Dampak Dari Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Tidak Transparan
A. Karakteristik Pemerintahan Tidak Transparan (Tertutup)
Apabila ditinjau dari segi hukum, yaitu konstitusi maka secara umum tiruana memang tidak akan bisa membedakan pemerintahan suatu negara ialah tertutup. Hal ini lantaran secara umum negara di dunia kini ialah negara aturan dan menganut demokrasi dengan coraknya masing-masing. Namun, apabila dilihat dari sikap dan kebijakan pemerintahannya maka sanggup dianalisis apakah pemerintahan itu tertutup atau terbuka.
Secara praktik, sikap dan kebijakan pemerintahan ialah cenderung bersifat adikara dan diktator. Adapun secara definitif, aksara pemerintahan tertutup tersebut ialah sebagai diberikut:
- Budaya politik secara personal dan kelembagaan negara cenderung elitis dan khusus.
- Kekuasaan ekonomi terpusat pada golongan elite politik.
- Penyelesaian politik cenderung secara kekerasan.
- Kebijakan politik pemerintah cenderung bersifat mendikte.
- Pengadilan tidak bebas dan bersifat memihak.
- Kegiatan organisasi politik dibatasi.
- Kebebasan pers sangat dikebiri.
- Pengambilan kebijakan negara cenderung sentralistik atau Top Down.
Demikianlah beberapa karakteristik penyelenggaraan pemerintahan tertutup. Apabila dikaitkan dengan corak pemerintahan yang pernah ada di Indonesia, yaitu zaman Orde Lama dan Orde Baru maka kita sanggup menyimpulkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia cenderung tertutup.
Hal ini terkait dengan adanya pembatasan terhadap ruang gerak pilar-pilar demokrasi (kedaulatan rakyat), yaitu partai politik, pers, dan forum sosial (kelompok kepentingan dan kelompok penekan).
B. Pemerintahan Tertutup dan Akibatnya
Berkaitan dengan hal di atas maka kalau kita analisis pemerintahan Orde Baru secara formal bersifat konstitusional. Hal ini terlihat dari setiap kebijakan pemerintahannya menurut peraturan perundang-undangan dan atas ipersetujuan DPR.
Namun demikian, kalau kita melihat sikap politik dan kebijakannya kiranya sanggup kita telaah lbahwa pemerintahan Orde Baru ialah cenderung sebagai pemerintahan tertutup. Karena tiruana yang dilakukan !senantiasa menurut peraturan perundang-undangan dan mendapat persetujuan wakil rakyat. Namun, apabila dari praktiknya maka kiranya tidak sanggup dipungkiri lagi bahwa ketertutupan itu sanggup dilihat dalam bidang atau kebijakan sebagai diberikut:
1. Bidang Politik
Dalam bidang ini, kondisi politik secara umum sanggup dtgambarkan menyerupai diberikut.
Pengaruh budaya masyarakat yang sangat kental dengan corak paternalistik dan kultur neofeodalistiknya sangat berpengaruh masuk dalam tatanan kehidupan politik yang dibangun. Hal ini mengakibatkan proses partisipasi dan budaya politik dalam sistem politik nasional tidak berjalan sebagaimana mestinya. Corak pemerintahan menyerupai ini berdampak kepada aspek-aspek sebagai diberikut:
a. Sikap mental ketergantungan dari atas (elite politik), yaitu
- terbiasa melaksanakan sesuatu dengan menunggu petunjuk atau perintah dari atas,
- kurang berani mengambil inisiatif dan menghadapi risiko, IR
- daya kreativitas tumpul lantaran takut salah, takut atasan tidak berkenan, dan
- bangsa susah menjadi remaja dan maju.
b. Sikap mental (kultur) suka sangat senang atasan yang berdampak pada
- corak paternalistik dan neofeodalistik,
- bawahan atau masyarakat cenderung berusaha untuk selalu sangat senang atasannya,
- tumbuh budaya Asal Bapak Senang, dan
- banyak rekayasa dan engkauflase, antara yang dilaporkan dengan kenyataannya tidak sama.
c. Sikap mental (kultur) mengesampingkan Koreksi apalagi oposisi, yaitu
- pimpinan dipandang sebagai figur yang pertama,
- gagasan yang paling benar diyakini muncul dari pimpinan, dan
- korupsi, kolusi, dan nepotisme tumbuh rindang.
d. Sikap mental (kultur) apatis, yaitu
- segala sesuatu (keputusan atau kebijakan negara) selalu ditentukan dari atas,
- usul atau Koreksi diabaikan dan dianggap salah,
- rakyat bersikap membisu dan hirau tak hirau terhadap pemerintahan, dan
- munculnya golput (golongan putih/tidak memilih) dalam pemilihan umum.
