Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mahkamah Internasional

Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mahkamah Internasional


Mahkamah Internasional (International Court of Justice) ialah organ aturan utama Perserikatan Bangsa-bangsa (PB B). Hal tersebut tercantum dalam Pasal 92 Piagam PBB. melaluiataubersamaini demikian, Mahkamah Internasional ini ialah bab dan PBB dan sebagaimana kita melihat bahwa Statuta Mahkamah Internasional ialah bab integral dan Piagam PBB. Ketentuan-ketentuan mekanisme dalam acara Mahkamah Internasional sama sekali berada di luar kekuasaan negara-negara yang bersengketa, alasannya ialah kertentuan-ketentuan yang dirnaksud sudah ada sebelum sengketa-sengketa tersebut timbul. Bahkan Pasal 30 Statuta Mahkamah Internasional mempersembahkan wewenang kepada Mahkamah Internasional untuk membuat peraturan tata tertib. Karenanya, ketentuan mekanisme tersebut ialah tindakan sepihak Mahkamah Internasional yang mengikat negara-negara yang bersengketa.


Di Gedung Mahkamah Internasional inilah persengketaan internasional diselesaikan

Dalam hal jalannya proses persidangan di hadapan Mahkamah Internasional sepertinya memiliki kesamaan-kesamaannya dengan yurisdiksi intern suatu negara. Prosedur tertulis dan perdebatan ekspresi diatur sedemikian rupa untuk menjamin sepenuhnya masing-masing pihak dalam mengemukakan pendapatnya. Selain itu, sidang-sidang Mahkamah Intemasional dilaksanakan terbuka untuk umum dan tentunya rapat hakim-hakim Mahkamah Internasional diadakan dalam sidang tertutup.

Menurut Pasal 34 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, spesialuntuk negara-negara yang boleh menjadi pihak dalam perkara-perkara di hadapan Mahkamah Internasional (wewenang Ratione Personae). melaluiataubersamaini demikian, subjek-subjek aturan internasional, yang bukan negara. tidak sanggup menjadi pihak dalam perkara-perkara yang diajukan tersebut.

Sementara terkena kewenangannya, berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional. wewenang Mahkamah Internasional mencakup tiruana kasus yang diajukan pihak-pihak yang bersengketa kepadanya dan tiruana hal, terutama yang terdapat dalam Piagam PBB atau dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi yang berlaku (wewenang Ratione Materiae).

Pada prinsipnya, wewenang Mahkamah internasional bersifat fakultatif, yang berarti bila terjadi suatu sengketa antara dua negara. intervensi Mahkamah Internasional gres sanggup terjadi bila negara-negara yang bersengketa tersebut dengan persetujuan bersama membawa perkaranya ke Mahkamah
Internasional. Tanpa adanya persetujuan antarpihak yang bersengketa, wewenang Mahkamah Internasional tidak berlaku terhadap sengketa tersebut. Namun demikian, berdasarkan Pasal 36 ayat (2) Statuta Mahkamah Internasional, negara-negara pihak Statuta Mahkamah Internasional, sanggup setiap dikala menyatakan untuk mendapatkan wewenang wajib Mahkamah Internasional tanpa persetujuan khusus dalam hubungannya dengan negara lain yang mendapatkan kewajiban yang sama, dalam sengketa aturan terkena:

  1. Penafsiran suatu perjanjian,
  2. Setiap dilema aturan internasional,
  3. Adanya suatu fakta yang bila terbukti akan ialah pelanggaran terhadap kewajiban internasional, dan
  4. Jenis atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan alasannya ialah pelanggaran dan suatu kewajiban internasional.
Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 36 ayat (2) Statuta Mahkamah Intemasional tersebut ialah klausula opsional. Pernyataan negara wacana penerimaan klausula ini sanggup dibentuk tanpa syarat atau dengan syarat resiprositas (timbal balik) oleh negara-negara lain atau untuk kurun waktu tertentu. Pernyataan menyerupai itu didepositkan kepada Sekretaris Jenderal PBB yang copy-nya disampaikan kepada negara-negara pihak dan kepada panitera Mahkamah Internasional. Klausula dimaksud spesialuntuk akan berlaku bagi negara-negara yang sudah mendapatkan hal yang sama.

Tata cara yang dipakai oleh Mahkamah Internasional, sebagaimana dalam Pasal 39 Statuta Mahkamah Internasional, khususnya dalam penerapan bahasa, bahasa resmi yang dipakai ialah bahasa Perancis dan bahasa Inggris. Jika para pihak menyetujui bahwa kasusnya akan memakai bahasa Perancis, maka keputusannya akan memakai bahasa Perancis. Demikian halnyajika para pihak menyetujui bahwa kasusnya akan memakai bahasa Inggris, maka keputusannya akan memakai bahasa Inggris.

Dalam ketentuan itu pula disebutkan, kalau kedua pihak ternyata tidak menyetujui bahwa kasusnya akan memakai kedua bahasa itu (bahasa Perancis dan bahasa Inggris), maka keputusannya akan memakai bahasa Perancis dan bahasa Inggris. Keputusan yang memakai kedua bahasa tersebut memiliki kekuatan aturan (memperoleh pengesahan).

Sementara mekanisme pemeriksaan, berdasarkan Pasal 43 Statuta Mahkamah Internasional, dilakukan secara tertulis dan lisan. Prosedur secara tertulis dilakukan dengan jalan memberikan memorials dan counter-memorials, sedangkan mekanisme secara ekspresi dilakukan denganjalan mendengarkan saksis aksi, para ahli, agen-advokat yang mewakili pihak (negara) yang bersangkutan. Secara singkat dan konkret, kita sanggup mencontohkan mekanisme penyelesaian sengketa internasional masalah pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia, yaitu sebagai diberikut:
  1. Indonesia dan Malaysia bersepakat untuk mengajukan penyelesaian sengketa ini ke Mahkamah Internasional dengan menanhadirani Special Agreement for the Subinission to the International Court of Justice on the Dispute between Indonesia and Malaysia concerning the souvereignilyover pulau Ligitan and pulau Sipadan. Agreement ini dilakukan di Kuala Lumpur pada tanggal 3 1 Mei 1997 dan disampaikan kepada Mahkamah Internasional pada tanggal 2 November 1998 melalui Joint Letter atau notifikasi bersama.
  2. Masalah pokok yang diajukan ke Mahkamah Intemasional, yaitu “Apakah kedaulatan atas pulau Sipadan dan Ligitan berdasarkan perjanjian yang ada, bukti, serta dokurnen yang tersedia ialah milik Indonesia atau Malaysia”. (Perumusan rnasalah harus jelas).
  3. Pembuktian klairn dan kedua belah pihak dengan cara Written Pleadings and Oral Hearing. Pada Written Hearing Process, hal-hal yang disampaikan terdiri dan memorial, counter memorial dan reply ke Mahkamah Internasional. Proses ini ditarget final Maret 2002, sedangkan penyanpaian Oral Hearing oleh Malaysia pada tanggal 6-7 Juni 2002 dan Indonesia pada tangal 12 Juni 2002.
  4. Mahkamah Internasional menampung dan mempelajari pembuktian yang dilakukan oleh kedua belah pihak dan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sehabis Oral Heam-ing harus sudah menjadi keputusan.
  5. Tahap terakhir ialah tahap keputusan yang dilakukan oleh Mahkamah Internasional (kasus pulau Sipadan dan Ligitan diputuskan pada pertengahan Desember 2002).
Sumber Pustaka: Gguaca Exact

Post a Comment for "Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mahkamah Internasional"