Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sikap Aktif Di Masa Otonomi Daerah

Sikap Aktif Di Era Otonomi Daerah



Banyak muncul pandangan bahwa kebijakan otonomi tempat sanggup membawa kemungkinan terjadinya disintegrasi nasional sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia sanggup bubar. Alasan yang banyak dikemukakan adalah:
  1. kecenderungan munculnya semangat kedaerahan yang sangat sempit.
  2. dengan kewenangan yang sangat luas muncul kecenderungan untuk mulai tidak menghargai posisi dan kecerdikan pemerintah pusat.
  3. euforia kewenangan memunculkan kecenderungan penolakan tempat terhadap fungsi pembnaan, pengawasan, dan pengendalian pemerintah pusat.


Kajian yang dilakukan oleh banyak sekali kalangan ilmuwan politik dan pemerintahan, menyerupai contohnya B.C. Smith, mengatakan kekerabatan yang menarikdanunik antara otonomi tempat dan integrasi nasional. Menurutnya justru salah satu fungsi otonomi tempat atau desentralisasi yaitu dalam rangka penguatan integrasi nasional, karena:
  • daerah sanggup mewujudkan sejumlah fungsi politik terhadap pemerintahan nasional (seperti fungsi pendidikan politik dan demokratisasi);
  • hubungan kekuasaan menjadi Iebih adil sehingga tempat mempunyai kepercayaan kepada pusat dan dengan penuh kesepakatan mengintegrasikan diri ke dalam pemerintahan nasional.
Uraian Iebih Iengkap terkena manfaat kebijakan otonomi tempat bagi integrasi nasional yaitu sebagai diberikut ini.

1. Otonomi Daerah dan Pendidikan Poiltik

Tidak banyak yang menyadari bahwa salah satu fungsi yang menonjol dan desentralisasi atau otonomi tempat yaitu fungsi pendidikan politik. melaluiataubersamaini dibentuknya pemerintahan di daerah, maka sejumlah forum demokrasi akan terbentuk pula, terutama partai-partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, media massa lokal, dan forum perwakilan rakyat. Lembaga-lembaga tersebut akan memainkan peranan yang strategis dalam rangka pendidikan politik bagi masyarakat yang tentu saja menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk semangat persatuan nasional.

2. Pemdiberian Kembali Hak-hak Politik Masyarakat di Daerah

Otonomi tempat di Indonesia yaitu dalam rangka pemdiberian kembali hak-hak politik masyarakat di tempat yang selama puluhan tahun mengalami proses marginalisasi, bahkan proses alienasi. terutama pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang sangat sentralistik. melaluiataubersamaini dikembalikannya hak-hak politik tersebut sekarang masyarakat di tempat merniliki kiprah dalam proses rekruitmen politik lokal, baik untuk menentukan para wakilnya maupun kepala daerahnya, yang pada masa kemudian sangat ditentukan oleh pusat. Demikian pula dalam menentukan kecerdikan publik berupa peraturan
daerah, kewenangan politik tempat sekarang semakin besar. melaluiataubersamaini pemenuhan hak politik itu, maka masyarakat di tempat sanggup berperan aktif pribadi dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga sanggup mengintegrasikan dirinya dalam proses dan sistem pemerintahan nasional.

3. Membangun Demokrasi dan Bawah

melaluiataubersamaini desentralisasi, maka demokrasi akan terbangun dan bawah. melaluiataubersamaini adanya pemerintahan tempat yang mandiri, dan ditopang dengan praktik-praktik demokrasi secara benar dan baik, maka masyarakat tempat akan terbiasa dengan demokrasi sehingga akan menjadi pilar bagi pengembangan demokrasi dalam memperkuat pemerintahan nasional.

4. Otonomi Daerah dan Percepatan Pembangunan

Logika sederhana menyatakan bahwa spesialuntuk orang tempat yang paling tahu apa yang mereka butuhkan untuk daerahnya, apa yang menjadi skala prioritas mereka, serta bagaimana merencanakan dan menjadikannya sebuah kebijakan pembangunan di daerahnya. melaluiataubersamaini adanya daerahd aerah yang semakin maju. maka negara pun akan semakin berpengaruh sehingga integrasi nasional pun akan semakin kokoh.