Kekuasaan direktur terpusat pada presiden dan tertutup di bawah kontrol forum kepresidenan, berakibat pada:
- krisis struktural dan sistemik, yaitu kurang fungsinya forum negara secara terbaik (DPR, MPR, DPA, BPK kurang produktif dan aspiratif), dan
- pergerakan partai politik maupun dinamika masyarakat terkooptasi (melalui UU Pemilu, Partai Politik dan keanggotaan dewan perwakilan rakyat dan MPR yang memungkinkan menguatkan eksekutif)
Dinamika tersebut berwujud pada aspek-aspek sebagai diberikut:
- UU Nomor 15 Tahun 1969 ihwal ABRI tidak mempunyai hak pilih tapi mempunyai wakil di dewan perwakilan rakyat MPR.
- UU No. 16 Tahun 1969 diputuskan untuk anggota MPR sepertiga anggota diangkat oleh Presiden . Untuk anggota dewan perwakilan rakyat dari jumlah 460 orang, 100 orang di antaranya diangkat oleh Presiden dari unsur Golongan Karya, ABRI, dan bukan ABRI.
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1969 yang menggiring Pe g g ntuk awai Ne eri u menyalurkan aspirasi politiknya ke dalam Golongan Karya. Dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1970 yang melarang tiruana Pegawai Negeri Sipil, termasuk ABRI terlibat dalam banyak sekali acara partai dan menuntut loyalitas tunggal terhadap pemerintah.
- Dalam pemilu tahun 1971 Golkar meraih 62,8%, tahun 1977 memperoleh 62,1%, tahun 1982 meraih 64,3%, dan tahun 1987 memperoleh 73,2%. Dalam pemilu tahun 1992 meraih 68,1% dan pada pemilu tahun 1997 meraih 70,2%.
melaluiataubersamaini kemenangan mutlak bunyi Golkar di dewan perwakilan rakyat maupun MPR, berarti memperkukuh posisi Presiden di forum itu. Mekanisme kekerabatan pusat dan kawasan cenderung menganut sentralisasi kekuasaan dan kebijhi, berdampak pada hal-hal sebagai diberikut akan sehingga:
- Kebijakan pemerintah kurang sesuai dengan kondisi geografis dan demografis.
- Peraturan Perundang-undangan bersifat memihak pemerintah pusat. UU No. 5 Tah Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dalam kebijakan meliputi un 1974 perihal pengelolaan sumber kekayaan proteksi keuangan, penentuan pejabat daerah., dan Iain-lain dirasakan kurang sempurna dan tidak adil,: lantaran akan rnembuat rakyat merasa aneh di daerahnya.
- Rakyat bersifat pasif dan spesialuntuk sebagai objek pembangunan belaka. Banyaknya kebocoran dana yang dibawa dari kawasan ke pusat, penentuan pejabat di kawasan melalui rekayasa untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu.
2. Bidang Ekonomi
Penyelenggaraan perekonomian ditentukan secara monopolistik. Artinya, dilaksanakan oleh sekelompok orang penguasa dan untuk kepentingannya. Jadi, sesuai dengan pemerintahan oligarki atau otokrasi. Praktik menyimpang atau kebijakan yang keliru ialah sebagai diberikut.
- Para pengusaha yang akrab dengan elite kekuasaan mendapat prioritas khusus yan berdamak timbulnya kesentidakboleh sosial. Kelemahan mendasar juga disebabkan pada pengabaian perekonomian kerakyatan yang bersandar pada basis sumber daya alam dan sumber daya insan sebagai komparatif dan kompetitif.
- Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha berpengaruh yang tidak didukung oleh jiwa nasionalisme dan kewirausahaan sejati. Hal ini mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi ringkih dan tidak kompetitif sehingga krisis moneter yang melanda Indonesia tidak sanggup diatasi dengan baik.
- Pemerintah tidak mengambil banyak sekali langkah konkrit dan terang untuk mengatasi jatuhnya nilai tukar rupiah hingga ke tingkat terendah. Pembangunan industri tidak berbasis pada masyarakat atau potensi unggulan daerah. Tidak ada keterkaitan antara industri besar, menengah, dan kecil yang harmonis serta struktur industri yang lemah antara industri hulu dan hilir. Di samping itu, sebagian besar Iahan pertanian yang rindang sudah berubah fungsi menjadi lahan industri sehingga dari kondisi tiruanla swasembada beras sudah bermetamorfosis pengimpor beras.
