Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Proses Pengesahan Aturan Internasional Menjadi Aturan Nasional

Proses Ratifikasi Hukum Internasional Menjadi Hukum Nasional



Ratifikasi, sebagai suatu akreditasi perjanjian internasional, mempunyai arti yang sangat penting. Tanpa ratifikasi, perjanjian intemasional atau traktat tidak akan efektif. Lord Stowell menyampaikan bahwa pengesahan spesialuntuk sebuah bentuk, tetapi bentuk yang sangat esensial. Karena tanpa ratifikasi, dokumen itu tidak sempurna. Praktik pengesahan didasarkan pada alasan-alasan sebagai diberikut:

  1. Negara-negara berhak untuk menilik dan meninjau kembali dokumen-dokumen yang ditanhadirani oleh utusan-utusannya sebelum menjalankan kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh dokumen itu.
  2. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka setiap negara berwenang menarikdanunik diri dan traktat apahila dikehendaki.
  3. Sering kali traktat hams diubah (amandemen) atau diubahsuaikan dengan aturan nasional. Periode antara penanhadiranan dan pengesahan negara-negara untuk mengadakan undang-undang yang diharapkan atau untuk memperoleh persetujuan parlemen sehingga traktat sanggup kemudian diratifikasi.
  4. Asas demokrasi di mana pemerintah harus memperhatikan pendapat umum, dalam hal ini yakni pendapat rakyat sebelum traktat itu ditegaskan. Karena mungkin pendapat rakvat tidak rnenyetujui traktat itu yang menimbulkan traktat tidak sanggup dilaksanakan.



Dalam perkembanganna. akreditasi (ratifikasi) perjanjian internasional diwujudkan melalui dua tahapan. yaitu tahapan nasional dan tahapai. Hukuni internasional. Pada pemenntahan yang demokratis, akreditasi perjanjian internasional oleh pemerintah gres sanggup dilaksanakan sehabis mendapat persetujuan parlemen (DPR . untuk kemudian dimuat dalam dokumen ratifikasi. Sementara pada tahapan hukurn internasional untuk perjanjian bilateral, yaitu pertukaran doku men pengesahan antarnegara akseptor perjanjian internasional.

Untuk perjanjian multilateral. dokumen pengesahan diserahkan kepada negara akseptor perjanjian yang ditunjuk untuk menyirpan dokumen ratifikasi. Dalam praktiknya sistem pengesahan perjanjian internasional di setiap negara mempunyai mekanisme yang tidak sama-beda. Ada yang memakai sistem pengesahan forum legislatif, ada yang memakai pengesahan tubuh eksekutif, dan ada pula yang memakai sistem campuran.

Sistem Ratifikasi Lembaga Legislatif


Dalam sistem ini. perjanjian internasional gres mengikat apabila sudah disahkan oleh tubuh legislatif. Praktik semacam ini sudah diatur dalam konstitusinya dan spesialuntuk diberlakukan di beberapa negara tertentu. contohnya yakni Honduras, Turki, dan El Salvador.

Sistem Ratifikasi Badan Eksekutif


Biasanya sistem ini dilakukan oleh kepala negara atau kepala pemerintahan saja, tanpa melibatkan forum legislatif. Pada umumnya raktik-praktik semacam ini dilakukan oleh negara-negara otoriter atau monarkhi absolut.

Sistem Campuran atau Gabungan


Sistem ini yakni gabungan antara tubuh administrator dan tubuh legislatif. Di Amerika Serikat, sistem pengesahan lebih menonjolkan tugas presiden sebagai tubuh eksekutif. Walaupun deinikian, dalam melaksanakan pengesahan harus tetap memperhatikan masukan yang dikemukakan oleh senat. terutama hal-hal yang sangat penting.

Di Inggris biasanya pengesahan dilakukan oleh kepala negara dan untuk hal- hal yang materi traktat kurang penting menteri luar negeri sanggup meratifikasi traktat itu. Prinsipnya bahwa mahkota bebas secara konstitusional untuk meratifikasi setiap traktat tanpa persetujuan parlemen. Walaupun deinikian, ada juga traktat yang materinya diharuskan untuk mendapat persetujuan parlemen. Inisahiyatraktat persekutuan.

Di Indonesia praktik pengesahan diatur dalam Pasal II Undang-Undang Dasar 1945 yang pada dasarnya menyatakan bahwa dalam ha! menyatakan perang. membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

Di dalam peraturan perundang-undangan RI. pengaturan akreditasi perjanjian internasional diatur dalam Bab III Pasal 9 sarnpai dengan Pasal 4 Undang-undang No. 24 tahun 2000 ihwal Perjanjian lnternasional. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud yakni sebagai diberikut.

