Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perkembangan Birokrasi Dan Kemiliteran Pasca Kemerdekaan

Sehari sehabis proklamasi kemerdekaan, mulai tanggal 18 Agustus 1945, PPKI sebagai satu-satunya forum negara mengadakan beberapa sidang untuk membentuk alat-alat kelengkapan negara. Dalam sidang PPKI pertama vang berlangsung hari itu, sudah berhasil diputuskan tiga keputusan penting, yaitu sebagai diberikut:

1. Kebijakan Birokrasi

a. Menetapkan dan mengesahkan UUD Negara.
b. Memilih dan menetapkan Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
c. Akan membentuk Badan Komite Nasional sebagai Badan Pemmenolong Presiden (Pemerintah) sebelum MPR dan dewan perwakilan rakyat terbentuk.

Sidang PPKI itu sebetulnya sebagai kelanjutan dari sidang PPKI yang berlangsung pada tanggal 10-16 Juli 1945. Dalam sidang tanggal 10-16 Juli itu yang dibahas antara lain duduk kasus Rancangan Undang-Undang Dasar.

Itulah sebabnya dalam sidang tanggal 19 Agustus 1945, sidang menyepakati beberapa perubahan antara lain terkena sila pertama yang sebelumnya berbunyi: "Berdasarkan kepada ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya berdasarkan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab" , diubah menjadi "Berdasarican kepada Ketuhanan Yang Maha Esa" . Selain itu, Bab II pasal 6 UUD yang sebelumnya berbunyi: "Presiden ialah orang Indonesia orisinil dan beragama Islam", diubah menjadi orang Indonesia asli.

Secara aklamasi perubahan itu diterima. Rancangan UUD itu kemudian diputuskan sebagai UUD Negara Republik Indonesia. Sidang PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945 mengambil keputusan membentuk Komite Nasional Indonesia. 

Komite Nasional Indonesia ialah tubuh yang akan berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat sebelum diadakan pemilu. Komite Nasional Indonesia dibentuk, baik di sentra maupun di daerah-daerah pada tanggal 25 Agustus 1945. Sedangkan, susunan Pengurus KNIP ialah sebagai diberikut: Ketua Umum, Mr. Kasman Singodemijo; Sekretaris, Soewirjo; Ketua I, Mas Soetardjo; Ketua II, Mr. Latuharhary; Ketua III, Adam Malik.

Selain membentuk pengurus KNIP, pada tanggal 2 September 1945 PPKI membentuk departemen dan susunan menteri-menterinya. Ketetapan itu berdasarkan hasil kerja Panitia Kecil yang sudah ditunjuk oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19 Agustus 1945 dengan ketuanya Mr.Achmad Soebardjo.

Pada hari itu diangkat pula Mr. Dr. Koesumah Atmadja sebagai Ketua MA, Mr. Gatot Tarunamihardja sebagai Jaksa Agung, Mr. A. G. Pringgodigdo sebagai Sekretaris Negara, dan Soekardjo Wiryopranoto sebagai Juru Bicara Negara. Selain itu, PPKI juga menetapkan derma Wilaijah Republik Indonesia dalam 8 provinsi, masing-masing dengan gubernurnya.

2. Kebijakan Militer

Dua keputusan lain yang diambil dalam sidang PPKI tanggal 22 Agutus 1945, yaitu penetapan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai partai tunggal dan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR).

a. Pembentukan BKR

Rencana penetapan PNI sebagai partai tunggal kemudian dibatalkan, sedangkan BKR dibuat sehabis resmi diumumkan oleh Presiden dalam pidatonya pada tanggal 23 Agustus 1945. Dalam pidatonya itu, Presiden menganjurkan semoga para perjaka bekas PETA, Heiho, KNIL, dan lain-lain yang sudah mempunyai keterampilan militer semoga bergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Presiden juga menegaskan bahwa BKR tidak spesialuntuk dibuat di pusat, tetapi juga di daerah-daerah. Badan itu akan berfungsi sebagai Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPICKP) yang ialah induk organisasi-organisasi pemeliharaan keselamatan rakyat.

