Sejarah Perkembangan Indische Partij (1912)
Indische Partij (IP) didirikan oleh E.F.E. Douwes Dekker (Danudirja Setyabudi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Mereka populer dengan sebutan Tiga Serangkai.
Sebelum membentuk Indische Partij, mereka sudah mempropagandakan Hindia untuk Hindia. Douwes Dekker ingin menanamkan perasaan kebangsaan terhadap orang-orang kulit putih dan kulit berwarna yang lahir di Hindia (Indonesia). Ia ingin menyatukan orang-orang kulit putih dan kulit berwarna.
Indische Partij yakni organisasi di Indonesia yang pertama kali bergerak dalam bidang politik. Untuk mewujudkan cita-citanya, Indische Partij dalam acara kerja sudah menetapkan langkah-langkah sebagai diberikut:
a. meresapkan impian kesatuan nasional Hindia (Indonesia);
b. memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan baik di bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan;
c. berusaha untuk mendapat persamaan hak bagi tiruana orang Hindia;
Karena sifatnya yang progresif dengan tujuan ingin merdeka, pemerintahan Hindia Belanda bersikap tegas terhadap Indische Partij. Permohonan Indische Partij untuk mendapat legalisasi sebagai tubuh aturan pada bulan Maret 1913 ditolak pemerintah kolonial Belanda.
Dokter Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat selain memimpin Indische Partij juga memimpin suatu forum yang didiberi nama Komite Bumiputra. Komite itu memohon kepada Raja Belanda semoga pemerintah mencabut peraturan wacana eksekusi terhadap orang bumiputra yang dicurigai bermaksud jahat. Dokter Cipto Mangunkusumo juga menulis wacana sejarah dan filsafat bangsa Jawa.
Suwardi Suryaningrat mengecam peme-rintah Belanda dengan menulis artikel yang berjudul Als Ik eens Nederlander was (Seandainya Aku Seorang Belanda). Akibat goresan pena tersebut, Belanda menjatuhkan eksekusi pengasingan kepada ketiganya. Douwes Dekker dimembuang ke Timor, dr Cipto Mangunkusumo dimembuang ke Banda, dan Suwardi Suryaningrat dimembuang ke Bangka. Hukuman itu kemudian diubah.
Ketiganya boleh menentukan daerah pengasingan di luar negeri. Mereka karenanya menentukan Negeri Belanda. Akibat pengasingan tersebut pengikut dan pendukung Indische Partij bubar dan banyak yang masuk ke dalam perkumpulan Insulinde, yakni organisasi peranakan Eropa dan orang Eropa yang ingin tetap tinggal di Hindia.
Pada tahun 1918, tokoh Tiga Serangkai diperbolehkan pulang ke Tanah Air. Di Tanah Air ketiga tokoh tersebut segera bergabung dengan Partij Insulinde dan memiliki imbas besar di dalamnya. Akhirnya, perkumpulan itu sanggup menjadi partai yang berjuang menuju kemerdekaan. Pada bulan Juni 1919, Partij Insulinde diubah namanya menjadi National Indische Partij (NIP). Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker kembali menjadi pengurus besarnya.
National Indische Partij menyusun anggaran dasar baru. Maksud dan tujuan organisasinya hampir sama dengan Indische Partij sehingga pada tahun 1923 National Indische Partij tidak boleh beraktivitas politik oleh pemerintah Belanda. Douwes Dekker dan Suwardi Suryaning-rat melanjutkan usaha melalui jalur pendidikan.
Douwes Dekker membuka perguruan tinggi nasional dengan nama Kesatrian Institut setingkat SD di Pasir Kaliki, Bandung. Suwardi Suryaningrat pada tahun 1922 mendirikan Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Sesudah mendirikan Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Dokter Cipto Mangunkusumo melanjutkan usaha politik secara bebas dan menerbitkan surat kabar berbahasa Jawa yang berjulukan Panggugah.
Daftar Pustaka : Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Post a Comment for "Sejarah Perkembangan Indische Partij (1912)"