Dan Pengukuran"