Pengertian Riddah Dalam Aturan Islam
Pengertian Riddah Dalam Hukum Islam
Mengenai pengertian riddab, aturan berbuat riddah, dan hukuman aturan terhadap pelaku riddah (murtad) sudah dijelaskan di kelas dua, yakni pada Bab 12 ihwal Jinayãt dan Hudud. Di kelas tiga ini akan dikemukakan beberapa klarifikasi tambahan.
Orang-orang murtad itu sanggup dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
- Golongan yang mula-mula kafir, kemudian diberiman (masuk Islam) kemudian kembali kafir. Kemurtadan ibarat mi dinamakan murtad millah (agama).
- Golongan yang sejak kecil diberiman (beragama Islam), tetapi kemudian setelah remaja kafir. Kemurtadan ibarat mi dinamakan murtad fitri (alami).
Seseorang yang mengaku diberiman (beragama Islam) apabila bersikap dan berperilaku diberikut dianggap murtad, antara lain:
- Mengingkari adanya Allah SWT sebagai pencipta alam semesta dan segala isinya.
- Mengingkari adanya para rasul, sejak rasul pertama, Adam AS hingga dengan rasul terakhir, Nabi Muhammad SAW.
- Menghalalkan perbuatan yang disahkan haramnya.
- Mengharamkan perbuatan yang disahkan halalnya.
- Membaca basmalah dikala meminum khamr (minuman yang memabukkan).
- Mengucapkan “Jika Allah mempersembahkan surga, saya tidak akan memasukinya.”
Mengatakan hal-hal yang ingkar, seperti:
- Aku memperoleh wahyu
- Aku sudah masuk surga, memakan buah-buahannya dan sudah berkasihk asihan dengan bidadari sebelum saya mati.
- Aku sudah melihat Allah dengan mata kepalaku di dunia ini.
Syarat sah ditetapkannya seseorang itu murtad ada dua, yaitu:
- Balig dan terpelajar sehat. Tidak sah murtadnya anak kecil dan orang gila.
- Memiliki kebebasan memilih pilihan dan bertindak.
Seseorang yang dipaksa murtad, sedangkan hatinya masih diberiman (beragama Islam) tidak sanggup dianggap murtad (lihat Q.S. An-Nahi, 16: 106).
Ditinjau dan segi sejarah, orang-orang murtad itu sudah ada sejak awal sejarah Islam. Sesudah Nabi Muhammad SAW wafat, jabatan kekhalifahan diduduki oleh Aba Bakar Siddiq r.a., beberapa kabilah yang sudah masuk Islam kembali pada kepercayaan lama. Demikian juga sekelompok orang yang menuntut supaya pelaksanaan alat itu dientengkan, dan kewajiban zakat dihapuskan. Mereka tiruana diseru oleh Khalifah AbQ Bakar supaya meninggalkan kemurtadannya dan kembali diberiman (beragama Islam).
Akan tetapi, sebab mereka tidak mentaati ajakan Khalifah Abu Bakar r.a.dan tetap murtad, maka mereka diperangi oleh Khalifah Abu Bakar r.a., supaya kembali memeluk agama Islam.
Adapun akibat-akibat dan riddah itu antara lain:
- Para pelaku riddah dianggap sudah berbuat dosa besar, amalannya dikala di dunia dianggap sia-sia, dan di alam abadi akan ditempatkan di neraka dan abadi di dalamnya. Allah SWT berfirman:
Artinya: “... Barangsiapa yang murtad di antara engkau dan agamanya, Ia/u ia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah pen ghuni neraka, mereka abadi di dalamnya.” (Q.S. AI-Baqarah, 2: 217)
- Para pelaku riddah itu praktis diperdaya setan. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran), setelah petunjuk itu terang bagi mereka, setan sudah menyebabkan mereka praktis (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.” (Q.S. Muhammad, 47: 25)
- Suami-istri yang sudah melaksanakan ijab kabul secara Islam, kemudian salah satunya, suami atau istrinya murtad, maka nikah mereka menjadi batal (fasakh), dan mereka harus bercerai.
- Seseorang yang sudah murtad, tidak berhak mewarisi harta peninggalan pewaris yang beragama Islam.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Seorang muslim tidak berhak mewarisi harta peninggalan orang kafir, dan orang kafir tidak berhak pula mewarisi harta peninggalan orang Islam.” (H.R. Al-Jama’ah)
Sumber Pustaka: Erlangga
Post a Comment for "Pengertian Riddah Dalam Aturan Islam"