Pengumuman Presiden terkena pembentukan BKR, pada mulanya menerima sambutan hangat dari para pemuda. Para perjaka bekas anggota Peta Jakarta kemudian setuju membentuk BKR Pusat. Ketua terpilih untuk BKR Pusat ialah Mr. Kasman Singodimedjo (bekas daidancho Jakarta). Akan tetapi, lantaran ia diangkat menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), maka kedudukannya diganti oleh Kafrawi (bekas daidancho Sukabumi).

Dibentuknya BKR oleh pemerintah berdasarkan pertimbangan politik. Pada waktu itu pemerintah beropini bahwa belum waktunya membentuk tentara nasional, lantaran akan mengundang reaksi dari tentara Sekutu dan Jepang yang masih berada di Indonesia. Pemerintah khawatir Indonesia belum mampu menghadapi tentara absurd tersebut.

satunya forum negara mengadakan beberapa sidang untuk membentuk alat Perkembangan Birokrasi dan Kemiliteran Pasca Kemerdekaan

Kebijaksanaan pemerintah itu menjadikan kekecewaan para perjaka yang menginginkan dibentuknya tentara nasional yang lebih menjamin keamanan bangsa dan negara. Mereka kemudian membentuk badan-badan usaha atau laskar-laskar bersenjata yang tergabung dalam suatu komite yang disebut Komite van Aksi. Mereka itu antara lain Adam Malik, Soekarni, Chaerul Saleh, dan M. Nitimihardjo yang bermarkas di Jalan Menteng 31 Jakarta.

Laskar-laskar perjaka yang bergabung dalam Komite van Aksi antara lair-Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Rakyat Indonesia (BARA), Barisan Buruh Indonesia, Barisan Benteng (BB), Pemuda Indonesia Maluku (PIM), dan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS).

Kemudian, ada juga badan-badan usaha yang bersifat khusus, menyerupai Tentara Pelajar (TP), Tentara Ganie Pelajar (TGP), dan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Selain itu, masih terdapat pula barisan perjaka lainnya, menyerupai Barisan Hizbullah, Sabilillah, Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI), dan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo).

b. Proses Terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Sesudah mengalami tindakan provokatif dan aksi militer Belanda yang ingin menjajah kembali bangsa Indonesia, pemerintah mulai menyadari perlunya suatu tentara reguler. Oleh lantaran itu, Presiden memanggil Oerip Soemohardjo (seorang Mayor bekas KNIL) dari Yogyakarta ke Jakarta.

Oerip Soemohardjo yang populer dengan ucapannya "guah suatu negara zonder tentara" , dipercayakan oleh pemerintah untuk menyusun Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 5 Oktober 1945, melalui siaran radio dan surat-surat kabar, Presiden mengeluarkan maklumat pemerintah terkena pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Maklumat pembentukan TKR ini disambut besar hati oleh para perjaka yang selama dua bulan sebelumnya tidak sabar menunggu adanya perubahan kebijakan pemerintah. Pada tanggal 6 Oktober 1945, pemerintah kembali mengeluarkan maklumat yang isinya mengangkat Soeprijadi (tokoh pemberontakan Peta Blitar) menjadi Menteri Keamanan Rakyat. Sebagai Menteri Keamanan Rakyat ad interim diangkatlah Moh. Soeljoadikoesoemo.

Markas Besar TKR kemudian mengadakan pemilihan pimpinan TKR yang gres lantaran Soeprijadi tidak juga hadir untuk mengemban tugasnya. Dalam pemilihan tersebut terpilih Kolonel Soedirman yang kemudian dilantik menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat jenderal. 

Terpilihnya Soedirman sebagai Panglima Tertinggi TKR ialah titik awal perkembangan organisasi pertahanan Republik Indonesia. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bermetamorfosis Tentara Republik Indonesia (TRI) pada bulan Januari 1946, kemudian menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada tanggal 3 Juni 1947.

Daftar Pustaka: Yudhistira

Post a Comment for "Perkembangan Birokrasi Dan Kemiliteran Pasca Kemerdekaan"