Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Rekaman Goresan Pena Dalam Tradisi Sejarah Di Indonesia

Rekaman Tulisan Dalam Tradisi Sejarah Di Indonesia


Studi ihwal sejarah pada suatu wilayah tertentu disebut Sejarah Lokal. Setiap wilayah di Indonesia mempunyai karakter-karakter tersendiri. Hal mi disebabkan masing-masing wilayah terbentuk melalui proses sejarah panjang yang berbda-beda. Demikian juga kebudayaan, ialah produk dan proses sejarah yang panjang. Oleh lantaran itu, Sejarah Lokal ialah sejarah yang kompleks yang mempunyai banyak aspek (multi-dimensional) dan keseluruhan pengalaman kolektif pada masa kemudian meliputi aspek sosial-budaya, politik, agama, teknologi, ekonomi, dan sebagainya dalam suatu wilayah tertentu.

Cerita-cerita rakyat dan aneka macam tempat sanggup member petunjuk ke arah fakta-fakta sejarah dan suatu suku bangsa sanggup juga secara tertulis, jika suku bangsa yang bersangkutan mengenal goresan pena tradisional sehingga kebudayaan mereka mempunyai suatu kesusasteraan tradisional.

Seorang peneliti yang mereview cerita-cerita rakyat Bugis misalnya, mencari keterangan terkena asal mula suku bangsa Bugis dalam tulisari-tulisan para pakar yang pernah melaksanakan penggalian dan analisis benda-benda kebudayaan suku bangsa Bugis yang mereka temukan di tempat sekitar lokasi penelitian. Oleh lantaran itu, seorang peneliti harus berusaha membaca dan mempelajari tulisan-tulisan tersebut yang seringkali termuat dalam berpuluhp uluh naskah kuno dalam goresan pena tradisional yang biasanya berkisar sekitar kehidupan masyarakat dan adat istiadat di kerajaan-kerajaan Bugis tradisional. Naskah-naskh itu banyak sekali jumlahnya yang perlu dipelajani dan diseleksi lampau untuk mendapat naskah-askah khusus yang relevan bagi penelitiannya dan mana yang sanggup membeni keterangan terkena asal mula rakyat Bugis.


Keterangan sejarah terkena waktu suku bangsa bersangkutan sudah menjalin kontak dengan bangsa-bangsa lain yang menulis ihwal kejadian masyarakatnya, lebih simpel untuk dipergunakan seorang peneliti. Biasanya keterangan itu ditulis dalam salah satu bahasa Eropa, yaitu Inggris, Perancis, Portugis, Spanyol, atau Jerman, kadang kala juga dalam bahasa Asia, menyerupai Arab, Parsi, Cina dan lain-lain. Bangsa lain yang mengadakan kontak dengan orang Bugis dan pertama-tama menulis banyak ihwal masyarakat, kebudayaan dan adat istiadat Bugis yaitu bangsa Belanda, khususnya para pendeta penyiar agama Kristen.

Walaupun Sejarah Lokal dianggap sebagai unit tersendiri, akan tetapi dalam proses sejarah dan pembentukan suatu kebudayaan selalu terkait dengan faktor-faktor dan luar. Dalam proses pembentukan kebudayaan seringkali teijadi proses penetrasi menyerupai difusi, adopsi, adaptasi, akulturasi, dan asimilasi. Pengaruh dan luar sanggup juga mengakibatkan friksi dan konflik dalam masyarakat tersebut. Hal mi kemudian menjadi dinamika penggagas utama dalam sejarah lokal.

Ciri utama dan sejarah lokal yaitu faktor kewilayahan. Karena susahnya dalam memilih batas-batas sejarah lokal, maka perlu ditentukan pusat dan sejarah lokal tersebut, sedangkan proses sejarah lokal bergerak pada wilayah sekitar wilayah pusat itu. melaluiataubersamaini meningkatnya sejarah penakiukan pada masa pemerintahan Mataram Islam, maka wilayah-wilayah takiukan dijadikan sebagai unit-unit administratif. Hal itu utamanya untuk tujuan penarikan pajak. Oleh lantaran itu, Kerajaan Mataram terbagi menjadi beberapa wilayah dan disusun ke dalam tingkatan-tingkatan sebagai diberikut: penaket, cacah penewu, dan kabupaten, sedangkan sebuah divisi dibagi menjadi pangrembe, nagara agung, dan mancguagara. Pada zaman penjajahan wilayah-wilayah administratif dibentuk. Kebanyakan pembentukan tersebut berbasis pada pembatasan wilayah yang ada sebelumnya.

Jauh sebelum sejarah nasional dipelajari dan ditulis, sejarah tradisional sudah dihasilkan dalam jumlah besar. Para pujangga kerajaan sudah menuliskan sejarah sebagai karya sastra. Tulisan mereka berkisar pada peristiwa-peristiwa di sekitar istana sehingga disebut Istana Sentris. Oleh lantaran itu, cakrawala para pujangga tersebut spesialuntuk terbatas pada kebudayaan suku bangsanya sendiri Sejarah tradisional mencerminkan pandangan dunia dan masyarakat tradisional, baik di Jawa maupun Malaysia, (Kulturgebundenheit). Sejarah tradisional mengandung bias-bias budaya. Walaupun demikian, sejarah tradisional mempunyai fungsi dan arti tersendiri, bahkan sanggup juga dimanfaatkan sebagai sumber bagi penyusunan sejarah modern. Dalam sejarah Indonesia banyak sekali contoh-contoh wilayah yang mempunyai penulisan sejarah lokal tersendiri pada batas sosial-budayanya, menyerupai Aceh, Malaka, Minangkabau, Jambi, Palembang, Banten, Priyangan, dan Mataram.

