Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bentuk Dan Taktik Usaha Pergerakan Nasional

Bentuk usaha pergerakan nasional dibedakan menurut perilaku terhadap pemerin tah kolonial. Pada dasarnya ada dua macam bentuk perjuangan, yaitu kooperasi dan nonkooperasi. Perbedaan kedua bentuk usaha yakni sebagai diberikut:

A. Perjuangan Kooperasi

  • Kemerdekaan ekonomi ialah syarat bagi kemerdekaan politik. Kemakmuran rakyat harus dilampaukan sebelum berjuang untuk merdeka sebagai negara.
  • Kegiatan organisasi kebangsaan mengutamakan perbaikan di bidang ekonomi dan sosial, menyerupai pendidikan, pembangunan pedesaan, serta koperasi.
  • Organisasi kebangsaan bersifat lunak dan terbuka untuk kolaborasi dengan pemerintah kolonial. Kerja sama itu antara lain berupa subsidi. 

B. Perjuangan Nonkooperasi

  • Kemerdekaan baik ekonomi maupun politik harus dicapai dengan usaha sendiri. Mengusahakan kemakmuran rakyat dalam situasi masih dijajah yakni mustahil.
  • Kegiatan organisasi kebangsaan mengutamakan bidang politik, melalui pendidikan politik dan pembentukan organisasi massa.
  • Organisasi kebangsaan bersifat radikal dan menolak kolaborasi dengan pemerintah kolonial dalam bentuk apapun.

Sampai tahun 1912, belum terang bentuk usaha menyerupai apakah yang ditempuh oleh organisasi kebangsaan yang gres tumbuh. Barulah semenjak berdirinya Indische Partij, tampak kecenderungan organisasi kebangsaan menempuh bentuk usaha nonkooperasi. Organisasi kebangsaan lain yang terang sekali menawarkan perilaku radikal itu yakni PI dan PNI.

Sesudah gubernur jenderal De Jonge melaksanakan pengawasan ketat-bahkan pelarangan terhadap organisasi kebangsaan yang dianggap berbahaya, bentuk usaha beralih menjadi kooperasi. Bentuk usaha itu antara lain ditempuh melalui Volicsraad. Organisasi kebangsaan yang menempuh bentuk usaha itu antara lain PBI, Parindra, dan GAPI.

D. Masa Radikal

Sesudah Perang Dunia I berakhir, perasaan anti kolonialisme dan anti imperialisme pada bangsa-bangsa terjajah di Asia dan Afrika semakin menonjol. Lebih-lebih setelah adanya ajakan presiden Amenka Serikat tentang memilih nasib sendiri bagi bangsa-bangsa. 

Partai-partai politik di Indonesia dan negeri Belanda juga terpengaruh oleh situasi demikian. Kematangan dalam usaha dan perilaku keras yang diambil pemerintah kolonial menimbulkan perilaku moderat makin ditinggalkan dan perilaku radikal makin menonjol. Sikap radikal ini ditandai oleh strategi non-kooperasi dari pihak partai-partai politik dan aneka macam organisasi pergerakan nasional. Artinya, dalam memperjuangkan cita-citanva mereka tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial, terutama di bidang politik. 

Semua hal yang diharapkan untuk mencapai harapan itu akan diusahakan sendiri, antara lain dengan memperkokoh persatuan nasional, memajukan pendidikan, meningkatkan kegiatan-kegiatan sosial untuk kesejahteraan rakyat dan lain-lain. Mereka juga tidak mau memasuki dewan-dewan perwakilan rakyat yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda baik di sentra maupun di daerah. 

Taktik non-kooperasi pada masa radikal ini dilakukan oleh organisasi-organisasi: Sarekat Islam (SI), Perhimpunan Indonesia (PI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Proses radikalisasi ini bertambah berpengaruh semenjak tahun 1921, hal ini antara lain disebabkan oleh:
  • Timbulnya krisis ekonomi pada tahun 1921 dan lariisis perusahaan g-ula semenjak tahun 1918. 
  • Pergantian kepala pemerintahan dengan Gubernur Jendral Fock yang bersifat sangat reaksioner. Kebijakan politiknya sering mengabaikan kekuatan ralcyat yang sedang berkembang.

E. Masa Moderat

Masa radikal pergerakan nasional mulai berakhir semenjak tahun 1930. Kemunduran itu bukan disebabkan kurang radikalnya pemimpin-pemimpin Indonesia, melainkan oleh sebab-sebab di luar kekuasaan mereka yaitu:
  • Krisis ekonomi dunia yang juga melanda Indonesia. Krisis tersebut mensugesti ekonomi Hindia Belanda yang justru menjadi tujuan utama penjajahan.
  • Tindakan pemerintah semakin keras terhadap partai politik, lebih-lebih tindakan Gubernur Jenderal de Jonge yang sangat konservatif dan reaksioner.
Secara kasatmata memang partai-partai tidak tidak boleh atau dimatikan sama sekali. Tetapi gerak-gerik mereka sangat dibatasi. Mula-mula dikeluarkan peraturan larangan berkumpul, kemudian sekolah swasta nasional dinilai sebagai sekolah liar. Sekolah Swasta Nasional banyak melahirkan bibit-bibit nasionalisme yang sangat berbahaya. 

