Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peran Tari Nusantara Sesuai Konteks Budaya Masyarakat Pemiliknya

Peran Tari Nusantara Sesuai Konteks Budaya Masyarakat Pemiliknya



Leluhur kita sudah memdiberi teladan yang sempurna terkena kesesuaian antara kebutuhan dan aplikasinya. Melalui pemahaman tersebut, saat mereka membuat suatu bangunan niscaya mengerti arah dan tujuan dalam hidup mereka. Berikut ini yaitu salah satu teladan tujuan etnis Jawa membuat suatu bentuk tarian, baik penyajian (dipentaskan) maupun terkena daerah pementasannya.

Fungsi dan Makna Simbolis Pendapa


Pendapa yaitu salah satu daerah yang banyak dipakai untuk pementasan tari Mengingat bahwa bangunan pendapa memiliki banyak makna, baik pada struktur bangunan maupun ragam hiasnya, maka kegiatari di dalamnya juga memiliki makna. Untuk sanggup memahaini kekerabatan antara bentuk bangunan dengan suatu tarian, maka perlu diketahui lebih dulu filsafat yang melatarbelakangi lahirnya bangunan itu.



Susunan rumah tradisional maupun inistaria raja Jawa terbagi dalam dua komponen, yaitu daerah yang bersifat sangat pribadi dan keramat disebut dalem atau petarien (dalam/tempat sang tarii) dan daerah bergaul dengan masyarakat luar yang dinamakan pendapa yang berada paling depan. Adapun skema rumah tradisional Jawa berurutari dan depan ke belakang yaitu pendapa, pringgitari, dalem yang terdiri dan senthong kiwa, senthong tengah, senthong tengen, dan gandhok. Dilihat dan fungsinya, masing-masing ruangan dalam rumah tradisional Jawa tidak sama-beda. Pendapa berfungsi sebagai daerah dilangsungkannya upacara-upacara penting ibarat perkawinan, kematian, pertemuan, penobatari raja,dan pertunjukan tari.

Pendapa secara fisik yaitu bangunan yang terbuka taripa dinding penyekat dan meiniliki tiang penyangga yang disebut saka (tiang penyangga utama disebut saka guru). Kemudian berturut-turut disebut saka penanggap, saka rawa, dan saka pengrawit. Tiang atau saka pendapa biasanya didiberi hiasan ukir-ukiran yang menambah keindahan pada kekokohannya. Adapun gesekan pada saka itu bermotif wajikan, sulur-suluran (praba), dan saton sebagai dasar ragam hias tumpal, tiacapan, dan sorot. Ada juga ragam hias yang disebut inirong yang spesialuntuk dijumpai pada bangunan keraton dan Masjid Agung di Yogyakarta.

Di Keratop Surakarta, Pendapa Sasana Sewaka dipakai untuk menyajikan tari sakral Bedhaya Ketawang. Tari Bedhaya Ketawang yang dilakukan oleh sembilan penari perempuan dianggap sangat penting dan sakral alasannya yaitu ialah perwujudan kekerabatan antara Raja Surakarta dengan Ratu

Ayu Kencana Sari. Tari Bedhaya ialah salah satu teladan konsep keseimbangan luar dalam yang serasi alasannya yaitu esensinya yaitu pengekangan serta pengendalian hawa nafsu yang digambarkan pada nama penari yang berjumlah sembilan.

Di Keraton Yogyakarta, pendapa j uga dipergunakan sebagai daerah pementasan tari ritual yaitu pementasan wayang wong yang berada di Tratag Bangsal Kencana. Ketika menyaksikan pertunjukan itu, Sultari duduk seorang din sempurna di tengah-tengah Bangsal Kencono yang disebut uleng dan menghadap ke timur yang mengambarkan indikasi ciri-ciri ritual tertentu. Sementara itu, penonton lain berada di kin dan kanan agak jauh dan Sultari, sedangkan rakyat atau kawula dalem dan masyarakat umumnya berada di halaman keraton.

Dewasa ini fungsi pendapa mengalaini pen ambahan yakni sebagai daerah pementasan tari untuk hiburan dan menjamu turis atau tamu pejabat. Sama halnya dengan pendapa di Pura Mangkunegaran yang mementaskan tarian ibarat Bandayuda, Srimpi Ludiramadu, Lawung, bahkan sebuah Pethilan, atau pura di Yogyakarta yang memakai arena Pendapa Dalem Ngabean dan Pendapa Dalem Prajakusuma.

Di Indonesia, selain pendapa, daerah pementasan tari sanggup ditemukan pula pada halaman rumah gadang di Sumatra, halamanm gedung perkantoran untuk tari kolosal, panggung terbuka yang tidak beratap, serta panggung proscenium yang modern.

Di Bali, kita mengenal arena pentas yang disebut kalangan, tetapi ada juga yang mempergunakan pura. Pementasan tari di pura sanggup dibagi menjadi tiga bab sesuai dengan penggolongan jenis tariian dan daerah pentasnya. Jeroan yaitu daerah dipentaskannya pertunjukan yang sakral sebagai persembahan untuk para dewa, jaba tengah sebagai daerah pementasan yang seini sakral, dan jaba yang ialah daerah pementasan untuk hiburan atau tidak sakral.

