Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teori Wacana Muncul Dan Berkembangnya Insan Purba Di Indonesia

Teori Tentang Muncul Dan Berkembangnya Manusia Purba Di Indonesia



Berbagai teori dikemukakan oleh para jago untuk mengungkap proses muncul dan berkembangnya kehidupan awal insan dan masyarakat di Kepulauan Indonesia. Teori-teori itu didasarkan atas beberapa kajian, antara lain kajian arkeologi, linguistik, dan biologis.

Kajian Arkeologi


Dari hasil penelitian para jago arkeologi, sanggup diketahui hasil budaya insan purba ash Indonesia yakni kebudayaan kerikil renta (Palaeolitikum). Bukti-bukti peninggalan zaman kerikil renta ditemukan di Pacitan dan Ngandong. Kebudayaan kerikil renta kemudian menerima dampak barn dan daratan Asia, yaitu kebudayaan Batu Tengah (Mesolitikum). Para jago beropini kebudayaan mesolitikum yakni kelanjutan dan kebudayaan palaeolitikum, yang biasa disebut dengan istilah Epi-Palaeolitikum (epi = lanjutan).



Peralatan hasil kebudayaan zaman mesolitikum antara lam kapak genggam (pebble) dan kapak pendek (hache courte). Benda-benda itu ditemukan antara lain di sepanjang pantai Sumatera Timur antara Langsa dan Medan di dalam bukit-bukit kulit kerang.

Benda-benda lain yang juga masih berafiliasi dengan zaman mesolitikum yakni perkakas bath berbentuk mata panah, flakes, dan mata kapak dan bath yang sudah diasah. Benda-benda itu ditemukan di dalam gua-gua bath karang di Sampung (Ponorogo), Lamuncang (Sulawesi Selatan), dan Pulau Rote (Nusa Tenggara Timur) serta Besuki (Jawa Timur). Dan hasil kajian benda-benda itu, Madeline Colani dan Perancis berpendapat, pendukung kebudayaan mesolitikum yakni ras Papua Melguasoide yang berasal dan Bacson-Hoa-Binh di wilayah Tonkin. Ras Papua Melguasoid dengan kebudayaannya tersebar luas ke selatan yakni tempat Asia Tenggara Daratan, Indonesia, dan kepulauan sekitar Lautan Pasifik.

Kajian Liguistik


Berdasarkan hasil penelitian ahli-ahli bahasa, bahasa-bahasa yang dipakai di Kepulauan Nusantara ini, termasuk rumpun bahasa Melayu Polinesia atau lebth dikenal dengan rumpun bahasa Austronesia. Persamaan rumpun itu didasarkan pada penelitian “basic vocabulary” pada banyak sekali bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat Kepulauan Austronesia sampai ke Polinesia. Bahkan ciri-ciri keserumpunan itu ditemukan pula dalam bahasa-bahasa Kamboja dan Muangthai di daratan Asia Tenggara.

Berdasarkan bukti-bukti keserumpunan bahasa-bahasa di Asia Tenggara Daratan dan Kepulauan Polinesia itu, beberapa jago mencoba menemukan asal-usul dan persebaran serta perkembangannya. Seorang jago bahasa yang paling terkenal, Prof. Dr. H. Kern, berhasil membukukan hasil penelitiannya pada tahun 1889. Menurutnya tanah asal orang-orang yang mempergunakan bahasa Austronesia itu hams dicari di Kamboja, Indocina, dan daratan sepanjang pantai sekitarnya. Dia juga menambahkan bahasa Austronesia itu terdiri dan bahasa Indonesia, Polinesia, Melguasia, dan Inikronesia. Batas persebaran bahasa-bahasa Austronesia, yaitu Madagaskar di sebelah barat, Pulau Paska di sebelah timur, Taiwan di sebelah utara, dan Selandia Baru di sebelah selatan.

melaluiataubersamaini demikian, bahasa-bahasa tempat di Nusantara ini serumpun. Adanya perbedaan antara bahasa-bahasa tempat menyerupai bahasa Jawa, Batak, Minang, Bali, Dayak, dan Maluku disebabkan setelah datang di Nusantara para pengguna bahasa itu terpencar. Mereka dipisahkan oleh lautan, hutan rimba, dan pepegununganan. Oleh lantaran itu, bahasa yang tiruanla bentuknya sama kemudian berkembang sendiri-sendiri sesuai dengan daerahnya.

