Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Pengesahan Aturan Internasional Menjadi Aturan Nasional Dan Prosesnya

Pengertian Ratifikasi Hukum Internasional Menjadi Hukum Nasional Dan Prosesnya


Berikut ini pengertian dan proses pengesahan aturan internasional dan menjadi hukum nasional

Pengertian Ratifikasi

Dalam Konvensi Wina tahun 196 ihwal Hukum (Perjanjian) Internasional, disebutkan bahwa dalam pembuatan aturan (perjanjian) baik bilateral maupun multilateral sanggup dilakukan melalui tahap-tahap negosiasi (negotiation), penanhadiranan (signature), dan pengukuhan (ratification).

Ratifikasi ialah suatu cara yang sudah melembaga dalam acara aturan (perjanjian) internasional. Hal ini menumbuhkan kepercayaan pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat bahwa wakil yang menanhadirani suatu perjanjian tidak melaksanakan hal-hal yang berperihalan dengan kepentingan umum. Sistem pengesahan sanggup dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu sebagai diberikut.


  1. Ratifikasi oleh tubuh eksekutif. Sistem ini biasanya dilakukan oleh raja-raja adikara dan pemerintahan otoriter.
  2. Ratifikasi oleh tubuh legislatif. Sistem ini jarang digunakan.
  3. Ratifikasi gabungan (DPR dan Pemerintaharo.
Sistem ini paling banyak dipakai alasannya yaitu peranan legislatif dan administrator sama-sama memilih dalam proses pengesahan suatu perjanjian.

Proses Ratifikasi

Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan syarat sudah disahkan oleh tubuh yang berwenang di negaranya. Penanhadiranan atas perjanjian spesialuntuk bersifat sementara dan masih harus dikuatkan dengan pengukuhan atau penguatan.

Persetujuan untuk meratifikasi (mengikatkan diri) tersebut, sanggup didiberikan dengan banyak sekali cara, tergantung pada persetujuan mereka. Misalnya, dengan penanhadiran, ratifikasi, pernyataan turut serta (accession), ataupun pertanyaan mendapatkan (acceptance) dan sanggup juga dengan cara pertukaran naskah yang sudah ditandangani. Berikut ini ada beberapa pola proses pengesahan dan aturan (perjanjian) internasional menjadi aturan nasional.
  1. Persetujuan Indonesia - Belanda terkena penyerahan Irian Barat (Papua) yang ditanhadirani di New York (15 Januari 1962), disebut agreement. Akan tetapi, alasannya yaitu pentingnya bahan yang diatur di dalam agreement tersebut maka dianggap sama dengan treaty. Sebagai konsekuensinya, presiden memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam bentuk pernyataan pendapat.
  2. Perjanjian antara Indonesia – Australia terkena garis batas wilayah antara Indonesia dengan Papua New Guinea yang ditanhadirani di Jakarta, 12 Februari 1973 dalam bentuk agreement. Namun, alasannya yaitu pentingnya bahan yang diatur dalam agreement tersebut, maka pengesahannya memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat dan dituangkan ke dalam bentuk undang-undartg yaitu UU No. 6 Tahun 1973.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Post a Comment for "Pengertian Pengesahan Aturan Internasional Menjadi Aturan Nasional Dan Prosesnya"