Jaminan Keadilan Dalam Berbangsa Dan Bernegara
Jaminan Keadilan Dalam Berbangsa Dan Bernegara
Perbuatan adil tidak spesialuntuk ialah idaman manusia, tetapi juga diperintahkan Tuhan apa pun agamanya. Bila suatu Negara-terutama pemerintah, pejabat publik, dan pegawanegeri penegak hukumnya—mampu memperlakukan masyarakatnya dengan “adil” dalam segala bidang, pasti kepedulian (sense of belonging) dan rasa tanggung jawaban (sense of responsibility) masyarakat negara dalam rangka membangun negara serta memperkukuh persatuan dan kesatuan sanggup terwujud.
Keadilan pada umumnya relatif susah diperoleh. Untuk mernperoleh keadilan biasanya di perlukan pihak ketiga sebagai penegak, dengan impian pihak tersebut sanggup bertindak adil terhadap pokok-pokok yang berselisih. Oleh alasannya yaitu itu, pihak ketiga tersebut harus netral, tidak boleh menguntungkan salah satu pihak. Jadi, adanya kihak ketiga bertujuan untuk menghindari konfrontasi antara pihak yang sedang berselisih.
Dalam rangka jaininan keadilan di dalam suatu Negara dibutuhkan peraturan yang disebut undang-undang ataumhukum. Hukum ialah suatu sistem norma yang mengatur kehidupan dalam masyarakat. Oleh alasannya yaitu itu, apabila ada seseorang yang merasa mendapat ketidakadilan, ia berhak mengajukan tuntutan.
Setiap masyarakat memerlukan hukum, alasannya yaitu dikatakan “di inana ada masyarakat di sana ada hz-ikum” (ubi societes ibi ius). Hukum diciptakan untuk mencegah biar konflik yang terjadi dipecahkan secara terbuka. Pemecahannya bukan atas dasar siapa yang kuat, melainkan menurut aturan (hukum) yang tidak membedakan antara orang besar lengan berkuasa dan orang lemah. Berdasarkan hal tersebut, keadilan ialah salah satu cirri aturan dan jaininan keadilan yang spesialuntuk bisa tercapai apabila aturan diterapkan tanpa memperhatikan aspek subjektivitas. Dalam hukum, tuntutan keadilan meiniliki dua arti, Yaitu:
Pelaksanaan jaininan keadilan sangat dituntut oleh penyelenggaraan negara (pemerintah dan pejabat publik) yang baik, membersihkan, dan transparan. Penyelenggaraan penierintahan yang baik tersebut didasarkan pada beberapa asas umum, di antaranya adalah:
Asas kepastian aturan (principle of legal security = Rechts zekerheid beginsed)
Asas INi menghendaki biar perilaku dan keputusan pejabat adininistrasi negara yang mana pun tidak boleh menjadikan keguncangan aturan atau status hukum. Dalam menjainin adanya kepastian hukum, pejabat adininistrasi negara wajib memilih masa peralihan untuk memutuskan peraturan gres atau perubahan status aturan suatu peraturan. Tanpa masa peralihan, suatu keputusan adininistrasi negara yang sah (legal) secara mendadak (tanpa masa peralihan) menjadi tidak sah sehingga sanggup merugikan masyarakat. Keadaan tersebut akan menjadikan ketidakpastian aturan dan sanggup mengurangi kepercayaan masyarakat pada hukum, peraturan-peraturan serta wibawa pejabat adininistrasi negara.
Asas keseimbangan
Asas ini menyatakan bahwa tindakan disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat adininistrasi negara harus seimbang dengan kesalahan yang dibuatnya. Hal ini diatur dalam undang-undang kepegawaian dan peraturan tentang pegawai negeri umum (ambtenarenwet juncto algemene rijksambte narenreglement). Dalam undang-undang ini terdapat banyak cara untuk menjatuhkan putusan terhadap suatu kelalaian, tetapi harus diingat tindakan yang dijatuhkan harus seimbang/sebanding dengan kelalaian yang dibuat.
Asas keamanan
Dalam asas ini ditetapkan bahwa pejabat adininistrasi negara menjatuhkan keputusan tanpa pandang bulu. Sebelum keputusan diambil, harus dipikirkan dulu secara masak-masak biar terhadap masalah yang sama sanggup diambil keputusan yang sama pula. Pejabat adininistrasi negara tidak boleh melaksanakan diskriininasi dalam mengambil keputusan. Jika beberapa orang dalam situasi dan kondisi aturan yang sama mengajukan suatu permintaan, mereka harus mendapat keputusan dikenai syarats yarat komplemen yang subjektif. Inisalnya, alasannya yaitu mereka mendapat duduk kasus pribadi, keputusannya lebih berat. Hal deinikian sangat terlarang alasannya yaitu selain akan merusak tujuan aturan adil juga akan merongrong aturan dan menurunkan wibawa pejabat adininistrasi negara.
Asas larangan kesewenang-wenangan
Keputusan absolut yaitu keputusan yang tidak mempertimbangkan tiruana faktor yang relevan secara lengkap dan masuk akal sehingga secara nalar kurang sesuai. misalnya, perilaku absolut pejabat adininistrasi negara ialah menolak meninjau kembali keputusannya yang dianggap kurang masuk akal oleh masyarakat. Pada prinsipnya, keputusan yang absolut dihentikan dan keputusan semacam itu sanggup digugat melalui pengadilan Perdata (pasal 1365 KUH Perdata).