Guna menerangkan teori ini Prof. Dr. H. Kern mencari persamaan bahasa itu dengan mengadakan penelitian atas kata-kata benda yang mungkin sudah biasa dipakai oleh ras Melayu. Ternyata memang bunyi kata-kata benda itu mempunyai dasar pengucapan bunyi yang sama pada bahasa-bahasa tempat di Nusantara.

Pendapat Kern terkena keserumpunan bahasa itu didukung oleh jago arkeologi populer Von Heine Geldern. Pendapat Von Heine Geldern dikemukakan setelah ia menuntaskan penelitiannya di daerah-daerah persebaran beliung persegi. Sebelum kedua tokoh itu tolong-menolong sudah ada jago lain, yaitu Dr. Hamy yang mengemukakan pendapatnya. Ia menyampaikan bahwa bahasa-bahasa Austronesia (Melayu Polinesia) dan bahasa Melayu Kontinental, yaitu bahasa Melayu yang dipakai di daratan Asia Tenggara yakni serumpun. Ta juga menambahkan, kedua cabang bahasa itu berasal dan bahasa induk purba.

Kajiàn Biologis


Kajian biologis dilakukan untuk mencari kesamaan fisik dan keserumpunan insan Indonesia dengan insan yang hidup di negara-negara lain. Kesusahan dialami para jago dikala melaksanakan kajian ini lantaran sampai kini belum ada inovasi fosil insan purba masa bercocok tanam di Indonesia. Oleh lantaran itu, para jago mencoba mengisi ketiadaan bukti itu dengan memperhatikan fosil insan dan masa tersebut di negara-negara Indocina, Muangthai, dan Malaysia. Perhatian yang sama dilakukan pula terhadap perubahan-perubahan dan penduduk pada masa berburu tingkat lanjut sampai penduduk pada masa perundagian, serta fosil dan masa megalith.

Di Muangthai, pada masa bercocok tanam populasi sudah banyak menawarkan ciri-ciri Mongoloid. Hal itu terbukti dan hasil inovasi fosil oleh jago arkeologi asal Thailand berjulukan Ben Kao. Ciri-ciri dan fosil yang ditemukan antara lain menawarkan bahwa sudah terjadi perubahan pada bentuk kepala, muka, dan gigi. Selain di Muangthai, inovasi di Quihya Van Indocina dan Malaysia juga menawarkan hal yang sama. Ciri-ciri ras Mongoloid lebih doininan walaupun cirri-ciri Austromelguasoid masih juga nampak.

Berdasarkan bukti-bukti tersebut di atas para jago menduga penduduk Indonesia masa bercocok tanam juga deinikian. Namun, satu hal yang niscaya bahwa pada masa bercocok tanam, sebagian besar Kepulauan Indonesia sudah didiaini insan walaupun jumlahnya sangat sedikit dan tersebar. Di Indonesia pecahan barat ciri-ciri ras Mongoloid lebih menonjol, sedangkan di Indonesia pecahan timur, ras Austromelguasoid yang lebih dominan.

Dan klarifikasi di atas jelaslah bahwa adanya unsur-unsur kesamaan dan keserupaan antara penduduk Indonesia dengan masyarakat yang mendiami negara-negara Asia Tenggara Daratan, menyerupai Indocina, Kamboja, Burma, dan Muangthai. Kajian biologis ini sudah turut mem-perkuat pula teori tentang asal insan Indonesia dan tempat Tonkin yang sudah tersebar ke selatan termasuk hadir di Nusantara ini.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Post a Comment for "Teori Wacana Muncul Dan Berkembangnya Insan Purba Di Indonesia"