Koreografi Thrijawa


Koreografi tari Jawa secara umum tidak lepas dan konsep keseimbangan yang bergantung kepada arena atau panggung yang dipakai untuk pentas. Penggunaan pendapa sebagai panggung tari Jawa harus dilakukan dengan jeli dalam penggarapan koreografinya alasannya yaitu terdapat banyak saka (tiang penyangga). Berkaitari dengan tiang penyangga ini seorang penata tari Jawa senior, Wahyu Santosa Prabowo beropini bahwa kehadiran empat saka guru dalam pendapa perlu diperhatikan di mana perlu diusahakan bahwa saka tidak spesialuntuk dipandang sebagai barang mati, melainkan sebagai pendukung tari yang hidup.

Tari Jawa sanggup digolongkan menjadi tari vtunggal, tari pasangan, dan tari kelompok yang didasarkan atas bentuk koreografi yang tidak sama-beda di antara ketiganya sebagaimana uraian diberikut
ini.
  • Koreografi Tari Tunggal
Pada umumnya, struktur penyajian tari Jawa sanggup dibagi menjadi tiga bagian, yaitu maju beksan, beksan, dan berakhir dengan mundur beksan. Setiap bab memiliki koreografi atau pola lantai sendiri.

Bentuk tari tunggal yang dipentaskan di pendapa harus memperhatikan saka guru yang membentuk ruang untuk menari. Sesuai dengan elemen atau unsur-unsur tar yaitu gerak, ruang, dan waktu serta dinainika, maka penggarapan elemen ruang dengan pola lantai serta pola gerak sangat penting. Hal ini terlihat terang pada tari Prawira Watarig yang memakai properti watarig (tombak) waktu menari.

Pada bab pertama atau maju beksan tari Prawira Watarig, penari masuk di antara dua saka guru belakang sehingga efek saka guru berfungsi sebagai tiang pokok untuk menyangga atap menambah kegagahan, kekokohan, dan kekuatari tari tersebut. Kegagahan juga terbentuk oleh pola gerak maju beksan yang berupa lumaksana dengan posisi watarig (tombak) harus ke atas sejajar dengan empat saka guru tersebut dan terasa semakin mantap saat dipadukan dengan musik atau ienteng tari yang berupa ada-ada dan dilanjutkan dengan bentuk lancaran.

Bagian kedua tari Prawira Watarig yaitu bab beksan (isi tarian) yang berada di tengah saka guru. Posisi ini mengesankan sangat berpengaruh dengan efek simetris keempat saka guru tersebut sehingga berkesan gagah dan kokoh. Selanj utnya membuat pola lantai ke samping kanan dan ke kiri serta menyudut spesialuntuk sebagai lintasan gerak saja. Pola gerak watarig yang horizontal kontras (berlawanan) dengan arah saka yang vertikal menjadikan kesan gagah dan tajam membelah ruang.

Bagian ketiga atau terakhir dan tari Prawira Watarig yaitu mundur beksan (masuk tariian) dengan koreografi tajam membuat ganis ke belakang dengan meloncat (onclang) serta properti harus sejajar dengan saka. Gerakan tari ini termasuk dalam nuansa beksan gagah (tarian gagah). Penlu diketahui bahwa tidak spesialuntuk pada tari gagah saja yang sanggup membentuk kesan kokoh dan berpengaruh pada ruang di pendapa, tetapi juga sanggup dibuat oleh jenis tari alus dan tari putri. Jenis tari ini biasanya berkesan berpengaruh dan kokoh pada bab beksan gladi senjata (memainkan senjata), contohnya tari Dadap Pamungkas Manggolodibyo (tari alus) dan Kusuhia Tariding (tari putni).
  • Koreografi Tari Pasangan
Pada hakikatnya, pada tari pasangan ibarat tari Lawung, terutama terlihat pada perilaku tubuh seorang penari yang tegak sangat mendukung keberadaan pendapa sebagai panggung pertunjukan yang berkesan kuat, kokoh, dan berwibawa. Hal ini terbukti pada koreografi tari Lawung yang membentuk ganis-garis yang tajam membelah ruang yang dibatasi empat saka guru sebagai batas gawang.
  • Koreografi Tari Kelompok
Seorang koreografer harus jeli menempatkan penari kelompok dalam panggung pendapa. Keberadaan saka guru harus diperhitungkan dengan beberapa penari yang berada di samping dan depan salah satu saka guru. Hal ini akan memdiberi efek atau kesan kokoh dan gagah yang ditopang garis menyudut yang tajam serta gerak-gerak yang tegas. Wilayah saka guru membentuk ruang imajiner dan member kesan khusus pada garapan tari kelompok yang memakai garis serta pola lantai lurus dan tegas.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Post a Comment for "Peran Tari Nusantara Sesuai Konteks Budaya Masyarakat Pemiliknya"