Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kronologi Sejarah Runtuhnya Monarki Otoriter Perancis

Revolusi Perancis ditandai oleh kemenangan golongan ketiga membentuk Assemblee Nationate, dan terutama ditandai oleh penyerbuan rakyat Paris ke Bastille, pada tanggat 14 Juli 1789.  Merajalelanya korupsi ditambah dengan buruknya manajemen pemerin-tahan menjadikan parahnya keuangan negara. 

Anggaran yang dikeluarkan jauh melebihi pendapatan yang diperoleh. Pada tahun 1789, Perancis berada di ambang kebangkrutan. Sebetulnya dilema ini sanggup diatasi segera oleh Raja Louis XVI dengan cara reorganisasi pemerintahan. Pertama-tama, para pegawanegeri pemerintah haruslah orang yang jujur dan penuh pengabdian. Lalu, keuangan negara harus dipantau secara ketat. Dan akhirnya, satu-satunya jalan untuk mengatasi pendapatan negara yang minim yaitu dengan mewajibkan para aristokrat membayar pajak.

Akan tetapi maksud raja untuk mengatasi dilema tadi, khususnya terkena pajak, menerima perihalan dari para bangsawan. Mereka ini kemudian mengusulkan untuk mengundang kembali Dewan Perwakilan Perancis (Etats Generawc). Dewan ini terakhir bersidang pada tahun 1614. Jadi, dewan tersebut sudah 175 tahun tidak berfungsi.

Karena tidak berwibawa, Louis XVI mengabulkan undangan itu. Maksud dari para aristokrat dengan usulnya itu yaitu untuk memenangkan kepentingannya. Perlu diketahui, Etats Generaux beranggotakan tiga golongan mayarakat yang disebut di atas, yakni 300 orang golongan pertama, 300 orang golongan kedua, dan 600 orang golongan ketiga.

Kalau diadakan pemungutan bunyi (dengan sistem per golongan), kaum rohaniwan dan aristokrat akan menang. Golongan pertama dan kedua akan bergabung, sedangkan golongan ketiga akan sendirian. Itulah sebabnya, demi keadilan golongan ketiga memperjuangkan sistem pemungutan bunyi per orang. Mereka punya impian untuk menang, mengingat ada beberapa orang dari go1ongan I dan II bersimpati pada golongan ketiga.

Pada tanggal 17 Mei 1789, sidang Dewan Perwakilan Perancis dibuka secara resmi. Tema sidang yaitu menyelamatkan negara dari kebangkrutan. Baru saja sidang dimulai sudah terjadi perselisihan dikala membicarakan tata tertib sidang. Pemicu perselisihan tiada lain yaitu sistem pemungutan suara. Masing-masing golongan tetap bersikeras pada pendiriannya. Menghadapi kemelut itu, Louis XVI tidak sanggup berbuat apa-apa. Ia malah cenderung memerintahkan semoga sidang dibubarkan saja.

Perintah raja itu sudah tentu disambut baik oleh golongan pertama dan kedua. Kalau sidang bubar, apa yang mereka takutkan, yakni adanya pajak untuk kaum bangsawan, tidak akan terjadi. Kedua golongan ini pun meninggalkan sidang. Tidaldah demikian dengan golongan ketiga. Mereka bertekad untuk tetap tinggal di tempat. Sudah waktunya Perancis diubah. Rupanya ada juga anggota golongan pertama dan kedua yang mendukung tekad mereka. Mereka menggabungkan diri dalam sidang, sehingga seluruh anggota sidang mencapai 1.000 orang.

Pada tanggal 17 Juni 1789, para penerima sidang bersepakat lingkaran mempro-klamasikan Etats Generaux sebagai Dewan Nasional (Assemblee Natthnale). Berbeda dengan Etats Generaux, Dewan Nasional ini meniadakan golongan-golongan. Semua anggota dewan punya hak yang sama, serta diperlakukan secara sama.

Peristiwa ini menandai perubahan radikal (menyeluruh) dalam sistem pemerintahan Perancis. Feodalisme dihilangkan, diganti oleh demokrasi! Tidak ada lagi perbedaan antara pejabat gereja, bangsawan, ataupun rakyat jelata. Dewan kemudian bersepakat untuk merumuskan konstitusi (undang-undang dasar). Sekali lagi, terjadi perubahan radikal dalam sistem pemerintahan Perancis. Raja tidak lagi berkuasa mutlak, melainkan harus mentaati serta bertanggung tanggapan kepada konstitusi.

Gejolak yang terjadi dalam sidang itu mencemaskan Louis XVI dan para bangsawan. Ka1au konstitusi jadi dirumuskan, pemerintahan monarki otoriter akan runtuh. Keadaan ini sama saja mendepak raja dan para aristokrat dari panggung kekuasaan. Untuk mencegah hal itu, raja mengutus balatentara kerajaan untuk membubarkan sidang.

