Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perkembangan Budaya Bacson-Hoabinh Di Indonesia

Perkembangan Budaya Bacson-Hoabinh


Istilah Bacson-Hoabinh ini dipergunakan semenjak tahun 1920-an, yaitu untuk menawarkan suatu tempat pembuatan alat-alat bath yang khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaarmya. Daerah tempat inovasi dan peninggalan kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di seluruh wilayah Asia Tenggara, hingga Myanmar (Burma) di barat dan ke utara hingga propinsi-propinsi selatan dan kurun waktu antara 18000 dan 3000 tahun yang lalu. Namun pembiiatan kebudayaan Bacson-Hoabinh masih terus berlangsung di beberapa kawasan, hingga masa yang lebih baru.

Ciri khas alat bath kebudayaan Bacson-Hoabinh ialah penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan bath kali yang berukuran lebth kurang satu kepalan, dan sering kali seluruh tepiannya menjadi bab yang tajam.

Hasil penyerpihannya itu menawarkan aneka macam bentuk ibarat lonjong, segi empat, segitiga dan beberapa diantarana ada yang mempunyai bentuk berpinggang. Menurut C. F. Gorman dalam bukunya The Hoabinhian and after: Subsistance patterns in South east Asia during the latest Pleistocene and Early Recent Periods (1971) menyatakan bahwa inovasi alat-alat dan bath paling banyak ditemukan dalam penggalian di pepegununganan kerikil kapur di daerah Vietnam bab utara, yaitu .di daerah Bacson pepegununganan Hoabinh.

Di samping alat-alat dan kerikil yang berhasil ditemukan, juga ditemukan alat-alat serpih, kerikil giling dan aneka macam ukuran, alat-alat dan tulang dan sisa-sisa tulang belulang insan yang dikuburkan dalam posisi terlipat serta ditaburi zat warna merah.



Sementara itu, di daerah Vietnam ditemukan tempat-tempat pembuatan alat-alat batu, homogen alat-alat kerikil dan kebudayaan Bacson-Hoabinh. Bahkan di Gua Xom Trai (dalam buku Pham Ly Huong; Radiocarbon Dates of The Hoabinh Culture in Vietnam, 1994) ditemukan alat-alat kerikil yang sudah diasah pada sisi yang tajam. Alat-alat kerikil dan Gua Xom Trai tersebut diperkirakan berasal dan 18000 tahun yang lalu. Kemudian dalam perkembangannya, alat-alat dan kerikil atau yang dikenal deñgan kebudayaan Bacson-Hoabinh, tersebar dan berhasil ditemukan, hampir di seluruh daerah Asia Tenggara, baik daratan maupun kepulauan, termasuk wilayah Indonesia.

Di wilayah Indonesia, alat-alat kerikil dan kebudayaan Bacson-Hoabinh sanggup ditemukan pada daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi hingga ke Papua (Irian Jaya). Di daerah Sumatera, alat-alat kerikil homogen kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di Lhokseumawe dan Medan.

Benda-benda itu berhasil ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang yang berdiameter hingga 100 meter dengan kedalaman 10 meter. Lapisan kerang tersebut di selang-selingi dengan tanah dan abu. Tempat inovasi bukit kerang ini pada daerah dengan ketinggian yang hampir sama dengan permukaan air maritim kini dan pada kala Holosen daerah tersebut ialah garis pantai. Namun, ada beberapa tempat inovasi yang pada ketika kini sudah berada di bawah permukaan laut. Tetapi kebanyakan tempat-tempat inovasi alat-alat dan kerikil di sepanjang pantai sudah terkubur di bawah endapan tanah, sebagai akhir terjadinya proses pengendapan yang berlangsung selama beberapa milenium yang lalu.

Banyak benda-benda peralatan budaya dan kerikil yang berhasil dikumpulkan oleh para andal dan bukit sampah kerang di Sumatera. Sebagian besar dan peralatan yang berhasil ditemukan berupa alat-alat kerikil yang di serpih pada satu sisi dengan lonjong atau lingkaran telor.

Pada daerah Jawa, alat-alat kebudayaan kerikil homogen dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh berhasil ditemukan di daerah lembah Sungai Bengawan Solo. Penemuan alat-alat dan kerikil mi dilakukan ketika dilakukan penggalian untuk menemukan fosil-fosil (tulang belulang) insan purba. Peralatan kerikil yang berhasil ditemukan mempunyai usia jauh lebih bau tanah dan peralatan kerikil yang ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang di’ Sumatera.

Hal ini terlihat dan cara pembuatannya. Peralatan kerikil yang berhasil ditemukan di daerah lembah Bengawan Solo (Jawa) dibentuk dengan cara sangat sederhana dan belum diserpih atau diasah. Dimana bath kali yang dibelah pribadi digunakannya dengan cara menggenggam. Bahkan berdasarkan Von Koenigswald (1935-1941), peralatan dan bath itu dipakai oleh insan purba Indonesia homogen Pithecanthropus erectus. Dan juga berdasarkan penelitiannya, peralatan-peralatan dan kerikil itu berasal dan daerah Bacson-H oabinh.

Di daerah Cabbenge (Sulawesi Selatan) berhasil ditemukan alat-alat kerikil yang berasal dan kala Pleistosen dan Holosen. Penggalian dalam upaya untuk menemukan alat-alat dan bath juga dilakukan di daerah pedalaman sekitar Maros. Sehingga dan beberapa tempat penggalian, berhasil menemukan alat-alat dan bath termasuk alat serpih berpungung dan mikrolit yang dikenal dengan Toalian. Alat-alat bath Toalian diperkirakan berasal dan 7000 tahun yang lalu. Perkembangan peralatan bath dan daerah Maros ini, di perkirakan kemunculannya bertumpang tindih dengan muncuinva tembikar di daerah itu.

Di samping daerah-daerah tersebut di atas, peralatan kerikil kebudayaan Bacson-Hoabinh, juga berhasil ditemukan pada daerah-daerah ibarat daerah pedalaman Semenanjung Minahasa (Sulawesi Utara), Flores, Maluku Utara dan daerah-daerah lain di Indonesia.
Sumber Pustaka: Erlangga

Post a Comment for "Perkembangan Budaya Bacson-Hoabinh Di Indonesia"