Pasal 9

  1. Pengesahan perjanjian internasional oleh Pemerintah Republik Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut.
  2. Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat
    (1) dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.


Pasal 10

Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila herkenaan dengan:

  • masalah politik, perdamaiam, pertahanan dan keamanan.
  • perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia.
  • kedudukan atau hak berdaulat negara.
  • hak asasi insan dan Iingkungan hidup.
  • pembentukan kaidah aturan baru.
  • pinjaman danlatau hibah luar negeri.


Pasal 11

  1. Pengesahan perjanjian internasional yang materinyatidak termasuk materi sebagaimana dimaksud Pasal 10 dilakukan dengan keputusan presiden.
  2. Pemerintah Republik Indonesia memberikan salman setiap keputusan presiden yang mengesahkan suatu perjanjian internasional kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 12

  • Dalam mengesahkan suatu perjanjian internasional. forum pemrakarsa yang terdiri atas forum negara dan forum pernerintah. baik departemen maupun nondepartemen, menyiapkan salman naskah perjanjian, terjemahan, rancangan undang-undang atau rancangan keputusan presiden ihwal akreditasi perjanjian internasional dirnaksud serta dokumen-dokumen lain yang diperlukan.
  • Lembaga pemrakarsa yang terdiri atas forum negara dan forum pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen, mengkoordinasikan pembahasan rancangan danlatau materi permasalahan dimaksud dalam ayat (1) yang pelaksanaannya dilakukan bersama dengan pihak-pihak terkait.
  • Prosedur pengajuan akreditasi perjanjian intemasional dilakukan melalui menteri untuk disampaikan kepada Presiden.


Pasal 13

Setiap undang-undang atau keputusan presiden ihwal akreditasi perjanjian internasional ditempatkan dalam lembaran negara Republik Indonesia.

Pasal 14

Menteri menanhadirani piagam akreditasi untuk mengikatkan Pemerintah Republik Indonesia pada suatu perjanjian internasional untuk dipertukarkan dengan negara pihak atau disimpan oleh negara atau forum penyimpan pada organisasi internasional.

Sementara pemberlakuan perjanjian internasional diatur dalam Bab IV Pasal 15 dan Pasal 16 UU No. 24 tahun 2000.

Pasal 15

  1. Sesudah perjanjian internasional yang perlu disahkan dengan undang-undang atau keputusan presiden, Pemerintah Republik Indonesia sanggup membuat perjanjian internasional yang berlaku sehabis penanhadiranan atau pertukaran dokurnen perjanjian/nota diplomatik atau melalui carac ara lain sebagaimana disahkan oleh para pihak pada perjanjian tersebut.
  2. Suatu perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak sehabis memenuhi ketentuan sebagaimana diputuskan dalam perjanjian tersebut.


Pasal 16

  1. Pemerintah Republik Indonesia melaksanakan perubahan atas ketentuan suatu perjanjian internasional berlandaskan kesejahteraan antara para pihak dalam perjanjian tersebut.
  2. Perubahan perjanjian internasional mengikat para pihak melalui tata cara sebagaimana diputuskan dalam perjanjian tersebut.
  3. Perubahan atas suatu perjanjian internasional yang sudah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dilakukan dengan peraturan perundang-undangan yang setingkat.
  4. Dalam hal perubahan perjanjian intemasional yang spesialuntuk bersifat teknis administratif, akreditasi atas perubahan tersebut dilakukan melalui mekanisme sederhana.

Untuk praktik pengesahan perjanjian bilateral 1iasanya lancar kalau dibandingkan dengan praktik pengesahan perjanjian multilateral. Keterlambatan pengesahan multilateral disebabkan dan hal-hal sebagai diberikut:

  1. Berbelit-belitnya struktur pemerintahan modern yang kadang kala pelaksanaan pengesahan harus melalui tahap-tahap birokratis yang panjang.
  2. Tidak adanya persiapan-persiapan yang tepat sebelum penutupan traktat sehingga timbul belum sempurnanya-belum sempurnanya yang mengakibatkan negara-negara menahan atau menunda peratifikasian.
  3. Karena terlalu peliknya isi traktat sehingga perlu waktu untuk mempelajari/ mendalami. melaluiataubersamaini deinikian, pada akhimya akreditasi traktat memakan waktu yang cukup lama.
  4. Traktat sering memerlukan undang-undang gres yang konsekuensinya menambah pengeluaran negara.

Post a Comment for "Proses Pengesahan Aturan Internasional Menjadi Aturan Nasional"