Berderaplah tentara menuju gedung sidang. Kejadian ini disaksikan rakyat Paris. Demokrasi terancam! Rakyat selama ini amat berharap Dewan Nasional sanggup membawa perubahan baik bagi seluruh Perancis. Kehadiran tentara sudah tentu akan memupuskan impian mereka. Untuk mencegah hal itu, rakyat Paris segera mengambil tindakan.

Pada tanggal 14 Juli 1789, rakyat Paris menyerbu penjara Bastille. Penjara ini ialah bangunan megah yang dijaga ketat. Di dalamnya terdapat para tahanan politik, yakni para tokoh yang berani menentang kesewenang-wenangan raja dan kaum bangsawan. Di dalamnya juga terdapat gudang persenjataan. Mengapa penjara Bastille yang diserbu, mengapa bukan istana raja ataupun istana para pegawanegeri pemerintah?

Bagi rakyat Paris, penjara Bastille ialah lambang pemerintahan monarki absolut, ketidakadilan, dan penindasan. Serbuan rakyat Paris ke Bastille berhasil, lantaran banyak kesatuan militer menggabungkan diri. Mengapa mereka mau memihak dan memmenolong rakyat? Ingatlah para anggota militer berasal dari kalangan rakyat jelata juga.

 Revolusi Perancis ditandai oleh kemenangan golongan ketiga membentuk Assemblee Nationate Kronologi Sejarah Runtuhnya Monarki Absolut Perancis

Mereka turut mencicipi ketidakadilan d an kesewenang-wenangan raja dan pemerintah. Pada hari itu juga, Bastille sanggup direbut. Kemenangan ada di tangan rakyat! Runtuhlah sudah pemerintahan monarki otoriter yang sudah menguasai Perancis selama lebih dari seratus tahun. Untuk memperingati kemenangan rakyat ini, setiap tanggal 14 Juli dikenang sebagai Hari Nasional Perancis, hingga sekarang.

Keberhasilan direbutnya Bastille, menggugah rakyat di seluruh Perancis untuk bergerak. Semakin banyak pula kesatuan militer menggabungkan diri. Berbondong-bondong rakyat bersama tentara menyerbu tempat-tempat kediaman para bangsawan.

Timbullah pengungsian besar-bemasukan kaum aristokrat ke luar Paris, atau bahkan ke luar negeri. Kekuasaan. aristokrat sudah berakhir. Sebagai tandanya, di mana-mana dikibarkan bendera biru, putih, dan merah. Pemerintahan revolusioner sementara pun didirikan di segenap kota Perancis.

Pemerintahan revolusioner sementara itu tidak sanggup dibiarkan begitu saja tanpa organisasi. Tanpa adanya pemerintahan yang jelas, Perancis akan terjerembab di jurang anarki (kekacauan total). Untuk mencegah ancaman itu, Dewan Nasional meneruskan sidang pada tanggal 20 Juli 1789.

Di sinilah mereka bersumpah untuk tidak meningga1kan sidang sebelum konstitusi (undang-undang dasar) dirumuskan. Dewan Nasiona1 selanjutnya menamakan dirinya Dewan Nasional Konstituante (Assembtee Nationale Constituante). Raja dan sekutunya tidak sanggup menghalangi kemenangan demokrasi.

Tokoh-tokoh Dewan Nasional Konstituante yang termasyur ketika itu yaitu Mirabeau (mantan golongan ketiga) , Lafayette (mantan golongan kedua), dan Sieyes (kaum agama). Untuk kembali membuat stabilitas atau keamanan di seluruh Perancis, Dewan Nasional Konstituante setuju menunjuk Lafayette sebagai panglima tentara nasional Perancis.

Marilah kita tinjau kembali keselu-ruhan insiden Revolusi Perancis. Peristiwa ini terjadi dari dua sisi, yakni sisi gerakan politik dan sisi gerakan rakyat. Kedua sisi ini tidak sanggup dipisahkan, saling memilih satu sama lain.

Revolusi Perancis dari sisi gerakan politik berupa kemenangan golongan ketiga membentuk Dewan Nasional. Sedangkan Revolusi Perancis dari sisi gerakan rakyat berupa kemenangan rakyat Paris merebut penjara Bastille. Namun, insiden terakhir inilah yang paling kelihatan sekaligus memilih perubahan atas seluruh Perancis di kemudian hari. Itulah sebabnya, penyerbuan rakyat Paris ke Bastille ialah inti Revo1usi Perancis.


Daftar Pustaka: Erlangga

Post a Comment for "Kronologi Sejarah Runtuhnya Monarki Otoriter Perancis"