Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tata Pergaulan Kehidupan Berkeluarga Yang Berlandaskan Agama, Budaya Dan Aturan Nasional

Tata Pergaulan Kehidupan Berkeluarga Yang Berlandaskan Agama, Budaya Dan Hukum Nasional



Sebagai suatu unit kesatuan kehidupan keluarga, hendaknya tidak spesialuntuk sekedar daerah berkurnpulnya dua orang. atau lebih, tetapi sebagai suatu paduan yang serasi yang bertopang pada dasar dan tujuan yang diakui, dihayati, serta direalisasikan bersama. melaluiataubersamaini demikian,, akan terbentuk keluarga yang ideal sebagai suatu dunia yang padu, tertib dan teratur. Istilah dunia” diartikan sebagai awal tolak, tujuan, dan contoh kehidupan yng tidak sekadar berdimensi fisik. tetapi juga bersifat spiritual.



Perasaan cinta, kasih akung dan hormat-rnenghormati sangat besar lengan berkuasa bagi pendidikan dalam kehidupan keluarga. Keluarga terbentuk oleh adanya ikatan perkawinan (pernikahan). yaitu ikatan antara seorang laki-laki dan seorang wanita. sepertiyang yang sudah diatur dalam agama, maupun undang-undang perkawinan (UU No.1/1074). Bagi mereka yang hendak melangsungkan komitmen nikah harus mengetahui tata cara atau persyaratan nikah berdasarkan agama dan ketentuan UU perkawinan. Jika komitmen nikah sudah dilangsungkan, mereka juga harus mengetahui kedudukan, hak dan kewajiban serta fungsi mereka (suami/isteri) sehingga masing-masing pihak sanggup saling menehormati, memahami, mengerti, dan memmenolong sehingga terwujudlah suatu keluarga yang serasi berdasarkan agama serta peraturan yang berlaku. Selanjutnya, perlujuga diketahui bahwa tindak lanjut dan sebuah perkawinan harus memahami arti talak, rujuk. dan waris.

Nikah (Perkawinan)


Nikah yaitu suatu ketentuan keagamaan yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang boleb dinikahi yaitu bukan muhrim sehingga mengakibatkan hak dan kewajiban antara keduanya.

Masalah nikah atau perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974. Undang-undang perkawinan untuk pegawai negeri diatur dalam pp 10/1983. Menurut UU No. 1 Tahun 1974 pasal 1, ditetapkan bahwa Perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami/istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang senang dan infinit berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Berdasarkan pengerti an perkawinan sebagaimana sudah di sebutkan, jelaslah bahwa tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga yang senang dan abadi. Untuk itu, suami/istri perlu saling memmenolong dan rnelengkapi, semoga masing-masing sanggup menyebarkan kepribadiannya, memmenolong dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material. Selanjutnya dalam pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 ditetapkan bahwa.

  1. Perkawinan yaitu sah, apabila dilakukan berdasarkan aturan masing-masing agama dan kepercayaannya.
  2. Setiap perkawinan dicatat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan pasal 2 itu, undang-undang mi mengatur peraturan perkawinan, sebagai diberikut:
  3. bagi orang-oralig Indonesia ash yang beragama Islam berlaku aturan agama Islam:
  4. bagi orang-orang Indonesia lainnya berlaku aturan adat;
  5. bagi orang-orang Indonesia ash yang beragama Katolik berlaku Huwelijksordonnatie Christen Indonesia (S. 1933 Nomor 74);
  6. bagi orang timur asing, Cina. dan masyarakat negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan:
  7. bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan masyarakat negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya (Arab, India, dan sebagainya) berlaku aturan moral mereka;
  8. bagi orang-orang Eropa dan masyarakat negara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Setiap kejadian perkawinan harus dicatat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada 2 instansi yang melaksanakan pencatatan perkawinan, yaitu:
  • bagi yang beragama Islam dilakukan oleh pegawai pencatat nikah, talak, dan rujuk:
  • bagi mereka yang bukan beragama Islam dilakukan oleh Kantor Catatan Sipil.
Perkawinan tidak spesialuntukcukup dilaksanakan atas dasar saling mencintai, tetapi hendaknya juga harus berdasarkan irnan dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebab tanpa landasan keyakinan yang kuat, perkawinan akan simpel terganggu dan tergoncang yang mengakibatkan perpecahan. Jika terjadi perpecahan dalam pernikahan, hendaknya diselesaikan berdasarkan aturan-aturan secara musyawarah danjiengkausyawarah tidak tercapai, harus dicari jalan keluarnyadengan menghubungi suatu forum keagamaan, menyerupai BP4 bagi mereka yang beragama Islam, dan bagi mereka yang beragama lain hadir ke forum keagamaan yang sanggup menyelasaikannya. menyerupai gereja, wihara, puia atau.lembaga konsultasi keagamaan lainnya.

Perceraian


Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan di Indonesia, ditetapkan bahwa perkawinan sanggup putus (cerai) karena:
  • kematian;
  • perceraian, dan;
  • atas keputusan pengadilan (Pasal 38).

Selanjutnya, dalam pasal 39 ditetapkan bahwa perceraian spesialuntuk sah secara aturan apabila sebagai diberikut.
  • Perceraian di1kukan di depan sidang pengadilan setelab pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belak pihak.
  • Perceraian dilakukan dengan alasan yang cukup kuat. contohnya antara suamii steri itu tidak sanggup hidup rukun sebagai suami-isteri.
  • Tata perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri (Peraturan yang dimaksud yaitu PP RI No. 9 Tahun 1975, perihal
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). Waris yaitu harta benda, utang-piutang atau sesuatu yang diperoleh seseorang dan orang yang sudah meninggal dunia. Salah satu akhir dan adanya perkawinan yaitu munculnya hak waris. Apabila seseorang meninggal dunia dan ia meninggalkan keluarga serta harta kekayaannya, akan timbul, persoalan, yaitu kepada siapa harta kekayaan itu harus didiberikan dan dengan cara bagaimana harta itu dibagikan. Uniuk mengatur harta warisan itulah kemudian muncul aturan waris. Jadi. aturan waris yaitu aturan yang mengatur penerusan atau peralihan pemilikan kekayaan seseorang sehabis ia rneninggal dunia dan memilih siapa orang atau keturunan yang berhak mendapatkan harta warisan itu. Ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu sebagai diberikut.
  • Pewarisan berdasarkan ketentuan undang-undang (ab intestato).
  • Pewarisan berdasarkan penunjukan surat wasiat (testarnenrair).
Hukum waris bersahabat kaitannya dengan aturan kekayaan. tcrutama aturan kebendaan alasannya yaitu warisan ialah salah satu cara memperoleh hak milik atas suatu benda. Hukum waris mi bersahabat pula hubunganya dengan aturan perkawinan alasannya yaitu intinya orang yang akan mendapatkan warisan yaitu jago waris yang terdiri dan anak, cucu, istri/suami dan keluarga almarhum.

Masalah sumbangan harta warisan di Indonesia sangat berguaka ragam alasannya yaitu di Indonesia terdapat keguakaragaman aturan perdata, begitu juga dalam aturan waris. Misalnya ada yang mengatur rnasalah warisan itu berdasarkan aturan Islam, bagi yang beragama Islam, ada juga berdasarkan aturan adat. dan juga berdasarkan aturan perdata.
Sumber Pustaka: Grafindo Media Pratama

Post a Comment for "Tata Pergaulan Kehidupan Berkeluarga Yang Berlandaskan Agama, Budaya Dan Aturan Nasional"