- Sistem perbankan tidak sanggup berdiri diatas kaki sendiri lantaran intervensi pemerintah terhadap Bank Sentral terlalu berpengaruh sehingga melemahkan ekonomi nasional. Hubungan erat antara penguasa dengan pemilik bank swasta sudah mengakibatkan pemdiberian akomodasi yang tidak terbuka akan merugikan masyarakat dan negara. Di samping itu, ketidakhati-hatian dan kecurangan dunia perbankan dalam mengelola dana memperparah kondisi ekonomi negara.
Karena serangkaian praktik atau kebijakan demikian maka keberhasilan pembangunan yang sudah dicapai selama tiga puluh dua tahun Orde Baru akhirnya mengalami kemerosotan yang memprihatinkan dengan terjadinya krisis moneter di pertengahan tahun 1997 dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang lebih luas. Mengapa demikian? Sebab landasan ekonomi yang dianggap berpengaruh ternyata tidak berdaya menghadapi gejolak keuangan eksternal serta kesusahan-kesusahan makro dan mikro ekonomi yang ada.
3. Bidang Agama dan Sosial Budaya
Kondisi kehidupan beragama dan sosial budaya di masa Orde Baru, khususnya setelah terjadinya krisis ekonomi, sanggup disebutkan sebagai diberikut:
- Kualitas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berupa etika mulia dan moral serta etika masyarakat cenderung mengalami penurunan.
- Krisis ekonomi membalikkan situasi, yang tiruanla penduduk miskin sudah sanggup dikurangi dan pendapatan perkapita sanggup ditingkatkan, akhirnya menjadi bertambah besar kembali, pertumbuhan ekonomi nol atau rendah sekali yang berakibat terjadinya pemutusan kekerabatan kerja yang mengakibatkan banyaknya jumlah pengangguran.
- Kondisi kehidupan sosial ekonomi rakyat makin memprihatinkan, harga sembilan materi pokok dan obat-obatan tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat. Taraf hidup rakyat menurun dengan tajam, kualitas hasil didik tidak memberjkan harapan, dan jumlah akseptor didik yang putus sekolah makin meningkat.
- Jati diri bangsa yang disiplin, jujur, beretos kerja tinggi, serta berakhlak mulia belum sanggup diwujudkan, bahkan cenderung menurun. Aksi brutal oleh sebagian masyarakat masyarakat berupa penjarahan dan perampokan serta tindak kejahatan lainnya mengalami peningkatan. Hal ini berperihalan dengan alchlak mulia dan akal pekerti luhur yang bersumber dari norma dan pedoman agama serta nilai budaya bangsa.
- Kelimpangan, kecemburuan, ketegangan, dan penyakit sosial lainnya makin menggejala, di samping berkurangnya rasa kepedulian dan kesetiakawanan masyarakat.
4. Bidang Hukum
Di masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan aturan khususnya yang rnenyangkut peraturan perundang-undangan organik ihwal pembatasan kekuasaan Presiden belum memadai. Kondisi ini memdiberi peluang terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta memuncak pada penyimpangan berupa penafsiran yang spesialuntuk sesuai dengan selera penguasa.
Telah terjadi penyalahgunaan wewenang, pelecehan hukum, pengabaian rasa keadilan, serta kurangnya perlindungun dan kepastian aturan bagi masyarakat Jarang dijumpai bahwa aturan ditegakkan dengan fokus apabila kesannya akan mencakupko menyentuh golongan elite yang sedang berkuasa. Sekelumit contoh, siapa pembunuh Marsinah ataupun Udin, hingga selesai pemerintahan Orde Baru, bahkan kini belum terungkap tuntas.
Di samping itu, training forum peradilan oleh direktur merupalcan peluang bagi penguasa melaksanakan intervensi ke dalam proses peradilan, serta berkembangnya kongkalikong dan praktik-praktik negatif pada proses peradilan. Penegakan aturan belum memdiberi rasa keadilan dan kepastian aturan pada kasus-kasus yang menghadapkan pemerintah atau pihalC yang berpengaruh dengan rakyat, sehingga menempatkan rakyat pada posisi yang lemah.
Dari uraian di atas sanggup disimpulkan bahwa keterkaitan penyelenggaraan pemerintahan tertutup di banyak sekali bidang juga berdampak pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ialah sebagai diberikut:
a) Penyelenggaraan pemerintahan di bidang politik yang pada hakikatnya didominasi oleh Presiden, Golonganz Karya, dan ABRI sudah tertutup dari unsur masyarakat lain sehingga masyarakat merasa aspirasinya tidalC sanggup disalurkan dengan baik (tersumbat).