Hal-hal yang mengakibatkan pelaksanaan otonomi tempat menjadi tidak aman bagi penguatan keutuhan NKRI antara lain adalah:

a. sosialisasi yang belum optimal terkena maksud, tujuan, dan hakikat otonomi tempat dalam kerangka NKRI, menjadikan mis persepsidan mis intreprestasi balk di kalangan pegawanegeri pemerintah maupun masyarakat luas.
b. implementasi kebijakan pusat yang tidak sesuai dengan konsep kebijakan otonomi tempat itu sendiri. misal adan,a PP dan Keppres yang tidak sejalan dengan semangat otonomi daerah, menyerupai PP 108 tahun 2000 dan Keppres No. lOTahun 2001, yang mementahkan kembali posisi derah yang berkaitan dengan manajemen pertanahan. Kondisi menyerupai mi sanggup mengganggu kepercayaan tempat terhadap itikad pemerintah pusat dalam menjalankan kebijakan otonomi tempat secara konsekuen.
c. lambatnya penyusunan dan penetapan peraturan-peraturan pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999, membuat banyak tempat menafsirkan sendiri kiprah dan kewenangan berdasarkan kemauan dan kepentingan masing-masing.
d. lemahnya supervisi pemerintah terhadap penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan otonomi oleh pemerintah daerah. Hal mi mungkin sebab terlalu luas dan banyaknya tempat kabupaten atau kota yang harus diawasi pusat, sedangkan fungsi pemerintah provinsi dalam hal mi gubemur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, dalam memmenolong pelaksanaan pengawasan kurang optimal. Akibatnya timbul resistensi (kebebasan atau ketahanan) pemerintah kabupaten atau kota terhadap kiprah dan fungsi pemerintah provinsi dalam kiprah pernbinaan dan pengawasan, sebagai dampak dan ketentuan Pasal 4 UU No. 22 Tahun 1999 yang meniadakan kekerabatan hirarki antara pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota di wilayahnya.

Berdasarkan TAP MPR No. IV/MPR/2000, permasalahan-perrnasalahan fundamental yang dihadapi dalam penyelenggaraan otonomi tempat antara lain:
  1. penyelenggaraan otonomi tempat oleh pemerintah pusat selama mi cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat.
  2. kuatnya kebijakan sentralisasi membuat semakin tingginya ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris mematikan kreativitas masyarakat beserta seluruh perangkat pemerintah di daerah.
  3. adanya kesentidakboleh yang lebar antara tempat dan pusat dan antardaerah sendiri dalam kepemilikan sumber daya alam, sumber daya budaya, infrastruktur ekonomi, dan tingkat kualitas sumber daya manusia.
  4. adanya kepentingan menempel pada banyak sekali pihak yang menghambat penyelenggaraan otonomi daerah.
Menurut Sudijono partisipasi aktif ialah bentuk dan partsipasi politik yang mencakup beberapa aspek aktivitas masyarakat negara yaitu:
  • mengajukan ajakan terkena suatu kebijakan umum.
  • mengajukan alternatif kebijakan umum yang tidak sama dengan kebijakan pemeñntah,
  • mengajukan Koreksi dan masukan perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, dan
  • membayar pajak dan ikut serta dalam aktivitas pemilihan umum.
Orientasi partisipasi aktif terletak pada masukan dan keluaran politik. Berkenaan dengan suasana kehidupan politik masyarakat yang berkaitan dengan pengelompokkan masyarakat negara dan anggota masyarakat ke dalam banyak sekali macam golongan. Biasanya disebut dengan kekuatan sosial politik dalam masyarakat.
Sumber Pustaka: Regina

Post a Comment for "Sikap Aktif Di Masa Otonomi Daerah"