Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Unsur-Unsur Estetis Dan Elika Musik Dalam Kesenian

Unsur-Unsur Estetis Dan Etika Musik



Unsur estetis musik terkandung dalam alat, nada, garap (permainan), bentuk lagu (gendhing) , nilai filosofis, dinainika (ritme, tempo, laya, keras-Iirih), irama dan lain sebagainya. Setiap etnis atau kawasan memiliki ciri khas, karakteristik, dan pemfokusan pada rasa estetis masing-masing. Artinya, ada satu kawasan yang lebih menekankan pada segi bentuk dan keindahan alat. Akan tetapi, ada pula yang meinilih kepentingan pada fungsi ritme, ibarat pada musik jenis shaman.

Tidak menutup kemungkinan pula bahwa tiruana unsur estetis musik sangat diperhatikan dan diharapkan sebagai masukana ekspresi suatu etnis atau daerah. Tidak ada hukum dan larangan bagi etnis atau kelompok tertentu untuk memonopoli pilihan estetis suatu musik. Orangjawa inisalnya, akan tersentuh hati mabadunga mendengar nada barang miring sebab mengingatkan pada kefanaan manusia. Sebaliknya, orang Bali menjadi tersentuh hatinya ketika mendengar bunyi gamelan Semar Pagulingan atau gamelan angldung yang biasa dipakai untuk upacara sakral di pura.



Kedua jenis gamelan tersebut selalu dikaitkan dengan hubungan yang infinit antara insan (Bali) dengan tuhan mereka. Oleh sebab itu, bunyi yang keluar dan kedua jenis gamelan itu dianggap mengandung kekuatan magis bagi siapa pun yang mendengarnya dan mengingatkan belum sempurnanya mereka sebagai manusia. Adapun gamelan Semar Pagulingan atau gamelan angklung bagi indera pendengaran orang Jawa akan terdengar terlalu keras. Bagi orang Ininang, saluangsirompak terdengar sebagai membuktikan jelek meskipun bunyi alat musik itu terasa indah bagi etnis lain. Suara saluang sirompak selalu dikaitkan dengan dunia balas dendam dan dunia inistis yang sukar dipahami secara nalar sehat. Orang Ininang mungkin merasa gemetar ketika mendengar bunyi saluang sirompak sebab mengetahui yang bakal terjadi, tetapi orang Papua, Lombok, Madura, dan lainnya mungkin akan menganggap hal itu

sekadarsuaraalat musik. Apa pun dampaknya, secara estetika sanggup dikatakan bahwa ketika alat musik
dimainkan oleh tangan yang tepat, maka akan selalu menghasilkan bunyi yang indah bagi pendengarnya.
Etika bermain musik bekerjasama erat dengan cara seseorang, kelompok, atau etnis dalam menyaapabi Ian suatu alat atau ensambel musik miliknya. Teknik bermain musik juga bekerjasama erat dengan pandangan hidup, adat-istiadat, kepercayaan, dan kebiasaan yang berlaku pada suatu masyarakat. Ada etnis, ibarat Jawa, Sunda, Bali, dan Madura yang memainkan instrumen tiup ibarat suling dengan mulut, tetapi ada pula yang memakai hidung sebagai alat tiupnya. Melangkahi alat musik (gamelan) bagi sebagian etnis Jawa ialah tabu sebab dianggap sebagai pusaka atau masukana untuk mencari nafkah sehingga wajib dihargai sesuai dengan yang sudah didiberikan kepada pemiliknya. Mungkin di kawasan lain, hal semacam itu tidak menjadi halangan yang berarti. Semuanya berpulang pada adat-istiadat dan kebiasaan yang berlaku pada suatu kelompok (etnis). Sekali lagi, tidak ada keharusan bagi seseorang atau kelompok etnis tertentu untuk mengikuti kebiasaan atau cara yang dilakukan oleh kelompok etnis lain.

