Kehidupan Umat Beragama Yang Serasi, Selaras, Dan Seimbang
Kehidupan Umat Beragama Yang Serasi, Selaras, Dan Seimbang
Sejak negara Republik Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, kehidupan beragama di negara kita diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29, sebagai pelaksanaan jiwa dan isi dasar negara Pancasila. Semua agama hidup sejajar dan saling menghormati, artinya tidak ada satu agama yang dijadikan agama resmi negara. Begitu juga di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1993 disebutkan, bahwa : “Penataan kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang harmonis, yang tercermin dalam makin meningkatnya keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, makin meningkatnya kerukunan kehidupan umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, makin meningkatnya tugas serta umat dalam pembangunan melalui pendidikan di lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah, bersamaan dengan ekspansi masukana dan pramasukana sesuai dengan kebutuhan untuk menunaikan ibadah masing-masing”.
Bangsa Indonesia ialah bangsa yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Pernyataan ini secara resmi tertulis di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2, yaitu sebagai diberikut.
Ayat 1 berbunyi: Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ayat 2 berbunyi: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk diberibadat berdasarkan agamanya dan kepercayaannya itu.
Dalam memahami Undang-Undang Dasar negara, hendaknya kita juga memahami kenyataan hidup yang ada di dalam masyarakat, alasannya Undang-Undang Dasar negara sebagai aturan tertulis ialah sebagian dan aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Uittuk memahami bangsa kita, hendaknya lebih lampau memahami kehidupan sosial budaya bangsa kita. Kehidupan sosial budaya bangsa maksudnya kehidupan berkebudayaan yang sudah hidup berurat berakar serta menjiwai masyarakat bangsa, bahkan menjadi karakteristik (sifat dasar) atau kepribadian (identitas) bangsa.
Karakteristik (sifat dasar) bangsa Indonesia yang amat menonjol ialah adanya sifat-sifat kekeluargaan, musyawarah, percaya dan taat diberibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sifat ramah-tamah, gotong royong, suka rnenolong, tepa selira, dan toleransi bersumber dan kedua sifat dasar di atas. Kita harus mempunyai sifat-sifat tersebut, alasannya kita merasa sebagai makhluk Tuhan, hamba Allah yang mengemban segala kewajiban-kewajiban dan amanat-Nya.
Kesetiaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud keyakinan dan peribadatan ialah sumber kebajikan. Keyakinan terhadap Tuhan mendorong insan untuk berbuat kebaikan, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama makhluk hidup. Sikap mi ialah sumber kebajikan, sumber perdamaian, kesejahteraan, keadilan, dan keselamatan. Pola kehidupan yang demikian ialah salah satu isi anutan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianut oleh bangsa Indonesia. Dan pengertian di atas sudah selayaknya apabila Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak berdasarkan atas satu agama tertentu. Hal mi berarti bahwa egara Indonesia tidak membuat agama negara. Jadi, tiruana agama yang ada sanggup hidup dan berkembang sebagaimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia berkewajiban untuk memperlakukan tiruana agama dan keperc ayaan tersebut secara sama tanpa ada yang dianakernaskan atau dianaktirikan. Demikian pula sebaliknya, agama-agama tersebut mempunyai kewajiban yang sama untuk berpartisipasi kepada bangsa dan negara di segala bidang. Selain itu agama dan kepercayaan yang ada harus sanggup hidup rukun dan tenang secara berdampingan. Untuk itulah agama-agama tersebut dituntut melakukan suatu prinsip yang dinamakan trikerukunan, yaitu:
- kerukunan antarintern umat beragama atau penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
- kerukunan antarpemeluk-pemeluk agama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan YangMahaEsa;dan
- kerukunan antarpemeluk banyak sekali agama dan kepercayaan dengan pemerintah.
sepertiyang sudah dijelaskan bahwa negara kita menjamin Acmerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan diberibadat berdasarkan agamanya dan kepercayaannya. Untuk sanggup mewujudkan hal itu, kita harus mempunyai toleransi, yang artinya: membiarkan orang lain memeluk agama yang diyakininya dan kita memeluk agama yang kita yakini sendiri.
Biarkanlah orang lain diberibadat berdasarkan agama dan kepercayaannya, sedangkan kita diberibadat berdasarkan agama dan kepercayaan kita. Kesadaran bertoleransi tidak berarti bahwa seorang pemeluk suatu agama harus mengorbankan keyakinan agamanya untuk agama lain, atau. keyakinan suatu agama harus berbaur dengan keyakinan agama lain. Toleransi berágama hendaklah diartikan kerukunan beragama, yaitu salah satu pemeluk tidak mengganggu pemeluk agama lain dalam menjalankan anutan agamanya dan peribadatan agamanya.
Sumber Pustaka: PT. Pabelan
Post a Comment for "Kehidupan Umat Beragama Yang Serasi, Selaras, Dan Seimbang"