Di tempat pantai utara Jawa misalnya, yang juga ialah wilayah kekuasaan Mataram dengan aneka macam upaya penakiukan yang dilakukan oleh Pguambahan Senopati dan penerusnya, berupaya tetap mempertahankan identitas mereka. Sebagian besar dan wilayah pantai utara sudah mempunyai penulisan sejarah sendiri, Mereka sudah menuliskan sejarah asal-usul mereka dan keturunan keluarga penguasa wilayahnya masing-masing, sehingga identitas tempat seringkali sama dengan identitas keluarga aristokrat ternama di tempat itu. Oleh lantaran itu, Sejarah Lokal seringkali dianggap sinonimdengan sejarah keturunan dan penguasa setempat. Sifat aristokrat sentris mi nampak terang bila kita meithat kenyataan bahwa sejarah tradisional mengisahkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar elit penguasa setempat.

Dari penelitian yang dilakukan Sartono Kartodirdjo berjudul “Pemberontakan Petani di Banten 1888” menunjukkan bahwa pemberontakan rakyat selalu terjadi dalam waktu singkat, bersifat lokal, tradisional, dan radikal. Peristiwa itu juga terkait dengan kondisi sosial-budaya pada masyarakat tersebut. Walaupun pemberontakan itu dipimpin oleh tokoh-tokoh agama menyerupai kyai dan haji, akan tetapi wilayah ekspansi efek pemberontakan itu bergantung kepada kondisi sosial budaya masyarakatnya. Pemberontakan tersebut spesialuntuk terjadi di wilayahafdeling Cilegon diBarat, Serang di Timur dan sebagai wilayah Waringin, sedangkan wilayah Pandeglang pecahan utara tak tersentuh oleh pemberontakan ini. Demikian halnya dengan wilayah suku Sunda tidak terlibat dalam pemberontakan itu, walaupun dominan penduduknya beragama Islam. melaluiataubersamaini demikian semakin terang bahwa batas-batas wilayah bahasa, kebudayaan dan suku bangsa lebih memilih dalam ekspansi efek pemberontakan itu. melaluiataubersamaini kata lain penyebaran pergerakan itu berada pada batas-batas wilayah dengan kebudayaan yang sama.

Demikian halnya dengan perang besar sepertiPerang Aceh dan Perang Diponegoro, ekspansi pengaruhnya terbatas pada batas-batas wilayah tertentu. Perang Diponegoro contohnya tidak menjalar ke sekitar Sungai Bogowonto di barat, ke tempat Gunung Lawu di pecahan timur dan ke tempat Grobogan di utara. melaluiataubersamaini kata lain, perang itu terjadi spesialuntuk di wilayah tanah air para bangsawan
setempat.

Sementara itu, Sejarah Nasional yang dianggap sebagai pemdiberi identitas kebangsaan seseorang, juga berupaya mengambil jejak-jejaknya dan pengalaman kolektif pada masa lampau. Oleh lantaran itu, walaupun Sejarah Lokal dianggap sebagai unit yang otonom, akan tetapi dalam kaitannya dengan Sejarah Nasional, Sejarah Lokal dianggap sebagai pecahan dan sistem yang lebth besar yaitu Sejarah Nasional sehingga proses integrasi ialah hal yang penting dalam Sejarah Nasional.

Perjalanan sejarah Indonesia meliputi teritang naik turunnya proses kesinambungan dan proses ketidaksinambungan, serta proses integrasi dan proses disintegrasi. Kerajaan Sriwijaya misalnya, ialah sebuah kerajaan besar. Di kemudian han terpecah menjadi unit-unit yang lebih kecil, menyerupai sejumlah pelabuhan di sekitar Malaka, Aceh, Malaka, Minankabau, Jambi, dan Palembang.

Dipandang dan sudut Sejarah Nasional interaksi antara dua atau lebih unit sejarah lokal dianggap sebagai proses menuju integrasi. Komunikasi sosial melalui perdagangan, pelayaran, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya ialah proses integrasi. Hal ini tampak terang pada masa penjajahan Belanda, semenjak kurun ke-19 jaenteng komunikasi modern, transportasi antar dan intrapulau, sistembirokrasi yang sentralistik, sistem pendidikan mengarah pada proses integrasi.

Masuknya peradaban unsur-unsur peradaban Barat mengakibatkan modernisasi dalam aneka macam bidang. Perubahan struktur sosial tampak dengan munculnya birokrasi modern, munculnya kelas kaum intelektual dan profesional. Suatu bentuk solidaritas barn terbentuk dengan adanya aneka macam organisasi modern. Proses integrasi ini membawa masyarakat Indonesia kepada suatu periode Pergerakan Nasional.

Sumber Pustaka: Yudhistira

Post a Comment for "Rekaman Goresan Pena Dalam Tradisi Sejarah Di Indonesia"