Masyarakat Dayak Mendalam sangat dekat dengan tradisi ukir dan gambar, khususnya terkena hal-hal yang berkaitan dengan sisi kehidupan. Media yang dipakai bermacam-macam, ibarat pakaian, gapura pembatas jalan,pantak (patung leluhur), peralatan rumah tangga, instrumen music tradisional, bahkan tubuh insan (tatto) juga dipakai sebagai media tersebut. Instrumen petik sape’adalah salah satu media yang dipakai untuk mengungkapkan makna-makna kehidupan. Ornamen yang diletakkan di instrumen sape’, semacam pegununganan wayang kulit pada masyarakat Jawa, sangat kaa dengan makna simbolik wacana kehidupan masyarakat Dayak. Terdapat tiga ornamen  gambar utama yang berada di instrumen sape’ ini, yaitu sebagai diberikut.
  1. Ornamen kepala burung eruai, Gambar ini terletak di cuilan paling atas instumen sebab berdasarkan initos yang berkembang di masyarakat, zaman dulu burung eruai sangat berjasa pada Dayak Kayan Mendalam. Oleh sebab itu, ornamen burung eruai ditempatkan pada cuilan yang paling atas sebagai suatu perilaku masyarakat Dayak yang memuliakan burung eruai tersebut.
  2. Ornamen flora pakis dan lintah. Ornamen ini berada di cuilan tubuh instmn dan memiliki makna yang sama, yakni keuletan, kelincahan dan suka bekerja keras. Masyarakat Dayak berkeyakinan bahwa hidup tidak lepas dan kesusahan dan persoalan. melaluiataubersamaini bekerja keras, perkara hidup akan teratasi dan ha! Itu ialah suatu kesadaran akan nilai usaha yang tinggi dan suatu masyarakat yang berdasarkan orang modern termasuk masvarak.at tertinggal, bodoh, priinitif, dan lain sebagainya.
  3. Ornamen hantu. Letaknya berada paling bawah dan memiliki maksud bahwa hantu ialah makhluk yang hina, tetapi tidak d.at.at lepas dan kehidupan mereka. Menurut penuturan Kuu Paran, seorang tokoh masyarakat di sana. selain hantu, makhluk yang berbentuk naga juga sering dijadikan ornament pada instrumen sap? Garribar makhiuk-makhluk tersebut didapatkan secara intuisi, yakni melalui inimpi atau semacam wangsi: bagi orang Jawa di mana makhluk tersebut ininta ditampilkan pada instrument sebelum dibuat.
Salah satu pola mcr.arik rang memadukan antara unsur estetis dan moral ialah masyarakat Dayak Kayan Mendalam dengan sap S Kavan ialah instrumen musik yang oleh nenek moyang sanggup dijadikan sebagai etnomedia yang diwuiudkan !ewat ornamen-ornamen lukisan cat dan ukiran. Makna atau pesan yang ingin disampaikan tersebut diletakkan pada instrumen sape’ Ornamen pada sape’ini sangat khas menggambarkan ideologi suku Dayak pada umumnya yang akan dijelaskan maknanya diberikut ini. Instrumen ialah salah satu cuilan penting dan suatu permainan musik. Memang, tidak tiruana bentuk musik disaapabilan melalui instumen, tetapi pada umumnya alat musik bisa mendukung suatu sajian musik menjadi lebih indah. Masyarakat Dayak Kayan Mendalam mengenal alat musik yang disebut sape’ atau sebab berasal dan kelompok Dayak Kayan Mendalam, maka alat itu sering disebut sebagai sape’ Kayan Mendalam. Umumnya keseluruhan ukuran instrumen sape’ Kayan Mendalam ini berukuran panjang sekitar 113 cm, lebar atau muka sape’berukuran sekitar 30—3 5 cm, dan lebar sisi sekitar 8 cm. Instrumen sape’ terbagi atas beberapa bagian, antara lain kepala, batang fret, dan tubuh sape’.

Bagian Kepala


Bagian kepala ialah tempat untuk meletakkan dua buah alat stem senar (untuk mengontrol tinggi rendah nada). Selain itu, cuilan kepala juga dipakai sebagai tempat untuk meletakkan embel-embel bentuk kepala burung eruai di cuilan paling atas. Panjang cuilan kepala ini sekitar 12 cm dan lebar 10 cm. Bentuk kepala burung ini tiga dimensi atau sanggup dilihat dan segala sisi sudut pandang.

Leher Instrumen (Batang Fret)


Leher instrumen (batang fret) ialah batang yang dibuat berpegunungan-pegunungan dan berkhasiat sebagai pembatas kolom tinggi rendahnya nada yang dirnainkan. Panjangnya sekitar 17 cm dan meiniliki ukuran lingkar sekitar 7 cm. Gunung-pegunungan yang dibuat tersebut dimaksudkan sebagai fret atau pada instrument gitar, fretnya terbuat dan logam yang ditanam setengah bagiannya pada batang fret. Gunung-pegununganan sebagai fret tersebut dibuat sebanyak tiga buah dengan jarak perpegunungannya 2,5 cm.

Badan Sape’


Badan sape’ ialah cuilan paling besar dan seluruh ukuran dibandingkan dengan cuilan sape’ Kayan yang lain. Pada cuilan belakang sape’ ini terdapat lubang yang dibuat sesuai dengan besar tubuh sape’dan ada pula yang ditutup dengan papan. Badan sape’ini selain berfungsi sebagai resonator (sumber bunyi), juga sebagai penahan senar cuilan bawah. Ukuran tubuh sape’ tergantung pada bentuk kedua sisinya yang tidak sama. Pada cuilan atas, cuilan yang bersambung dengan leher sape’mempunyai ukuran 30 cm dan pada sisi paling bawah berukuran 19 cm.

Ketiga cuilan ini dibuat dan sebatang kayu utuh yang ditatah atau diukir. Hanya cuilan kepala saja yang tidak sama. Selain pertimbangan estetika, embel-embel ini menjadi hal yang cukup penting di dalam keutuhan sebuah instrumen sape’. Aksesori ini ada yang dibuat (ditatah) dan satu kayu utuh, ada pula yang dibuat lebih dulu, kemudian gres ditempel di cuilan kepala.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Post a Comment for "Unsur-Unsur Estetis Dan Elika Musik Dalam Kesenian"