Asas larangan menyalahgunakan wewenang (dettoumement de pouvoir)
Asas ini menyatakan bahwa penyalahgunaan wewenang terjadi bilamana suatu wewenang oleh pejabat yang bersangkutan dipergunakan untuk tujuan yang berperihalan atau menyimpang dan apa yang sudah diputuskan tiruanla oleh undang-undang.
Asas bertindak cermat
Jika pejabat adininistrasi negara sudah mengambil keputusan dengan kurang hati-hati sehingga menjadikan kerugian bagi masyarakat, keputusan tersebut secara otomatis menjadi berat. Jika terjadi tanpa menunggu arahan atasan atau pejabat, yang bersangkutan wajib memperbaiki keputusannya dengan menerbitkan keputusan baru.
Asas berprilaku yang jujur
Asas ini menghendaki adanya pemdiberian kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat masyarakat untuk kebenaran. Asas ini mempersembahkan penghargaan yang lebih kepada masyarakat dalam mencari kebenaran melalui instansi banding. Pengajuan banding ini sanggup dilakukan kepada pejabat adininistrasi Negara yang lebih tinggi tingkatannya (adininistratiefberoep) atau kepada badan-badan peradilan (judicial review). Asas ini penting untuk diketahui masyarakat alasannya yaitu pejabat adininistrasi negara didiberikan kebebasan untuk bertindak. Adanya asas ini berarti masyarakat sanggup melaksanakan banding.
Asas meniadakan jawaban satu keputusan yang batal
Dalam asas ini dimaksudkan bahwa keputusan Cent rale Raad van Beroep, 20 september 1920 entang seorang pegawai yang menurut Peradilan Kepegawaian (Amotenarengerecht) tingkat pertama diberhentikan, tetapi oleh peradilan tingkat banding, putusan pemberhentian dibatalkan. Di Indonesia, asas ini sudah memperoleh pengaturannya dalam pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, yang berbunyi; “Seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau pun diadili tanpa alasan yang menurut undang-undang, atnu alasannya yaitu kekeliruan men genai orangnya atnu aturan yang diterapkan, berhak menun’tut ganti kerugian dan rehabilitas”.
Asas penyelenggaraan kepentingan umum
Dalam asas ini, tindakan aktif dan positif dan pejabat adininistrasi negara yaitu penyelenggaraan kepentingan umum. Kepentingan umum mencakup kepentingan nasional, yaitu kepentingan bangsa, masyarakat, dan negara. Berdasarkan asas in kepentingan umum harus lebih dilampaukan daripada kepentingan individu, yaitu mempersembahkan hak mutlak pada hak-hak pribadi. Jaininan keadilan bagi masyarakat negara sanggup ditemukan dalam beberapa pola peraturan perundang-undangan, antara lain sebagi diberikut:
- Undang-Undang Dasar 1945
- Bidang Hukum dan Pemerintahan (Pasal 27);
- Bidang Politik (Pasal 28);
- Bidang Hak Asasi Manusia (Pasal 28 A — 28 J);
- Bidang Keagamaan (Pasal 29);
- Bidang Pertahanan Negara (Pasal 30);
- Bidang Pendidikan dan Kebudayaan (Pasal 31 dan 32);
- Bidang Kesejahteraan Sosial (Pasal 33 dan 34).
- Undang-Undang
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Llndang-Llndang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Pen yiksaan dan Perlakuan atau Pen ghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia.
- Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Penda pat di Muka limum.
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Kekuasaan Kehakiman.
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak-hak Asasi Manusia.
- Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pen gadilan Hak Asasi Manusia.
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pertahanan Negara.
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Beberapa pola peraturan perundang-undangan yang dibentuk dalam rangka mempersembahkan aininan kepada masyarakat negara ialah bukti faktual kesungguhan pemerintah. Sikap keterbukaan yang sudah ditunjukkan pemerintah melalui banyak sekali peraturan perundangan yang dibentuk menuntut koinitmen masyarakat dan mentalitas pegawanegeri dalam melaksanakan peraturan tersebut. Kesiapan infrastruktur, fisik, dan mental pegawanegeri penegak aturan (polisi, jaksa, dan hakim) sangat memilih jalannya “jaininan keadilan” yang dibutuhkan masyarakat jikalau berurusan dengan aturan biar “taat asas” dan “taat aturan”.
Sikap keterbukaan yang dituntut kepada pegawanegeri penegak aturan yaitu adanya transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme dalam bekerja serta hasil kinerja yang optimal. Jika suatu negara meiniliki pegawanegeri penegak aturan yang melaksanakan tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), maka negara itu akan terjerumus dalam keterpurukan pemerintahan mobokrasi atau dalam istilah Polybios disebut okhlokrasi. Pemerintahan okhlokrasi digambarkan sebagai suatu pemerintahan yang banyak diwarnai dengan kekacauan, kehobrokan, dan korupsi yang merajalela sehingga aturan dan keadilan susah ditegakkan. Bila keadaan tersebut tidak segera diperbaiki, akan muncul krisis kepercayaan masyarakat yang pada gilirannya timbul konflik kepentingan, konflik vertikal dan horizontal, aturan berpihak kepada penguasa dan orang-orang berduit, sehingga jaininan keadilan spesialuntuk ada dalam mimpi-mimpi.
Sumber Pustaka: Elangga
Post a Comment for "Jaminan Keadilan Dalam Berbangsa Dan Bernegara"