Untuk memberantasnya dikeluarkan Ordonansi Sekolah Liar, yang melarang kelanjutan sekolah tersebut. Di samping itu, anggota-anggota polisi diam-diam memata-matai, melaksanakan penggeledahan dan penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai. Kadang-kadang perilaku polisi itu sudah sangat berlebihan. 

Akibat kebijakan politik kolonial yang sangat menindas itu, partai-partai politik kehilangan kontak dengan rakyat. Lebih dari itu banyak media komunikasi massa yang diberangus. Karena keadaan vang tidak menentu semacam itu, hasilnya para pemimpin pergerakan nasional mengganti strategi usaha dari radikal non-kooperatif menjadi strategi moderat kooperatif. 

 Bentuk usaha pergerakan nasional dibedakan menurut perilaku terhadap pemerin tah ko Bentuk dan Strategi Perjuangan Pergerakan Nasional

Organisasi-organisasi pergerakan nasional yang muncul pada masa moderat yakni Partai Indonesia Raya (Parindra), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), dan Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Golongan kooperatif ini mencoba memanfaatkan Volksraad untuk kepentingan rakyat. Beberapa partai dan organisasi nasional memiliki wakil dalam Volksraad. 

Untuk memperkuat persatuan di antara wakil-wakil bangsa Indonesia yang duduk dalam Volksraad, pada tanggal 27 Januari 1930, Mohammad Husni Thamrin membentuk Fraksi Nasional. Seperti partai atau organisasi nasional lainnya, Fraksi Nasional menuntut adanya perubahan tata negara dan abolisi terhadap diskriminasi di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Masalah politik, menyerupai penangkapan dan pemmembuangan semena-mena terhadap tokoh-tokoh pergerakan nasional diperdebatkan dalam Volksraad. Juga problem sosial-budava, menyerupai Ordonansi Sekolah Liar, pertahanan, dan dampak depresi ekonomi terhadap rakvat diperdebatkan dalam sidang Volksraad. 

Kelumpuhan pergerakan nasional akhir politik penindasan pemerintah kolonial sudah menumbuhkan wangsit Petisi Sutarjo. Petisi ini meminta didiberikannya pemerintahan sendiri kepada Indonesia dalam jangka waktu sepuluh tahun. Sebagian besar petisi tersebut didukung oleh tokoh-tokoh nasionalis dan golongan dalam masyarakat. Golongan Arab, Indo, dan Cina mendukung petisi dengan harapan jikalau Indonesia berdiri sendiri, hak dan kepentingan mereka diakui dan dilindungi. Untuk memperkuat petisi, dijalankan beberapa aksi, menyerupai rapat-rapat umum di seluruh Indonesia yang di selenggarakan oleh Central Committee Petisi Sutarjo. 

Beberapa partai dan tokoh nasionalis yang sudah menyadari betapa konservatifnya kebijakan politik kolonial, menganggap usul petisi sebagai perbuatan sia-sia. Golongan kapitalis dan pers Belanda menganggap usul ini terlalu pagi dan diajukan tidak pada ketika yang tepat. Walaupun menerima Koreksi bermacam-macam, namun seluruh perhatian pergerakan nasional dipusatkan pada petisi ini. Tetapi petisi yang sangat lunak ini ditolak juga oleh pemerintah Belanda pada bulan Oktober 1938, dengan alasan belum waktunya. 

Kegagalan petisi makin meyakinkan tokoh-tokoh pergerakan nasional bahwa Volksraad bukanlah dewan perwakilan yang sesungguhnya. Di samping itu, partai-partai politik berusaha mengadakan penggabungan yang kemudian terjelma dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI) pada tahun 1939. GAPI menuntut Indonesia berparlemen yang sesungguhnya. Sebagai realisasi dari proposal GAPI, kemudian dibuat Komisi Visman oleh pemerintah dengan kiprah menyidik hasrat dan keinginan golongan-golongan dalam masyarakat yang ada di Indonesia. 

Pada masa itu juga sudah diperjuangkan pemakaian bahasa Indonesia dalam sidang Volksraad dan perubahan kata "Lnlander" menjadi orang Indonesia, kata "Nederlands-Indie" menjadi Indonesia. Diskriminasi menurut warna kulit juga diperjuangkan untuk dihapuskan, tetapi tiruana itu ditolak oleh Belanda dengan kesepakatan akan dibicarakan setelah Perang Pasifik.


Daftar Pustaka: Erlangga

Post a Comment for "Bentuk Dan Taktik Usaha Pergerakan Nasional"