Akibatnya mereka hirau tak hirau dan tidak puas dengan keadaanth tetapi mereka tidak bisa dan tidak berani berbuat apa-apa untuk melaksanakan perubahan. Akhirnya, mereka menentukan membisu dan menahan seraya menunggu peluang tiba.
b) Sementara itu, penyelenggaraan perekonomian yang ditentukan oleh sekelompok elite penguasa di bawah: komando Presiden dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk mendapat peluang dengan. kepandaian melobi penguasa, mereka mendapat banyak akomodasi dan kegampangan.
Sedangkan yang tidak menjadi terpinggirkan. Dari praktik menyerupai itu kemudian melahirkan konglomerat di Indonesia yangj sekaligus pula melahirkan kecemburuan antarpelaku ekonomi di samping kesentidakboleh sosial yang tajam ditengah masyarakat.
c) Soko guru perekonomian bergeser, bukan terletak di tangan koperasi yang pada hakikatnya seluruh rakyat,melainkan berada di tangan konglomerat tersebut. Belum lagi merebaknya praktik korupsi dan utang luar negeri yang dikatakan cukup kondusif ternyata mengkhawatirkan. Hal inilah yang membuat bangsa menjadi terpuruk dan harga dirinya jatuh di depan rnasyarakat internasional. Akibatnya, rakyat menjadi banyak yang tidak puas.
d) Penyelenggaraan di bidang aturan yang dinilai oleh masyarakai kebanyakan, banyak berpihak pada pihak yang kuat. Para penegaknya bermoral rendah sehingga dalam duduk kasus peradilan hingga ada kata sindirati kitab undang-undang hukum pidana yang mestinya abreviasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diplesetkan menjadi "Kasih Uang Habis Perkara".
Kemudian juga ada istilah calo perkara, berandal peradilan. Itu tiruana mencerminkan betapa buruknya penegakan aturan dan keadilan di Indonesia. Akibatnya rakyat menjadi frustasi mempunyai kasus yang seharusnya diselesaikan di pengadilan, lantaran hasilnya sudah sanggup ditebak akan dimenangkan pihak yang kuat, baik berpengaruh kedudukannya, uangnya, maupun berpengaruh hubungannya, dan lain lain. Itulah sebabnya masyarakat menjadi susah dicegah untuk tidak main hakim sendiri, lantaran merekai menilai pengadilan belum bisa membuat rasa keadilan masyarakat.
Kondisi politik yang demikian kemudian melahirkan perasaan tidak puas, sistem penyelenggaraan perekonomian yang banyak menguntungkan sekelompok kecil orang dan penegakan aturan yang buruk. Akhirnya, dengan dipicu adanya krisis moneter dan berlanjut menjadi krisis ekonomi, impulsif sebagian besar rakyat yang semenjak tiruanla merasa kecewa dengan kondisi menyerupai di atas, Seakan-akan menjadi kehilangan kesabaran bahkan kehilangan nalar sehatnya, kemudian tidak percaya lagi dengan pemerintah.
Mereka menumpahkannya lewat demonstrasi, unjuk rasa besar-bemasukan, bahkan ada yang melaksanakan perusakan, penjarahan, dan aksi-aksi brutal lainnya. Mereka menuntut supaya pucuk pimpinan pemerintah Orde Baru mundur dari jabatannya dan segera diadakan langkah-langkah perbaikan ekonomi di samping pemmembersihkanan praktik KKN.
Presiden Soeharto yang merasa sudah tidak mendapat kepercayaan, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 mengundurkan diri dari jabatan Presiden dan menyerahkannya kepada Wapres B.J. Habibie. Peristiwa tersebut menandai berakhirnya pemerintahan Orde Baru yang bersifat tertutup dan menandai lahirnya pemerintahan Reformasi.
Demikian selayang pandang pemerintahan tertutup Orde Baru diberikut akibatnya. Sesudah tahu kesannya demikian, semoga pemerintah kini sanggup mengambil hikmah dari pemerintahan sebelumnya sehingga tidak mengulangi kesalahan masa lalu.
melaluiataubersamaini demikian, ke depan bangsa ini tidak saling menggugat dan saling menyalahkan. Akan tetapi, tinggal melanjutkan dan membuatkan apa-apa yang sudah diletakkan kini sehingga akan cepat maju, kuat, dan bisa menjaga kelangsungan hidupnya.
Daftar Pustaka: Yudhistira
Post a Comment for "Dampak Dari Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Tidak Transparan"